Bagian 46

121 12 0
                                    


Happy Reading^^

.

.

1 Minggu berlalu. Namun kesedihan Nesa belum juga hilang. Keceriannya telah direnggut. Bahkan, berat badannya pun turun drastis.

Setiap hari, orang tua Alfan sering menjenguknya. Menyuruh nya makan. Tetapi, mau bagaimana pun bujukan mereka, Nesa tetap tidak mau mendengarkannya.

Tak peduli walaupun akhirnya ia akan sakit. Tidak ada lagi perhatian seorang ayah dan bunda. Tak ada lagi orang yang mengantarkan sarapan dipagi hari seperti bunda. Mungkin saat ini bi Ratna masih bekerja disana. Namun bagi Nesa, tetap saja itu beda.

Gadis itu terbaring dengan memeluk boneka kucing pemberian Randi. Tatapannya mengarah ke jendela yang terbuka. Angin sepoi-sepoi memasuki celah dari jendela itu.

Randi datang menghampiri Nesa dengan membawa sarapan untuk gadis itu. Hal itu sudah Randi lakukan selama seminggu ini sebelum dirinya berangkat ke sekolah.

Yap, Nesa tidak mau kembali sekolah, dan guru nya pun mengizinkan Nesa untuk menenangkan diri terlebih dahulu. Mereka mengerti kesedihan Nesa. Apalagi kematian orang tuanya itu adalah pembunuhan, bukan kematian alami.

Randi menatap Nesa dengan tatapan sendu. Ia bisa tahu rasanya kehilangan orang yang di sayang. Dan kali ini, rasa kehilangan itu beralih pada Nesa. Sungguh, Randi tidak tega melihat wanitanya seperti ini.

Perlahan, laki-laki itu mendekati Nesa. Ia duduk di samping gadis itu. Tangannya mengusap lembut kepala Nesa. Mengaitkan sehelai rambut yang menghalangi wajahnya ke belakang telinga. Senyuman kini terbit di wajah Randi.

"Anak cantik gak boleh sedih terus," Ucap Randi.

"Tiap hari, aku selalu berdoa, semoga semuanya ini cuma mimpi. Tapi sayangnya, aku selalu tertampar ketika tahu ini itu nyata." Sahut Nesa tanpa membalas tatapan Randi.

"Kenapa harus mereka? Kenapa ran?"
Nesa mengubah posisinya menjadi bersandar pada kepala kasur.

"Semuanya udah takdir Nes. Kita gak bisa ngelawan kehendak Tuhan,"

"Iya, aku tahu. Tapi kenapa harus mereka? Kenapa harus ayah sama bunda? Aku yakin, ini pembunuhan berencana. Kalo aja polisi udah nemuin pembunuhnya, maka hukuman yang pantes itu harus impas. Sama-sama dibunuh,"

"Gak boleh gitu Nes. Gak baik,"

"Apanya yang gak baik? Apa aku salah kalo aku minta pembunuh ayah sama bunda dihukum secara fatal. Hukuman mati aja kayaknya gak cukup. Dia harus tersiksa dulu, biar aku puas."

Gadis itu berbicara tanpa berpikir. Siapapun, jika hal ini terjadi pada kalian, mungkin kalian juga akan berpikir seperti Nesa. Siapa yang rela jika orang tuanya dibunuh secara tragis seperti itu? Anak mana yang rela?

"Keuntungan apa yang kamu dapet ketika dia dihukum secara fatal. Apa dengan cara dia dihukum mati, maka nyawanya bisa gantiin ayah sama bunda kamu? Enggak kan? Percuma Nes, gak ada untungnya buat kamu."

"Iya, aku tahu ran. Mungkin ini gak ada untungnya buat aku. Tapi seenggaknya aku puas liat dia tersiksa."

Randi hanya menghela nafas. Untuk saat ini, mungkin Nesa tak akan mendengarkan. Tapi semoga saja di lain waktu gadis itu bisa berpikir jernih.

Departure✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang