25

614 40 4
                                    


~♡~♡~♡~♡~

London sudah berhiaskan langit malam. Di pukul 12 dini hari Alona baru saja membaringkan tubuhnya untuk tidur, namun pada saat ia baru saja mematikan lampu kamarnya tiba-tiba suara nada dering smartphone miliknya berbunyi.

Dengan cepat Alona menyalakan kembali lampu tidurnya. Ia mengernyitkan dahinya saat melihat sebuah panggilan tak dikenal sedang menghubunginya. Tanpa merasa curiga Alona langsung mengangkat panggilan itu,

"Halo?" Sapa Alona

"Halo, Nona. Apa kamu masih ingat dengan suara saya ini?" Terdengar suara seorang pria dari seberang telepon

"S... Sultan Bal...vinda?" Tanya Alona dengan raut wajah yang begitu terkejut

"Wah, hebat! Kamu bisa dengan mudah mengenali suara saya"

"A.. ada apa ini? Mengapa Sultan menelepon saya?" Tanya Alona gugup karena sebelumnya Sultan Balvinda tidaklah pernah menghubunginya dan entah dari mana Ayahnya Mateen itu mendapatkan nomor teleponnya.

"Saya hanya ingin berbincang saja denganmu karena saya tahu jika Mateen dan Sabira pasti sudah tidur di kamarnya masing-masing"

Perasaan Alona mulai tidak enak dan juga rasa panik sudah menghampirinya sejak tadi. Apa maksud dari Ayahnya Mateen menghubunginya?!

"Saya tahu setiap hari hati dan pikiranmu tersiksa karena permasalahan ini. Terlebih kamu pun tak berani untuk memberitahukan pada Mateen tentang rasa sedihmu itu karena Mateen sudah terlalu banyak membahagiakanmu, bukan?" Ucap Sultan Balvinda

Alona membulatkan matanya, bagaimana bisa Sultan Balvinda tahu tentang perasaannya? Apa para bodyguard Mateen atau jangan-jangan malah Roy yang memberitahunya pada Sultan? Ah entahlah, rasanya tidak sempat untuk memikirkan hal itu.

"Coba pikirkan, apa kamu betah berlama-lama dalam kondisi seperti ini? Karena saya tak akan tinggal diam, Nona. Saya mempunyai 1001 cara untuk Mateen bisa kembali ke Istana dan menikah dengan Sabira. Namun sebelum itu saya ingin memberikan sedikit pelajaran untukmu. Pelajaran hidup yang tak akan pernah kamu lupakan seumur hidupmu" Desis Sultan Balvinda, "Dan saya rasa kamu sudah cukup puas dengan beberapa bulan ini bersama Mateen"

"Tidak, Sultan. Beberapa bulan pun tak cukup rasanya, kami ingin seribu tahun untuk selalu bersama!" Potong Alona sengit

"Wow! Saya amat terkesan padamu, Nona. Tapi saya rasa sudah cukup sampai disini saja, saya sudah sangat muak melihatmu bersama dengan Mateen. Saya minta kamu menyerahlah, tinggalkan Mateen dan pergilah jauh-jauh dari hidup puteraku!" Bentak Sultan Balvinda

"Maaf, tapi saya tidak akan pernah meninggalkan Mateen. Saya begitu mencintainya bahkan melebihi hidup saya sendiri" Balas Alona dengan suara lirihnya

"Hei, pikirkanlah. Kalaupun kamu dan Mateen pergi ke ujung dunia sekalipun kami masih tetap bisa menemukan kalian berdua dan saya akan menjamin kalau kamu takkan pernah merasakan hidup yang bahagia dan aman dengan Mateen jika kamu memilih bersamanya. Satu lagi, jika sampai saya bertemu denganmu, saya tidak akan bisa menjamin nyawamu, Nona"

"Sultan mengancam saya?!" Balas Alona yang kini memberanikan diri melawan Ayahnya Mateen

"Oh, saya rasa kamu tidaklah takut" Ucap Sultan Balvinda santai, "Hmmm.. ya sudah, bagaimana jika kita membicarakan mengenai keluargamu? Orangtua dan adik yang sangat kamu sayangi dan cintai itu" Hardik Sultan Balvinda

Mendengar itu membuat degup jantung Alona seakan-akan berhenti. Alona sungguh mengerti maksud dari pembicaraan Sultan Balvinda, bahwa Ayahnya Mateen itu akan melibatkan keluarganya yang dimana bisa-bisa nyawa orangtua dan juga adiknya akan terancam.

OUR INCOMPLETE STORYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang