Langkah riyyla beriringan dengan putri Ailia, mengisi sepi lorong Istana.
Kamar riyyla terletak cukup jauh, ia juga tidak memperbolehkan satu prajurit pun untuk memberikan pengamanan ketat disekitar kamar nya. Jadi pantas saja lorong yang mereka lewati sangat sepi.Keheningan menyelimuti riyyla dan Ailia sepanjang perjalanan di lorong, Keduanya terkunci pada pikiran masing-masing.
Sesekali manik mata putri Ailia melirik sejenak pada riyyla yang sama sekali tidak mengajaknya berbicara.
Melihat riyyla termenung dalam lamunan nya, Ailia hanya mengedikkan bahunya pelan. "Entahlah" Ailia membatinLangkah riyyla terhenti.
Sontak, Ailia kaget.
"Ada apa bunda?" Putri Ailia bertanya ketika melihat riyyla menghentikan langkahnya.Bibir riyyla bergetar, kulit putih bersih nya perlahan memucat, Riyyla mengangkat tangan untuk memijit pelipis nya yang terasa pening. Riyyla memejamkan mata dengan menekan dadanya kuat, ketika ia membuka mata, semuanya gelap!
Praanggg
Riyyla jatuh ke lantai menubruk patung yang berada di dekatnya.
"Bunda!!" Putri Ailia menjerit keras dengan bergegas menuju riyyla yang sudah terkapar tidak sadarkan diri.
*
Dengan napas terengah raja baru saja tiba dikamar permaisuri riyyla. Raja duduk ditepi ranjang lalu meraih tangan riyyla untuk digenggam.
"Tabib! Apa yang terjadi??" Tanya Raja panik
Tabib hanya menundukkan wajahnya, bungkam dengan segala bahasanya, ia tidak berani mengatakan sepatah katapun.
Melihat respon tabib yang seakan menyembunyikan ketakutannya, raja tidak segan membentak tabib hingga suaranya menggelegar keseluruh istana.
"Ayahanda!"
Putri Ailia datang karna mendengar bentakan raja dari kamar ratu arena.
~~~
"Apa ini semua memang sudah direncanakan peri?" Alisa bertanya ingin tau sekaligus ingin segera mengusir rasa penasarannyaDeg!
"Apa?" Suara peri aksahi terdengar bergetar pilu, lemah yang tidak bisa ia sembunyikan.
Tanpa sadar peri aksahi menghela nafas berat. Ia tidak ingin percaya akan kalimat yang baru saja ia dengar dari sang sahabat. Ya, mendengar satu kalimat yang berhasil membuat hatinya terguncang, kalimat sederhana yang cukup mewakili perasaan ragu Alisa padanya. Denyutan yang menjalar di sekujur tubuhnya tidak lagi bereaksi, namun Tubuh peri Aksahi melemah. Berkali-kali tubuhnya tidak lagi merasakan degup kencang jantungnya. Air mata berhasil lolos menyusuri pipinya, tatapannya lurus menatap datar sosok Alisa. Sedetikpun, tidak pernah terlintas di benak peri aksahi kalau Alisa akan meragukannya, tapi kini takdir kembali mempermainkannya.
Hati peri aksahi seperti tersayat belati tajam. sakit sekali! Ia menahannya seperti luka terbuka yang menganga.
Menghela nafas, peri aksahi melakukan hal yang sama berulang-ulang. Tatapannya tidak lepas dari Alisa, mata peri aksahi menatap sayu pada sosok yang sangat familiar baginya.
Dalam tangisnya, ia bertanya pada hatinya. "Mengapa? Mengapa kau tidak bisa membedakannya? Aku ini sahabat mu...
Bahkan dalam matipun aku tetap ingin kau menjadi sahabat ku... Alisa."Lagi, peri aksahi menghela napas dan membuangnya perlahan, mencoba menghentikan tangisnya. Ia beberapa kali mencoba dan tidak membuahkan hasil. Semakin ia menahannya ia semakin merasakan sakitnya. Peri aksahi tidak bisa menghentikan tangisnya.