Mata elang itu menelisik di balik helmet yang ia gunakan, irisnya sesekali melirik ke arah kaca spion untuk memastikan keamanan.
Aergeus memakirkan motornya saat tiba di tempat yang menjadi tujuannya, sebuah bangunan tua yang masih berdiri kokoh, dibaluti cat berwarna abu tua yang sudah tertutupi lumut hijau dan beberapa sarang laba laba.
Bangunan yang memiliki lima lantai itu terlihat begitu menyeramkan, aura yang tidak menyenangkan menguar di seluruh area bangunan, letaknya di tengah hutan membuat penerangan yang cukup minim.
Bangunan yang ia sebut sebagai markas.
"Baru datang?"
Aergeus menoleh, menghela nafas kemudian mendudukan dirinya pada sofa "Theo dimana?" bukannya menjawab, Aergeus malah Mengajukan pertanyaan lain.
Briar, pria yang tadi bertanya itu memutar bola matanya, "Antar Haera ke rumah Om Dafran."
"Geus,"
Aergeus menolehkan kepalanya, menatap penuh tanya pada Eza, sosok yang memanggilnya tadi.
"Apa? "
"Laper." Laki-laki bernama Eza itu mengerucutkan bibirnya, menampilkan ekspresi yang bertolak belakang dari wajahnya, meminta makanan layaknya anak kecil yang sedang kelaparan.
"Muka lu kayak begal yang lagi minta pengampunan." Umpat Briar menatap nyalang wajah Eza, menggelikan sekali, mengeluarkan wajah imut tanpa sadar dengan tubuh nya yang penuh dengan otot.
"Delivery."
"Briar aja ya, susunya belum habis." Laki-laki pecinta susu stroberi itu berucap tanpa beban, membuat Briar ingin mencekik lehernya detik itu juga, namun tak urung ia meraih handphonenya saat melihat sorot tajam dari Aergeus, menghindari perdebatan yang jelas tidak akan menguntungkannya.
Sesaat setelah Briar meletakkan kembali handphonenya, dari arah pintu muncul sosok Theo, bersamaan dengan Deo juga Xander.
"Kok bisa bareng? Janjian lo pada?"
"Gak sengaja ketemu di depan." Deo, pria berkulit putih pucat itu menjawab sambil mendudukan bokongnya tepat di sebelah Eza.
"Lo nyari gue?" Theo, pria dengan headband di kepalanya itu bertanya dengan mata yang berfokus pada handphone yang laki-laki itu genggam.
Aergeus menggelengkan kepala. "Gue cuman mau ngingetin hari besok."
Tatapan Theo menggelap, aura yang cukup gelap itu mulai keluar, membuat suasana tegang seketika. Theo dengan sikap brutalnya sangat sulit di kendalikan.
"Lo mau gue ngelakuin apa?"
Aergeus menatap dalam iris mata Theo, sebelum akhirnya berujar, "Besok tepat setahun kematian dia, dan lo gak pernah sekalipun ngunjungin makamnya, lo gak bisa terus kayak gini, Theo."
Desisan muncul pada akhir katanya, Aergeus mengeluarkan aura yang sama namun dengan emosi yang berbeda.
"Apapun yang lo lewatin, lo harus tetap terima kalau dia emang udah gak ada. Besok kita semua kunjungin makamnya, ini perintah." Aergeus berucap tajam, sosok tinggi itu mulai melangkah menjauhi sofa, menaiki beberapa anak tangga untuk mengunjungi kamarnya.
"Aergeus bener, lo gak bisa terus kayak gini, sebanyak apapun tekanan yang lo kasih ke diri lo sendiri gak akan buat dia balik hidup lagi." Xander berucap dengan wajah datarnya, pria yang di kenal irit bicara itu menatap sembarang arah, tidak memiliki nyali besar untuk menatap tatapan kosong milik Theo. Karna pada kesimpulannya, sosok cuek ini paling tidak bisa melihat sahabatnya begitu emosional.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARCHILLES♤ [END]
Teen FictionSeinna Batra Archilles meninggal dunia sebagai tokoh antagonis. Dan datangnya Xennia dengan wajah yang mirip namun dengan karakter yang bertolak belakang. ... Kejadian itu kembali terulang, hanya saja dengan posisi yang berbeda. Sebuah kesalahan...