Bagian 35

156 16 1
                                    


Happy Reading^^

.

.

Tak terasa, sudah satu Minggu kepergian Alisa. Tetapi Randi, dia masih belum bisa menerima kepergian adiknya itu. Terkadang, ia selalu bicara sendiri di kamar Alisa, membayangkan bahwa adiknya itu ada disampingnya.

Namun, setiap laki-laki itu sadar, air matanya selalu turun tanpa permisi. Ia selalu ditampar oleh kenyataan pahit bahwa adik nya telah tiada.

Sepi rasanya setiap hari yang Randi jalani tanpa Alisa. Tak ada lagi yang mengganggunya. Tak ada lagi yang mengadu pada orang tuanya tentang kelakuan dirinya. Tak ada lagi yang harus ia perhatikan dirumah itu.

Alisa bagaikan separuh hidup dari Randi. Kemana pun ia pergi, Alisa diharuskan ikut. Mau tidak mau, Randi tak boleh menolak nya.

Alisa kecil dan Randi kecil saat itu masih tinggal di Semarang. Setiap pagi dihari Minggu, mereka akan bermain ke taman khusus anak-anak.

"Abang, Alisa pengen main pelosotan," rengek Alisa. Gadis itu masih berusia 3 tahun dan masih cadel. Sedangkan Randi, usianya saat itu masih 5 tahun.

Randi kecil menggeleng.

"Alisa gak boleh main perosotan. Perosotan nya tinggi, nanti Alisa jatuh, kalo jatuh, nanti Alisa dimarahin mamah." Larang Randi.

Alisa menatap Randi dengan tatapan ingin menangis. Apapun yang Alisa inginkan, harus selalu Randi turuti. Jika tidak, maka Alisa akan mengadu pada orang tuanya. Dan akhirnya, Randi juga yang kena marah. Hal itu berlanjut sampai besar.

"Alisa main ayunan aja ya, nanti Abang pegangin."

Senyuman Alisa kini muncul. Gadis itu mengangguk antusias.

"Abang beliin Alisa esklim ya, Alisa janji bakalan tunggu di ayunan ini," Randi tersenyum sembari menganggukkan kepalanya.

Anak laki-laki itu pergi beberapa meter dari tempat ayunan Alisa. Ia membelikan es krim rasa coklat kesukaan adiknya.

Namun saat ia kembali, Alisa sudah menangis. Dengan cepat, Randi menghampiri nya dan bertanya.

"Alisa kenapa nangis? Siapa yang jahatin Alisa? Biar Abang pukul,"

"Olangnya udah pelgi bang, tadi Alisa di dolong Dali ayunan, kaki Alisa sakit bang, hiks."

Randi meletakan eskrim itu di ayunan. Lalu ia berjongkok melihat sedikit luka di lutut adiknya. Tangannya mengusap pelan luka itu, dan meniupkan sedikit-sedikit agar perih nya ilang.

"Simsalabim, luka Alisa sembuh, Ting." Ucap Randi mencoba menghibur adiknya itu.

Alisa tertawa terbahak-bahak.


***

"Waktu itu aku pernah bilang sama kamu soal ngasih kejutan di hari Minggu," ucap Randi sambil berjalan.

Bel istirahat pertama sudah berbunyi. Nesa mengajak Randi menuju kantin. Ia tak ingin Randi melupakan jadwal makannya lagi.

Departure✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang