Happy Reading^^
.
.
Acara perkenalan sudah dilakukan. Alisa duduk di bangku barisan kedua bersama anak yang bernama Mira. Sebenarnya Alisa agak canggung, apalagi dengan teman barunya itu. Namun sebisa mungkin Alisa terlihat ramah agar memiliki banyak teman. Alisa tidak suka dibully. Mentalnya lemah.
"Rumah kamu dimana?" Tanya Alisa pada Mira yang sedang menggambar.
Mira menoleh, "Di jl.xxx,"
Gadis itu kembali fokus pada gambarnya.
Alisa sedikit memiringkan kepalanya. Gadis itu benar-benar dibuat kagum dengan karya Mira.
"Kamu jago banget gambar ya?"
Mira mengangguk tanpa menoleh.
Alisa tak ingin lagi bertanya. Jika ia terus membuka suara, mungkin Mira akan bosan padanya. Di jam istirahat seperti ini, harusnya ia pergi ke kantin. Tapi Alisa malu.
Randi datang bersama nesa ke kelas Alisa. Tangan kanan Randi membawa plastik yang isinya batagor kesukaan Alisa. Laki-laki bertubuh jangkung itu tersenyum.
"Kenapa ga ke kantin?" Tanya Randi. Laki-laki itu duduk di bangku depan dan menghadap Alisa.
"Canggung bang." Sahut Alisa menunjukkan deretan giginya itu.
"Nih," Randi menyodorkan plastik itu. "Abang bawain kamu batagor. Dimakan ya."
Alisa menerimanya dengan senang. Kebetulan sekali ia sedang lapar.
"Besok-besok kamu coba gabung ke kantin ya Lis, semuanya pada baik kok." Ujar Nesa.
"Iya kak, besok Alisa coba deh." Sahutnya kemudian menyuapkan batagor itu ke mulutnya dengan lahap.
Randi dan Nesa tak lama berada di kelas Alisa. Mereka kembali ke kelasnya lagi karna jam pelajaran sebentar lagi akan dimulai.
Alisa menoleh ke arah Mira.
"Mir, mau gak?"
Mira menoleh, kemudian menggeleng.
Sikap Mira membuat Alisa merasa semakin canggung. Ia tak tahu harus berbuat apa. Diam salah, banyak bicara juga rasanya salah. Untuk sekarang, Alisa tak mau memikirkan nya. Yang penting perutnya kenyang karna diisi batagor.
***
"Jadi, Alisa masuk SMA Margaretha?" Tanya Ali kepada teman-temannya.Wendi mengangguk.
"Iya Li. Setelah gue selidiki, Alisa emang sekolah disana. Katanya bareng abangnya juga."
Ali tertawa pelan. Ia meminum alkohol nya yang sisa setengah gelas kecil hingga tandas.
"Informasi dari Lo sangat berguna." Ali bangkit dari tempat duduknya. "Hari ini gue traktir kalian semua."
Ketujuh temannya itu mengangguk. Tak lupa untuk berterima kasih. Mereka mengikuti Ali dari belakang.
______
"Nesaa." Ucap Randi. Sedari tadi laki-laki itu mengekor di belakang Nesa. Padahal koridor sekolah cukup luas.
"Apa ran?" Gadis itu menoleh ke belakang.
"Pengen peluk, boleh?" Tanya Randi tanpa ragu.
Tak
Nesa menyentil dahi Randi.
"Lo kesambet apaan? Permintaanya aneh banget."
Randi mengaduh. Tangannya mengusap-usap dahinya yang terkenal sentilan Nesa.
"Yakann cuma minta. Siapa tau dikabulin." Sahutnya dengan cengengesan.
"Ngadi-ngadi Lo ahh,"
Gadis itu kembali melanjutkan langkahnya memasuki kelas.
Namun lagi-lagi Randi menghentikan langkah Nesa. Ia mencekal tangan kanan Nesa dan menarik nya membawa nesa ntah kemana.
"Ran, Lo mau bawa gue kemana sih?!" Ucap Nesa mencoba menyamakan langkahnya dengan langkah Randi yang cukup besar. Karna Randi memang tinggi. Sedangkan Nesa hanya seleher laki-laki itu.
"Ikut aja Nes jangan banyak protes."
