42 (END)

2.1K 38 11
                                    


~♡~♡~♡~♡~

"Selamat pagi, suamiku" Sapa Sabira dengan senyum yang hangat

Sang suami hanya mengangguk pelan, "Pagi..." Jawabnya datar sambil membetulkan kancing lengan seragam Kerajaan yang terpasang di tubuhnya

"Pagi ini sengaja aku membuatkan sarapan khusus untukmu. Dan semua ini adalah makanan kesukaanmu" Ucap Sabira sambil menyajikan beberapa masakannya

"Maaf Sabira, tapi saya tak ada waktu. Saya harus berangkat sekarang juga" Tolak Mateen sembari melangkah meninggalkan Sabira

"Kamu memang selalu saja menghindar dariku, Mateen!" Ujar Sabira membuat langkah Mateen terhenti dan mengarahkan pandangannya ke istrinya

"Ayolah, Sabira. Ini masih pagi dan saya akan menghadiri pertemuan penting dengan Kerajaan lain. Tolong jangan membuat suasana hati saya kacau hanya karena keluhanmu!"

"Tidak ada pertemuan sepagi ini, Mateen! Kamu memang selalu ingin berangkat lebih awal agar tidak memakan sarapan buatanku dan juga agar tidak berada lama-lama di dekatku. Benar begitu, kan?" Sabira melangkah mendekat ke arah Mateen, "Kamu memang selalu menghindar karena kamu membenciku, Mateen. Aku selalu melihat itu!"

Sabira mengerjapkan matanya, ia berusaha meredakan emosinya dan mencoba sabar menghadapi sikap suaminya.

Sabira mengerjapkan matanya, ia berusaha meredakan emosinya dan mencoba sabar menghadapi sikap suaminya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Aku tahu, Mateen. Aku tahu betul jika kamu memang masih tenggelam dalam masa lalumu yang dimana ada..."

"Jangan pernah sangkut-pautkan tentang Alona!" Potong Mateen yang tahu ke mana arah pembicaraan Sabira

"Tapi dia sudah tiada. Jadi, aku mohon untuk membuka sedikit hatimu untukku, untuk kebahagiaan keluarga kecil kita yang kita bina ini!"

"Semudah itu kamu mengucapkannya, Sabira?" Mateen memberikan senyuman pahitnya, "Apa kamu lupa jika semua yang telah terjadi pada kehidupan Alona adalah juga karena ulahmu?!" Sergah Mateen yang langsung berlalu pergi meninggalkan Sabira.

Mateen memilih tidak mau berlarut-larut dalam pertengkaran ini karena ia sudah terlalu muak mempermasalahkan hal seperti ini terus. Menurutnya, biar saja Sabira menanggung semua rasa amarah, kegelisahan serta kekecewaannya. Lagipula dahulu sebelum menikah, Mateen sudah mengatakan hal terpahit yang akan mereka jalani di kehidupan pernikahan dan nyatanya Sabira menerima-menerima saja. Lantas, lihatlah apa yang terjadi sekarang.

Dan memang, hari-hari pernikahan yang mereka lewati terasa tak berarti dan juga hampa karena tidak diisi oleh kasih sayang dan kebersamaan. Setiap hari hanya terisi dengan keributan oleh kedua pasangan itu. Hingga keluarga Kerajaan yang melihat dan mendengar itu merasa bingung dan juga heran, hingga ada rasa sedikit penyesalan di dalam hati mereka masing-masing karena telah mempersatukan Mateen dan Sabira. Namun, penyesalan sudah tak ada gunanya. Mau tidak mau keluarga Kerajaan ini harus menerima segala apa yang dulu mereka tanam. Dan juga Mateen serta Sabira yang setiap hari harus bisa menahan keegoisan dan amarah masing-masing. Ini semua dilakukan agar tidak menjadi bahan perbincangan rakyat maupun negara tetangga.

OUR INCOMPLETE STORYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang