Ketika sesuatu yang benar saja disembunyikan, lantas bagaimana nasib sebuah kesalahan yang sudah jelas salah?
–Pertanyaan yang mudah dan sulit di saat bersamaan–
—————
—
—
——
———
"Sama-sama." Kata-kata itu akhirnya berhasil lolos dari mulut Danu usai terdiam cukup lama. Tenggorokan langsung ke tercekat ketika mengatakan balasan akan ucapan terima kasih dari Lea. Danu merasa baru saja mengeluarkan tulang ikan yang menyangkut di tenggorokannya. Di mana ada rasa perih dan sakit alih-alih lega ketika tenggorokannya terbebas.
"A-aku juga minta maaf karena harus menyampaikan kabar itu sama kamu," lanjutnya kemudian, dengan sengaja menghindari tatapan Lea.
"Enggak masalah," balas Lea, menenangkan. "Kalau bukan karena kamu, aku mungkin akan terus berharap sampai mati. Tadinya aku pikir itu bukan sesuatu yang buruk, tapi setelah tahu kakakku sudah meninggal, kayaknya itu cukup menyeramkan. Enggak kebayang kalau aku jadi arwah penasaran terus nyebarin brosur orang hilang ke pocong atau sebangsanya. "
Danu kembali mempertemukan matanya dengan Lea. Ia tersenyum tipis demi menghargai lelucon yang barusan Lea utarakan. Kendati berusaha melucu, tatapan perempuan itu masih terlihat sendu. Namun, di sisi lain Danu juga bisa melihat kelegaan di baliknya.
Tahan, ini tidak akan lama, batinnya berusaha menguatkan diri. Hanya butuh beberapa hari untuk Lea berduka, dan setelahnya mereka akan kembali seperti semula.
"Aku juga minta maaf soal ucapanku kemarin. Padahal kamu lagi berduka, tapi aku malah menyepelekan–"
Lea memutus ucapan Danu dengan mengibaskan sebelah tangannya, membuat gestur jika itu bukan masalah besar. "Kamu cuma berusaha menyadarkan aku yang kalap. Aku sadar kalau sikapku juga keterlaluan. Jadi, enggak ada yang harus dipermasalahkan lagi. Masalahnya sekarang cuma aku, waktu dan kenyataan ini."
"Pelan-pelan, Lea," pinta Danu. Ia meletakan satu tangannya di atas tangan Lea, meremasnya pelan, berusaha memberitahu jika Lea tidak harus menghadapi semuanya sendiri. "Tapi, kamu enggak mau mengunjungi makamnya?"
"E-enggak usah." Secara impulsif Lea menarik tangannya dari jangkauan Danu. Matanya mengedar kesana-kemari, tampak menghindar untuk menjawab pertanyaan Danu.
Sikap Lea barusan jelas membuat Danu heran. Menarik kembali tangannya ke sisi tubuh, Danu memutuskan untuk bertanya, "Kenapa, Lea? Kamu belum siap?"
Lea menggeleng pelan, sepelan ucapannya kemudian yang masih mampu tertangkap telinga Danu. "Aku enggak pantas untuk menemuinya, Nu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ineffable
RomanceDari dulu Lea teramat tahu jika dirinya punya kebiasaan buruk dalam mencampuri urusan orang lain. Yang Lea tidak tahu, keputusannya untuk ikut campur dalam insiden rencana bunuh diri seorang Kamandanu Prayuda, akan memberikan efek besar dalam hidupn...