35

685 39 14
                                    


~♡~♡~♡~♡~

Sesampainya di dalam mobil, Alona langsung menangis sejadi-jadinya karena ia sudah tak bisa menahan lagi rasa sakit yang sedang menyeruak dari dalam dadanya. Sedangkan Roy, asisten itu sedang memindahkan koper serta tas Alona dari yang tadinya berada di mobil bodyguard Paman Doni menuju mobil Mateen yang akan ditumpangi mereka.

Alona menutup wajah dengan tangannya untuk menahan suara isakan tangisnya yang sangat menggelegar. Dadanya begitu terasa sesak hingga napasnya terasa sedikit. Namun, Alona tetap mengontrol dirinya agar tidak jatuh pingsan.

Selesai memindahkan barang-barang milik Alona, Roy kembali memasuki mobil. Ia langsung memberikan Alona sebotol air mineral agar bisa menenangkan gadis itu karena melihatnya yang sangat histeris. Setelah Alona selesai meminumnya, kemudian Roy memberikan selembar tisu untuk menghapus darah di sudut bibir Alona.

"Nona, bersihkan darah di dekat bibir anda. Tidak enak jika nanti dilihat orang lain" Ujar Roy

Alona mengangguk dan mengambil tisu itu, lalu dengan perlahan ia mengelap darah yang berada di sudut bibirnya. Ia meringis kesakitan saat tisu itu bergesekkan oleh lukanya.

"Apa sangat sakit, Nona? Apa ingin diobati dulu?" Tanya Roy khawatir

Alona menggeleng, "Tidak Roy, aku tidak apa-apa" Jawab Alona ditemani dengan suara sesunggukannya

Nafas Roy masih memburu cepat. Pria itu masih sangat marah dengan apa yang baru saja terjadi.

"Nona, apa maksudnya semua ini? Kenapa Paman Doni terlihat sangat membenci anda? Kenapa barang-barang anda berada di mobil mereka? Nona, apakah alasan kepergian anda karena Paman Doni?!" Tanya Roy sangat penasaran

Alona sendiri tak bisa mengelak lagi, mungkin ia memang harus membuka semuanya pada Roy.

"Ya, Roy. Aku diancam jika tidak pergi meninggalkan Mateen, keluargaku akan dibunuh" Ungkap Alona dengan nada lirih

Jelas saja hal itu membuat mata Roy seketika terbelalak, "Saya sudah menduganya, Nona. Tuan Doni benar-benar jahat!" Marahnya

"Sudahlah, Roy. Ini mungkin sudah takdirku dan aku mohon agar kamu tidak mengatakan apapun soal ini pada Mateen. Tetaplah bersikap seperti biasanya dan seperti apa yang kukatakan pada Sabira, kamu bisa mengatakan pada Mateen kalau aku pergi meninggalkannya saat dia di rumah sakit" Pinta Alona

"Nona, tapi kebenarannya tidaklah seperti itu! Yang seharusnya merasa bersalah adalah Tuan Doni dan bukan anda"

"Tidak ada gunanya aku melawan, Roy. Aku ini hanya seorang gadis biasa dan ingin melawan orang-orang Kerajaan? Itu mustahil. Dari awal aku bersama Mateen, aku tahu bahwa resiko dan konsekuensinya adalah aku bisa saja berpisah darinya"

"Tapi, setelah Pangeran Mateen pulih akan saya bongkar semua kebusukan Tuan Doni. Saya benar-benar geram, Nona. Tidak seharusnya semua ini terjadi, seharusnya anda dan Pangeran Mateen hidup bahagia"

"Roy, aku mohon. Jangan!" Cegah Alona, "Jika kamu benar-benar mengabdi tulus pada Mateen, jangan pernah membongkar semuanya, semua kekacauan dan rahasia ini. Biarkan dia berbahagia setelah ini tanpa harus memikirkan aku lagi. Aku hanya ingin Mateen hidup dengan tenang. Aku mohon, aku sangat memohon padamu. Aku takut jika nanti kamu malah disakiti oleh Paman Doni karena telah membongkar semuanya. Dan kamu juga tidak bisa begitu saja melupakan Sabira, dialah penggantiku dan dia yang akan menjadi istri Mateen. Aku mohon, berjanjilah padaku kalau kamu akan terus menutup rapat-rapat rahasia ini"

"Tapi, Nona..."

"Roy, tolong" Lirih Alona dengan tatapannya yang sendu

Akhirnya dengan terpaksa Roy menganggukkan kepalanya, "Baiklah, Nona. Tetapi anda juga harus memikirkan perasaan anda. Ini pasti sangat menyakitkan!"

OUR INCOMPLETE STORYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang