Batang leher Xennia terasa patah saat Theo mencengkeramnya dengan kuat, laki-laki itu membenturkan punggungnya pada dinding markas yang dingin. Setelah beberapa saat yang lalu mereka membawanya keluar dari ruang inap Haera.Xander sudah berusaha menahan, namun laki-laki itu sudah kesetanan. Jika kalian bertanya bagaimana dengan Aergeus, laki-laki itu tidak ada di sana. Sang kapten telah menyerahkan semuanya pada orang yang bersangkutan, ia tidak ingin memperkeruh keadaan dengan keberadaannya di sana, laki-laki itu mungkin akan memperumit jika melihat apa yang mampu Theo lakukan pada Xennia. Aergeus hanya ingin semuanya berjalan dengan seharusnya, ketidak-beradaannya di sana akan jauh lebih baik.
“Lo bisa rasain itu? Gue ingin hancurin leher lo sekarang juga.” Theo berdesis rendah tepat di hadapan wajah Xennia, laki-laki itu terlihat berusaha menahan tenaganya di ujung tangan, berusaha keras untuk tidak menghancurkan Xennia detik itu juga.
“Gue gak minta pengampunan.” Dengan sudut bibir yang terangkat, Xennia berucap dengan tenang, tanpa sebuah getaran pada matanya.
Melihat itu membuat Theo mengeram marah, dengan kasar laki-lai itu membanting tubuh ringkih Xennia pada lantai yang dingin. Membuat Xennia mengumpat dalam hati saat merasakan kerasnya lantai polos itu. Kaki jenjang Theo kembali menghampiri Xennia, laki-laki itu meraih kerah baju Xennia, membawanya untuk kembali berdiri. Xennia tanpa perlawanan mengikuti apa yang Theo inginkan, walau ia merasa kakinya tanpa tenaga sama sekali, Theo membuang terlalu banyak tenaga hanya untuk mengurusi tikus kecil sepertinya.
Saat Theo hendak kembali melayangkan pukulan pada wajah Xennia yang sudah mengeluarkan darah pada beberapa bagian, laki-laki itu merasakan tahanan pada lengannya, “Gue gak butuh lo sekarang, Xander.”
Xennia menatap Xander dengan pandangan menggelikan, sebelah sudut bibirnya terangkat. Padahal gue udah siap untuk pukulan berikutnya
“Lo bisa bunuh dia.”
Tangan Theo bergerak melemparkan Xennia dengan mudah, membuat Xennia lagi-lagi mengumpat dalam hati, The memang berniat membunuhnya sepertinya. “Gue memang mau bunuh dia,” Sudah Xennia duga.
“Lo puas? Kalau dia mati bahkan tanpa lo tahu alasan apa yang dia punya sampai lakuin hal yang gak pernah lo duga, apa lo bisa puas? Kalau lo gak bisa tahan, senggaknya lo harus bertahan demi Haera. Dia korbannya.” Tidak ada yang membantah Xander, apa yang laki-laki itu sudah benar sepenuhnya, mereka harus mengetahui alasan Xennia hingga membuat Haera hancur berkeping-keping.
Mata Theo terlihat berkaca-kaca, “Gue harus bunuh dia.” Ucapnya lirih.
Xander mengangguk singkat, “I know, tapi bukan sekarang. Ada banyak hal yang perlu kita tahu.”
Xennia terlihat bangkit dengan perlahan, gadis itu mengeluarkan tenaga penuh untuk bisa bangkit sempurna. “Gak ada yang perlu kalian tahu, itu gak ada guna nya. Apa yang kalian tahu nanti gak akan merubah apa pun, gue tetap akan mati pada akhirnya.” Suaranya terdengar serak, seperti tercekat di ujung tenggorokan.
Xander mengangguk singkat menyetujui, “Kalau gitu bilang, kenapa lo lakuin itu?”
Xennia menatap Xander dengan nyalang, matanya sudah berkaca-kaca, rasa keberanian yang gadis itu pertahankan sedari tadi sepertinya sudah runtuh. Dengan pelan kepalanya menggeleng singkat, “I told you, semuanya gak akan merubah apa pun. Bahkan ketika gue jelasin semua di saat nafas terakhir gue pun, kalian gak akan percaya apa kalian dengar. Semuanya sia-sia,”
Theo menggigit bibir bawahnya, pipinya terlihat sudah basah oleh lelehan air mata yang keluar dengan derasnya. “Lo tahu sebanyak apa kepercayaan yang gue kasih untuk lo? Lo tahu sesakit apa gue ketika harus perlakuin lo kayak gini? Lo tahu sehancur apa gue ketika tahu apa aja yang lo lakuin? Lo tahu, kan?”
KAMU SEDANG MEMBACA
ARCHILLES♤ [END]
Teen FictionSeinna Batra Archilles meninggal dunia sebagai tokoh antagonis. Dan datangnya Xennia dengan wajah yang mirip namun dengan karakter yang bertolak belakang. ... Kejadian itu kembali terulang, hanya saja dengan posisi yang berbeda. Sebuah kesalahan...