Langkah kakinya berjalan menyusuri koridor yang sepi. Pukul lima sore setelah belajar ballet. Keringatnya bercucuran di bagian pelipis dan belakang telinga, dengan sweater yang di ikatkan ke pinggang, jangan lupakan slayer hitam yang tak pernah absen melingkar di pergelangan tangannya. Penampilan yang terlihat acak-acakan namun sexy di saat yang bersamaan.Matanya memicing menemukan sosok yang cukup familiar, sosok laki-laki dewasa yang tengah menyender pada mobil yang terparkir tepat di depan gerbang utama. Jas hitamnya mencolok di antara beberapa murid yang masih berkeliaran.
Melanjutkan langkahnya semakin dekat, Xennia mengerutkan kening saat mengenali sosok tersebut. Alexander.
Xennia memutuskan untuk menghampiri, mendekati Alex yang menyambutnya dengan senyuman, “Kak Alex? Kok di sini?”
Alex melirik arloji yang melingkar di tangannya, “Kenapa baru keluar jam segini?”
“Emm... belajar dance, aku ikut club dance. Kakak ngapain disini?”
“Jemput kamu.”
“Ha? Ngapain jemput aku? Ada kepentingan apa?”
“Mama minta kamu ke rumah.”
Xennia mengangguk paham, “Kakak tahu aku keluar jam segini?”
“Kakak di sini tiga jam yang lalu.”
“Tiga jam yang lalu?” Xennia menganga tak percaya. “Maaf, aku gak tahu Kak Alex mau datang.”
“Gapapa, salah Kakak sendiri gak hubungi kamu dulu.”
Sekarang ia paham, mengapa ada beberapa siswi yang masih berkeliaran. Pesona seorang Alexander memang tidak bisa di tolak siapa pun. Beberapa orang bahkan rela menghabiskan waktunya sia-sia untuk mengagumi paras tampan yang Alex miliki.
Alex membukakan pintu mobil untuk Xennia, membuat gadis itu meringis malu. Oh ayolah, Xennia bisa membukanya sendiri!
“Ke rumah Xennia dulu, ya? Gak enak kalau Xennia berantakan gini.” Xennia melirik Alex di sampingnya.
“Kita cari butik di jalan.” Sahut Alex santai. Xennia hanya mengangguk. Toh, tidak ada ruginya.
Xennia merogoh handphone di dalam tas, mencari kontak seseorang kemudian mengetikkan sesuatu di sana.
“Siapa?” Alex tidak sengaja melihat room chat gadis itu mengernyit.
“Kakek, minta izin pulang telat.”
“Perlu Kakak yang minta izin?”
“Gak usah, udah di izinin juga.”
Alex mengangguk seadanya, pria itu memarkirkan mobil di depan sebuah butik, butik sederhana langganan Mama-nya. Tanpa lupa ia juga membukakan pintu mobil membantu Xennia.
“Kak Alex gak perlu ngelakuin itu.”
“Ngelakuin apa?”
“Bukain pintu, aku masih bisa sendiri.”
“Itu hal kecil Xennia, tidak perlu berlebihan.”
Seharusnya seperti itu, namun Xennia tataplah seorang gadis yang awam. Ia tidak pernah di perlakukan selembut itu oleh lawan jenis, mungkin terkecuali untuk Kakeknya. Dibandingkan dengan tersipu, rasanya lebih ke canggung, mungkin karena tidak terbiasa.
Alex memilih gaun berwarna biru muda selutut dengan lengan sebahu. Xennia yang merasa cocok dengan pilihan Alex meraihnya dengan sepenuh hati, tanpa kata gadis itu sudah tertelan di ruang ganti.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARCHILLES♤ [END]
Fiksi RemajaSeinna Batra Archilles meninggal dunia sebagai tokoh antagonis. Dan datangnya Xennia dengan wajah yang mirip namun dengan karakter yang bertolak belakang. ... Kejadian itu kembali terulang, hanya saja dengan posisi yang berbeda. Sebuah kesalahan...