ARCHILLES 034

1.5K 67 1
                                    


Karin Aurabella meninggal dunia. Mayatnya di temukan di kamar mandi dengan bekas kemerahan di lehernya. Beberapa jam setelah penyelidikan polisi menemukan tersangka utama, serta bukti-bukti yang di temukan di beberapa tempat.

Azka di tahan atas bukti-bukti pembunuhan.

Polisi menyatakan bahwa Azka sempat menyampaikan beberapa ancaman pada korban beberapa hari sebelum tragedi. Bukti pesan-pesan yang di kirim pria itu membuat spekulasi yang berujung pada fakta.

Azka mengalami kebangkrutan, dan Karin memiliki beberapa warisan peninggalan sang ayah. Karin yang menolak menandatangani pengalihan pemegang warisan membuat Azka marah, hingga puncaknya saat Azka mendatangi Karin ke rumah sakit dan membunuh mantan istrinya itu.

Ketetapan hukuman penjara akan di ambil pada sidang nanti.

Xennia dengan kain hitam yang menutupi kepalanya terisak pelan. Tangisannya seolah sudah habis ia keluarkan. Gadis itu masih berjongkok di depan makam sang ibu, sejak beberapa jam yang lalu.

Cukup banyak orang yang datang. Nenek dan kakeknya, Haera, Puluhan anggota Zervanos serta kerabat-kerabat terdekat Nenek dan Kakeknya. Hanya saja sebagian dari mereka sudah pulang, menyisakan sepasang suami-istri tua, anggota inti Zervanos dan Haera.

“Xennia?” Dira memanggil cucunya pelan, “Relakan ya, sayang?”

Xennia dengan tatapan kosong hanya mengangguk singkat, tidak begitu peduli dengan perkataan Dira. Gadis itu mendesah pelan, lagi-lagi ia merasa hampa, semua yang ia rasakan hanya sementara dan berujung hampa, lagi. Sejak dulu selalu seperti itu.

Setelah itu semuanya kembali pada tempat semula. Mereka semua pulang, Aergeus juga pulang, Xennia mengatakan ia sangat lelah. Dan Aergeus mengerti, Xennia hanya ingin sendirian.

Tangisan itu kembali terdengar. Xennia merendam wajahnya pada bantal, kain berwarna abu itu nyaris kuyup. Persetan! Xennia hanya ingin menangis saat ini.

Berpuluh-puluh menit Xennia berada di posisi yang sama, tak lama dari itu ia bangkit. Kakinya lunglai berjalan ke kamar mandi, ia juga mengunci pintunya dari dalam. Ada beberapa hal yang selalu berhasil membuat Xennia tenang ketika ia berada dalam keadaan tidak baik, seperti cutting, menenggelamkan diri pada bathtub, obat penenang, dan Aergeus. Hanya saja, Xennia tidak merasakan keinginan itu saat ini. Cutting, bathtub, obat dan Aergeus, Xennia tidak merasakan keinginan untuk mereka.

Seolah kebiasaan itu hilang begitu saja.

Untuk orang normal itu adalah hal yang bagus, namun bagi Xennia tidak, itu seperti ia tidak memiliki apa pun untuk di jadikan tempat pelampiasan. Xennia hanya sangat kacau, dan ia tidak punya sesuatu untuk meredakan. Rasanya lebih menyiksa.

Gadis itu menatap pantulan dirinya pada cermin. Mata yang sembab dan hidung memerah, bibir tanpa warna itu terlihat sangat mengerikan.

Bibirnya tiba-tiba tersenyum kecil, saat mengingat seseorang di kepalanya. Memang terlihat seperti senyuman, namun semakin lama sudut bibirnya semakin terangkat. Gadis itu tertawa kecil, kemudian terbahak-bahak. Tawa menggelegar itu memenuhi kamar mandi, suaranya menggema memantul dinding. Xennia benar-benar tidak waras!

Tawa itu bertahan lama, gadis itu terlihat seperti merasakan kepuasan, itu tidak normal untuk seseorang yang berduka. Semakin lama tawanya semakin mengecil, namun itu tidak benar-benar hilang. Rambut yang berantakan serta keringat yang membasahi membuatnya semakin terlihat kacau.

Xennia menggigit jarinya, di tengah-tengah bibir yang masih terangkat, terkadang mengeluarkan suara yang terdengar seperti dengusan. Gadis itu kembali melihat dirinya pada cermin, menatap setiap sudut wajahnya, membuatnya muak saat wajahnya terlihat mirip dengan si keparat Azka.

ARCHILLES♤ [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang