Atlas mengerang lemah, tangannya terasa perih saat gesekan tali menyentuh kulitnya yang terluka. Terlebih luka-luka pada wajahnya, Jordan menghajarnya habis-habisan. Sialan!
Laki-laki itu terikat pada kursi di tengah-tengah ruangan, ruangan yang biasanya ia gunakan untuk menghabisi bajingan-bajingan sialan. Dan sekarang ia yang menjadi tawanan, itu benar-benar seperti bumerang.
Markas memiliki dua ruangan eksekusi, dan itu tidak kedap suara, jadi saat pintu ruang eksekusi sebelah terbuka ia bisa mendengarnya. Hanya saja setahu nya markas saat ini sedang kosong, siapa yang datang?
Ruangan sebelah beberapa tawanan di sekap, lima laki-laki yang menjadi pelaku penculikan Xennia dan Haera tempo lalu. Kelimanya menoleh saat pintu terbuka, matanya membola tidak menyangka dengan siapa yang mereka dapat pada netra sayunya. Tidak sedetikpun mereka membayangkan sosok berambut panjang itu akan datang, memikirkan bagaimana sulitnya membobol pintu markas.
Erlangga menatap gadis itu santai, “Gue gak akan buka mulut, lo bisa pergi sekarang.”
“Kita pastikan posisi lo aman, jangan khawatir.” Laki-laki di sebelah sosok Erlangga itu tersenyum tipis, Greg.
“Gue bisa keluarin kalian semua—“
“Gue gak minta bantuan lo, lo aman sekarang karena mereka belum nemuin lo. Jangan besar kepala, mungkin mereka akan menuin lo gak lama lagi. Mereka Zervanos, bukan orang sembarangan.” Erlangga berbicara tanpa menatap gadis itu.
Mata gadis itu bergetar singkat, “Kalian bisa mati.”
“Pasti. Kalaupun kita mati, itu memang udah seharusnya. Lo gak ada campur tangan sama takdir itu, walau pada faktanya lo sendiri yang kirim kita kesini.”
Mungkin Zervanos tidak tahu, tapi akhir dari semua ini sudah terencanakan. Bagaimana gadis itu membiarkan kelima laki-laki yang telah tunduk di bawah kakinya akan mati dalam waktu singkat, bagaimana gadis itu membiarkan kelima laki-laki itu tertangkap dengan mudah, semuanya sudah teratur dengan sempurna. Semua yang pernah mengikat tali merah dengannya harus musnah, tanpa terkecuali.
“Gue gak akan pernah maafin kalian.” Ucap gadis itu mutlak.
Mereka berlima tersenyum lirih.
“I know.”
...
Tangan itu bergerak pelan menyusuri pahanya, terasa satu tangan yang lain mengelus kasar bahu telanjangnya, tangan lainnya lagi membelai daerah-daerah sensitif. Haera mengerang marah, sentuhan-sentuhan sialan itu begitu terasa di kulit merah nya. Bajingan!
Tubuhnya berkeringat basah, matanya menutup kuat, setetes darah mulai muncul saat ia menggigit bibir bawahnya kasar. “JANGAN SENTUH GUE SIALAN! “
Gadis itu menjambak rambut yang terlihat begitu rusak, begitu pula sang pemilik. Apa pun yang ada padanya telah rusak.
“Jangan sentuh gue!”
Gadis itu berteriak ketakutan, sampai sebuah dekapan hangat terasa pada tubuhnya, “Gak ada yang sentuh lo, lo baik-baik aja. Semuanya baik-baik aja.” Tangan Theo bergerak halus mengelus surai basahnya. Theo memang selalu seperti itu, pelukannya selalu terasa hangat bagi Haera.
“Gue takut, mereka datang. Mereka hancurin hidup gue!” Gadis pada pelukannya itu masih meracau memilukan, sejak seminggu yang lalu selalu seperti ini. Dokter harus selalu memberinya penenang dengan dosis tinggi.
“Gue di sini, gue janji lindungi lo. Jangan takut.” Itu kalimat yang selalu Theo ucapkan setiap harinya. Terkadang membuat Haera muak saat ucapan itu terdengar seperti bualan semata.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARCHILLES♤ [END]
Ficção AdolescenteSeinna Batra Archilles meninggal dunia sebagai tokoh antagonis. Dan datangnya Xennia dengan wajah yang mirip namun dengan karakter yang bertolak belakang. ... Kejadian itu kembali terulang, hanya saja dengan posisi yang berbeda. Sebuah kesalahan...