Bagian 9

230 36 0
                                    


Happy Reading^^

.

.

Randi terus berlari menuruni anak tangga untuk mengejar orang yang membawa Diva- gadis yang diculik.

Disisi lain, penculik itu memasuki ruangan ganti khusus dokter dan mengganti pakaiannya dengan pakaian yang awalnya ia kenakan. Diva ia dudukan di kursi roda dan dipakaikan masker di wajahnya, begitu juga penculik itu.

Saat hendak masuk ke parkiran, penculik itu mengangkat Diva dan meninggalkan kursi roda itu di pintu masuk. Dengan langkah cepat, Penculik itu berlari menuruni anak tangga.

Ia berlari menuju mobilnya. Menancapkan gas dengan kecepatan tinggi.

Randi baru saja sampai di tempat parkir bawah tanah. Ia gagal. Penculik itu berhasil membawa Diva.

Randi meremas rambutnya frustasi.

"Arrghhh, Sialan!"

***

"Maaf," Randi menundukkan kepalanya tak berani menatap Nesa yang duduk dihadapannya. Gadis itu terus melumat ice cream dengan santai.

Namun suara Randi membuatnya kesal.

"Ck, setelah gue hitung. Dari kemarin Lo ngucapin maaf sebanyak 127 kali Ran. Lo gak capek?" Gadis itu melirik Randi sekilas, lalu kembali menatap ke depan dan melanjutkan lumatannya.

"Gue ngerasa gagal banget Nes. Harusnya gue bisa nangkep penculik itu, tapi gue gagal,"

"Udah gapapa, polisi kan udah bertindak. Biar mereka aja yang cari nya." Nesa bangkit dari tempat duduknya. Kakinya melangkah maju.

"Mau kemana?" Tanya Randi.

Nesa menoleh ke arah belakang.

"Pulang,"

Nesa dan Randi mengayuh sepeda dengan santai. Setelah mengenal Randi, mungkin Nesa akan terbiasa jalan-jalan dengan sepeda di sore hari.

Ntahlah, rasanya gadis itu merasa kecanduan dengan kegiatan ini. Apalagi angin sore rasanya lebih segar daripada malam.

Malam tiba. Langit yang tadinya cerah pun kini berubah menjadi gelap. Hanya ada cahaya gemerlap bintang kecil dan bulan.

Nesa, gadis itu membaringkan tubuhnya di atas ranjang empuk miliknya. Pandangannya menatap kosong langit-langit kamar yang ia tempeli beberapa sticker.

Nesa menghela nafas kasar. Ia tidak bisa tidur sama sekali. Ingatannya masih berada pada Diva. Ia mengingat kembali luka gadis itu yang sangat parah.

"Dia gimana ya?" Gumamnya.

Randi melihat kamar Nesa masih terang dengan cahaya lampu. Sudah bisa Randi pastikan kalau Nesa belum tidur. Padahal waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam. Tidak biasanya Nesa seperti ini.

Laki-laki itu mengambil ponsel yang ada di atas kasurnya. Ia menekan nomor Nesa.

Nesa yang merasa handphone nya berbunyi langsung mencari benda itu. Tangannya terhenti sesaat ketika melihat nama orang gila tertera di layar handphone nya. Gadis itu menekan tombol hijau dan menempelkan handphone ditelinga nya.

"Apa?!"

Nesa berbicara dengan nada kesal.

"Kenapa belum bobo?"

Departure✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang