“Di mana rumah lo?”“Lurus aja, di depan belok kiri.”
Axel kembali menoleh ke depan, memutar setir mobil ke kiri sesuai apa yang Xennia katakan.
“Gerbang putih.” Tunjuk Xennia pada gerbang putih yang menjulang tinggi.
Mobil Axel berhenti tepat pada gerbang itu, gerbang putih yang menjulang tinggi dengan lapangan luas dihiasi beberapa lampu, juga rumah mewah ber-cat putih menambah kesan seperti istana.
“Jangan dulu turun.” Xennia yang hendak membuka pintu mobil mengurungkan niatnya.
Matanya menatap Axel yang keluar mobil kemudian memutar arah, hingga gadis itu sedikit mematung saat Axel membukakan pintu untuknya.
“Thanks.” Ucap Xennia ragu.
“Sama-sama.” Axel menatap wajah pucat Xennia seraya menutup pintunya.
“Lo memang selalu pucat?” Tak tahan Axel pun bertanya.
“Apa? Ah, kulit gue memang pucat, turunan Mama.”
“Cantik, tapi jangan lupa pake lipstik. Lo kayak mayat hidup kalau bibir lo ikut pucat.”
Xennia mendelik tak terima, laki-laki ini memiliki rahang yang ringan, hingga tak peduli siapa pun akan ia komentari. Tipe laki-laki yang sangat menyebalkan.
“Sana pulang.” Ucap Xennia tidak lembut, ia kepalang kesal.
Bukannya pergi, Axel malah menyerahkan handphone milik laki-laki itu. “Apa?” Tanya Xennia tak mengerti.
“Gimme your number.”
Xennia terdiam, menimang apakah ia harus memberikan nomornya pada Axel. “Buat apa?”
“Buat hubungi lo.” Jawab Axel seraya memutar bola matanya malas.
Xennia meraih benda pipih itu, mengetikkan nomornya di sana tanpa lupa menyimpan kontak tersebut. “Gue gak akan ajak lo masuk, udah terlalu malam. Mungkin lain kali.” Xennia menyerahkan kembali handphone itu.
“It’s oke, lagian gue masih ada urusan. Gue pergi.” Ucapnya lalu masuk ke dalam mobil.
Xennia sedikit menunduk, mengetuk kaca mobil dua kali dan Axel membukanya, “Kenapa?” Tanyanya.
“Hati-hati.”
Axel terdiam sesaat, menatap dalam mata Xennia kemudian tersenyum. “Oke, masuk sana.”
...
Xennia melewati koridor lantai tiga, koridor yang biasanya di lewati anak kelas dua belas. Tentu saja berbagai tatapan masih ia terima, walau kebanyakan hanya tatapan kebencian. Xennia sudah tidak peduli lagi, ia tidak bisa menutup mulut mereka semua, tapi setidaknya ia masih bisa menutup telinganya sendiri. Biarkan saja, semuanya akan kembali surut dengan sendirinya.
“Ngapain disini?” Gadis dengan rambut panjang itu menatap Xennia tak suka.
“Cari Kak Atlas.” Ucap Xennia singkat.
“Gatal ya, lo. Kemarin Aergeus sekarang Atlas?”
“Kak Atlas ada di dalam?” Tanpa peduli ucapan Kakak kelas di hadapannya, Xennia bertanya dengan tenang.
“Masuk aja.” Ucapnya sebelum berlalu pergi.
Xennia terdiam di depan pintu, setelah yakin gadis itu baru melangkah masuk. Keadaan kelas yang ribut tiba-tiba sunyi saat ia datang, beberapa siswa menatap bolak balik antara dirinya dan kumpulan inti Zervanos di meja belakang.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARCHILLES♤ [END]
Fiksi RemajaSeinna Batra Archilles meninggal dunia sebagai tokoh antagonis. Dan datangnya Xennia dengan wajah yang mirip namun dengan karakter yang bertolak belakang. ... Kejadian itu kembali terulang, hanya saja dengan posisi yang berbeda. Sebuah kesalahan...