Aergeus memandangi wajah damai Xennia ketika tertidur, gadis itu terlelap setelah membersihkan badan.
Aergeus tersenyum kecil. Tidak salah lagi, Aergeus memang jatuh hati pada gadis mungil yang terbaring di ranjang miliknya. Perlahan Aergeus menunduk, mendekati wajahnya pada wajah Xennia, mendaratkan bibir tebalnya pada hidung mancung Xennia. Hanya sebuah kecupan ringan.
Pintu kamar terbuka, muncul sosok Eza disana. "Udah di tungguin di bawah." Ucapnya pelan sebelum kembali menutup pintu.
Aergeus tak menanggapi, laki-laki itu terlalu sibuk memandangi wajah cantik Xennia.
"Jangan lama-lama tidurnya, Deo pasti lagi masak di bawah." Bisiknya tepat pada telinga Xennia.
Aergeus bangkit, laki-laki itu mengecup dahi Xennia kemudian berlalu pergi, menyusul teman-temannya yang sudah berada di bawah.
"Mana Xennia?" Tanya Briar.
"Tidur." Jawab Aergeus singkat.
"Barang-barang yang lo minta udah gue bawa. Baju sama celana panjang,"
Aergeus mengangguk singkat menanggapi Xander, pria itu meraih paperbag di atas meja, mengeceknya sebentar kemudian meletakkannya kembali.
"Deo di dapur?" Tanyanya di angguki Theo.
Tanpa pikir panjang Aergeus berlalu, menuju dapur tentu saja, "Gimana?"
Deo yang sedang berkutat dengan masakannya menoleh, "Pasta, sesuai pesanan lo."
"Untuk Xennia jangan terlalu pedas." Peringat laki-laki itu mutlak.
"Siap." Deo mengangguk singkat.
Aergeus kembali ke ruang utama, laki-laki itu mendaratkan bokongnya di samping Atlas. Memilih berkutat dengan benda tipis miliknya selagi menunggu kegiatan Deo selesai, selagi menunggu Xennia bangun.
"Lo beneran yakin bawa Xennia kesini?" Tanya Theo membuka suaranya.
Aergeus terdiam, beberapa anggota juga menatapnya. Laki-laki itu melemparkan handphonnya ke atas meja, menimbulkan bunyi yang cukup keras. Dapat terlihat jelas bagaimana pertanyaan itu menyinggungnya. "Gue yang akan pastiin dia tutup mulut, jangan khawatir." Jawabnya yakin.
"Dan kalau dia masih buka mulut?" Theo tidak berniat memancing, hanya saja keberadaan markas memang sangat privat.
"Cukup percaya sama gue." Rautnya terlihat tidak enak di pandang, laki-laki itu tidak suka jika ada yang meragukan tindakannya.
"Dan kalau dia masih buka mulut, apa lo juga yang akan habisin dia pake tangan lo sendiri?" Theo bertanya santai, ia tidak menyadari tatapan membunuh yang di layangkan Xander.
Sedangkan Aergeus mendesis pelan, "Theo,"
"Ya?"
Aergeus menatap mata Theo, mereka bertatapan dengan pandangan yang berbeda. Aergeus dengan tatapan dalam dan Theo dengan tatapan santai. Keduanya tampak tidak menyadari gelapnya atmosfer ruangan.
"Cukup percaya sama gue, gue gak akan buat posisi markas dalam bahaya."
Theo terdiam sesaat, sebelum menganggukkan kepala paham, "Sorry, gue gak maksud.”
“Semua orang yang ada di sini faham, Theo. Kemiripan Xennia sama Seinna memang bukan hal bisa kita denial. Tapi bukan berarti kebencian tidak berdasar lo itu bisa juga di pahami. Xennia jelas bukan orang yang bisa lo anggap sebagai pelampiasan.”
Ucapan Xander itu, memukul ulu hati Theo. Ia juga menyadari, bagaimana kesinisannya mengganggu gadis itu. Lalu itu memang bukan hal yang bisa di benarkan. “Sorry.” Ucapnya penuh penyesalan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARCHILLES♤ [END]
Teen FictionSeinna Batra Archilles meninggal dunia sebagai tokoh antagonis. Dan datangnya Xennia dengan wajah yang mirip namun dengan karakter yang bertolak belakang. ... Kejadian itu kembali terulang, hanya saja dengan posisi yang berbeda. Sebuah kesalahan...