"Tapikan, bentar lagi bel bunyi ran. Ayok balik. Kita ini udah kelas 12. Harusnya kita ngasih contoh baik buat adik kelas kita. Kalo kayak gini, sama aja Lo memberikan contoh jelek sama mereka. Apalagi kalo guru tau, kita bakal abis ran. Ayok balik."
Nesa terus berusaha melepaskan diri dari Randi.
"Randi! Lepasin ih. Ayok balik kelas."
Tak ada sahutan.
"Ran! Lo kenapa sih. Tangan gue sakit, jangan di pegang kenceng-kenceng!"
Randi menurut. Cekalan nya sedikit ia longgarkan. Namun ajakan nesa untuk kembali ke kelas tidak randi turuti. Ntah kenapa laki-laki itu tiba-tiba bersikap seperti itu.
Randi membawanya ke Rooftop sekolah. Cekalannya ia lepaskan. Membiarkan Nesa untuk bebas.
"Ngapain kita kesini ran?"
"Gue pengen peluk Lo Nes. Bentar aja ya."
Iris mereka bertemu. Nesa melihat kesedihan di mata Randi.
"Boleh ya, sekali aja." Senyuman tipis terukir di wajah laki-laki itu.
Nesa mengangguk kecil. Mempersilahkan Randi memeluk tubuhnya.
Laki-laki itu langsung berhambur ke pelukan Nesa. Erat sekali pelukan Randi untuk Nesa. Nyaman. Itu yang Randi rasakan. Mood nya kini telah kembali baik setelah memeluk Nesa.
Nesa sedikit ragu untuk membalas pelukan Randi. Tangannya bergerak mengelus punggung Randi dengan halus.
"Kalo ada masalah, jangan di Pendem sendiri. Gue tahu gak semua cowok itu kuat." Bisik Nesa pada telinga Randi.
Randi tersenyum kecut.
"Jangan tinggalin gue ya Nes. Gue udah terlanjur sayang sama Lo. Gue gak tahu bisa hidup lagi apa engga kalo Lo ninggalin gue." Isakan kecil terdengar dari mulut Randi.
Baru kali ini nesa melihat laki-laki menangis. Bahkan selama hidupnya pun ia tak pernah melihat ayahnya menangis. Dan sekarang, satu laki-laki menangis dihadapan nya. Sungguh, itu membuat hati Nesa merasa teriris.
"Lo kenapa ran? Kenapa Lo tiba-tiba ngomong kayak gitu? Lagian siapa yang mau ninggalin Lo?"
Randi melepaskan pelukannya. Tangannya kemudian mengambil kedua tangan nesa.
"Gue takut Nes. Semalem gue mimpi buruk." Lagi-lagi Randi memeluk Nesa dengan erat. Rasanya Randi ingin menangis sekencang-kencangnya. Namun ia malu dengan gender nya.
"Jangan takut. Gue bisa pastiin, gue gak bakalan ninggalin Lo ran. Plis jangan kayak gini."
"Janji?"
Nesa terdiam. Bukan ia tak mau berjanji. Namun ia takut melanggar nya. Tidak, Nesa tidak akan meninggalkan Randi. Namun siapa yang tahu tentang kematian seseorang? Hanya Tuhan yang tahu.
"Gue usahain."
"Bukannya waktu itu Lo bilang. Jangan ngucap janji kalo setidaknya kita sendiri ga mampu buat nepatinnya. Lo inget kan ran? Tapi disini gue bukannya gak mampu. Tapi gue takut, janji gue malah nyakitin Lo sendiri. Kalo gue sendiri bisa diusahakan buat tetep sama Lo. Jadi Lo jangan takut Ran."
Randi mengangguk.
"Gue percaya Nes."
"Bel udah bunyi. Ayok balik kelas." Nesa menggenggam tangan kanan Randi dan membawanya turun dari rooftop sekolah.
TBC....

KAMU SEDANG MEMBACA
Departure✓
Teen Fiction[JANGAN LUPA FOLLOW SEBELUM MEMBACA] ⚠️TYPO BERTEBARAN⚠️ ______ Ini kisah tentang seorang gadis yang memiliki seorang tetangga baru yang bersebelahan dengan rumahnya dan kini menjadi kekasihnya. Hubungan keduanya memang mulus, Namun tragedi pembunuh...