🦅
Sejenak Aergeus melihat tatapan teduh itu, namun tidak lama karna pemiliknya menundukkan kepalanya.
Seperti robot, kakinya berjalan maju tanpa bisa ia kendalikan. Namun semakin ia maju semakin pula gadis di hadapannya melangkah mundur.
Alisnya mengernyit saat gadis di hadapannya itu membalikkan badan, kemudian berlari secepat kilat. Mengabaikan itu, Aergeus lebih fokus pada mata gadis tadi yang berkaca-kaca, juga dengan tangannya yang bergetar.
Dapat Aergeus simpulkan, gadis tadi merasa ketakutan.
Tepukan di bahunya menyadarkan lamunannya, "Perlu gue yang lanjut?" Tanya Xander.
"Biarin aja. Cabut!"
Aergeus melangkah pergi, di ikuti Xander di belakangnya. Hanya ada mereka berdua, kemungkinan besar yang lain sedang berada di rooftop.
Langkah Aergeus tiba-tiba terhenti, membuat Xander mengangkat alisnya, namun tak urung pemuda itu juga mengikuti pergerakan Aergeus.
"Familiar." Gumamnya yang masih mampu terdengar.
"Kenapa?”
"Matanya."
"Apa?” Masih tak mengerti dengan apa yang Aergeus katakan, Xander kembali mengangkat alis.
Aergeus terdiam sejenak, matanya menelisik mencari gadis tadi yang memang sudah tak terlihat.
"Matanya mirip punya Seinna."
🦅
"Gue baik-baik aja, gue gapapa." Gadis itu menutup matanya, tangannya menyilang di depan dada, kemudian mulai menepuk pelan bahunya berulang kali, Butterfly hug.
"Huhhh,” Setelah tenang, gadis itu menurunkan tangannya.
Xennia menatap pantulan dirinya di cermin, melihat mata sembab dan rambutnya yang kusut. Sangat berantakan, pikirnya.
Tangannya menyalakan keran, kemudian membasuh wajahnya, mengeringkannya dengan tisu, tak lupa memoles pewarna pada bibirnya yang terlihat sangat pucat.
Selalu seperti ini, kejadian ini bukan yang pertama ataupun yang kedua, tapi sudah kesekian kalinya dan selalu berakhir sama. Xennia terbiasa ketakutan saat melihat hal-hal berbau kekerasan, atau lebih lebih mudah di katakan trauma.
Mengidap PTSD sejak berakhirnya hubungan kedua orang tuanya, ayahnya yang selalu menggunakan kekerasan pada sang istri di setiap kali marah membuat Xennia harus menanggung penyakit ini.
Bayangan menyakitkan itu kembali berputar di otaknya, di mana ayahnya menjambak rambut ibunya, di mana ayahnya mendorong kuat ibunya, di mana ayahnya memukul kepala ibunya menggunakan vas bunga hingga berdarah, dan semua itu ayahnya lakukan tepat di hadapan matanya.
Sangat menyakitkan, dan selalu menyakitkan.
Bayangan yang melintas itu membuat nafasnya kembali tak teratur, matanya kembali berkaca-kaca. Karena tak sanggup untuk menggunakan butterfly hug kembali, Xennia dengan kasar meraih botol obat di dalam tasnya. Obat penenang yang selalu ia gunakan saat mantranya tidak berfungsi.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARCHILLES♤ [END]
Novela JuvenilSeinna Batra Archilles meninggal dunia sebagai tokoh antagonis. Dan datangnya Xennia dengan wajah yang mirip namun dengan karakter yang bertolak belakang. ... Kejadian itu kembali terulang, hanya saja dengan posisi yang berbeda. Sebuah kesalahan...