Aergeus, Xander, Theo, Briar, Deo dan Axel. Ke-enamnya tampak menarik perhatian orang-orang yang berlalu lalang di rumah sakit, tinggi yang menjulang, paras rupawan jangan lupakan bumbu-bumbu luka di wajah mereka. Namun seolah buta, mereka berjalan tenang menyusuri koridor lantai tiga itu sampai pintu yang di tuju. Saat Aergeus hendak memegang kenop, pintu itu lebih dahulu terbuka dari dalam, menampakkan sosok Yira dengan wajah sembap.
“Tante,” Eza berjalan memeluk wanita itu. Yira yang kaget akan kehadiran mereka sedikit tersentak, namun tak urung ia juga menepuk-nepuk pelan punggung Eza yang merengkuhnya erat.
“Kenapa pada luka gini?” Yira melepas pelukannya, tangannya bergerak pelan menyentuh wajah Eza.
“Kalian juga, abis berantem sama siapa?”
“Biasa Tante, hehe.” Kata Deo terkekeh kecil, namun meringis setelahnya saat luka di sudut bibirnya terasa perih.
“Atlas gimana, Tante?”
“Dia udah sadar tadi, tapi sekarang lagi tidur, Tante suruh dia istirahat.” Tutur Yira lembut, “Kebetulan kalian kesini, Tante titip Atlas, ya. Tante harus pulang dulu, mau bersihin badan sekalian ambil makanan.”
“Biar Aergeus sama yang lain yang jaga Atlas, Tante. Tante istirahat aja.” Yira tersenyum saat Aergeus mengelus bahunya lembut, wanita itu juga mengangguk kecil menyetujui ucapan Aergeus, ia memang merasa sedikit lelah.
“Mau Tante masakan apa?”
“Gak perlu, Tante. Tapi kalau Deo lagi pengen rendang.”
Briar terlihat menginjak kaki temannya itu gemas, “Jangan di dengerin, Tante."
“Jangan repot-repot, Tante harus istirahat.” Timpal Xander.
Yira mengangguk paham, “Kalau gitu Tante duluan, jagain Atlas, ya.”
“Hati-hati di jalan, Tante.”
Aergeus masuk ke dalam setelah sosok Yara tertelan jarak, mereka menemukan Atlas terbaring lemah di atas brankar. Terlihat luka-luka yang terlihat parah, sobekan di pelipis dan hidungnya yang mancung, juga tulang pipi yang membiru. Mereka merasakan hatinya tergores ngilu, terlihat Eza sudah berkaca-kaca, air matanya siap meluncur jika ia tak mencoba untuk menahannya.
Tidak ada yang membuka suara, semuanya bungkam dengan perasaan yang tertelan dalam-dalam. Aergeus yang duduk di samping ranjang menatap Atlas lamat-lamat, terasa perasaan bersalah muncul di lubuk hatinya, walau bagaimana pun ia sebagai sosok ketua merasa gagal dalam melindungi para anggotanya. Terutama Atlas, sosok yang tidak memiliki teman lain selain Zervanos, berbeda dengan yang lain yang masih memiliki teman di luar sekolah ataupun hanya sebuah kenalan jauh. Atlas, hanya memiliki Zervanos.
Atlas terlihat bergerak tak nyaman, matanya mengerjap beberapa kali sebelum membuka sempurna, melihat keberadaan Aergeus dan yang lain membuatnya mengernyit sesaat, kemudian tanpa beban laki-laki tersenyum bodoh, “Hai,”
“Pantat lo ‘Hai’.” Dengus Briar pelan.
“Gimana keadaan lo?”
“Sekarat,” ucap Atlas asal— tidak juga sih.
“Soal orang-orang yang hajar gue—“
“Kita bahas itu nanti, lo harus sembuh dulu.” Potong Xander membuat Atlas mengernyit dalam.
“Terus soal luka-luka kalian?”
“Abis war dong kita.” ucap Deo dengan wajah bangga.
“Widih, gaya lo. Lawan mana, nih?”
“Travos dong, panas guy’s akhir-akhir ini sama Travos.”
Atlas terdiam mendengar ucapan Deo, terlihat bahwa laki-laki itu sedang memikirkan sesuatu, “Travos?”
KAMU SEDANG MEMBACA
ARCHILLES♤ [END]
Teen FictionSeinna Batra Archilles meninggal dunia sebagai tokoh antagonis. Dan datangnya Xennia dengan wajah yang mirip namun dengan karakter yang bertolak belakang. ... Kejadian itu kembali terulang, hanya saja dengan posisi yang berbeda. Sebuah kesalahan...