34

624 32 12
                                    


~♡~♡~♡~♡~

"MATEEN!" Pekik Alona saat ia menyadari kalau yang tertabrak itu adalah belahan jiwanya!

-------

Lantas Alona langsung berlari ke arah yang berlawanan menuju dimana tubuh Mateen tergeletak di atas aspal.

Terlihat kening, pelipis dan lengan Mateen penuh dengan darah. Alona panik, sungguh panik. Tangannya sangat gemetar menyaksikan kejadian yang tak pernah ia duga.

Alona meletakkan kepala Mateen di pangkuannya, ia menangis tersedu-sedu melihat Mateen yang mencoba untuk tetap sadar dengan nafas yang sudah terasa tipis. Pria itu malah tersenyum sedikit dan dengan sekuat tenaga mencoba berusaha memegang pipi Alona. Melihat hal itu membuat Alona langsung meraih tangan Mateen dan meletakkannya di tempat yang Mateen inginkan, yaitu pipi Alona. Ia tahu kalau Mateen tidak cukup tenaga untuk melakukan itu.

"PLEASE, PLEASE, DON'T!" Panik Alona sambil terus menggenggam erat tangan Mateen. Ia sangat takut kehilangan belahan jiwanya itu.

"Saya tahu jika kamu mencintai saya, Alona" Lirih Mateen dengan senyum hangatnya bersamaan menahan sakitnya luka-luka di tubuhnya.

"PLEASE, HELP!" Teriak Alona pada orang-orang sekitar yang sudah mengerumuni mereka

"I'm calling an ambulance!" Ucap salah satu seorang wanita

Namun, sesaat setelah wanita itu selesai menelepon ambulance, tiba-tiba terlihat sebuah mobil yang berhenti di seberang jalan, itu adalah Roy dan Sabira serta beberapa bodyguard lainnya.

"OH GOD, MATEEN!" Sabira teriak histeris dan langsung berlari menghampiri Alona dan juga Mateen

"ROY, TOLONG!!!" Teriak Alona dan dengan cepat Roy serta beberapa bodyguard langsung mengangkat tubuh Mateen. Tak lupa menyisakan dua anak buah untuk bersama seorang pria yang telah menabrak Mateen.

Dengan tergesa-gesa mereka membawa tubuh Mateen masuk ke dalam mobil, kemudian disusul oleh Alona yang tetap berada di dekat Pangeran itu. Alona kembali menaruh kepala Mateen diatas pahanya saat mereka sudah berada di dalam mobil.

"Mateen, maafkan aku" Derai air mata Alona tak henti-hentinya berderai begitu juga dengan Sabira yang duduk di depan.

Alona terus menerus menggosok-gosokkan telapak tangannya dengan telapak tangan Mateen agar pria itu tetap tersadar, karena Mateen sudah sangat lemah dan nyaris tak sadarkan diri sejak tubuhnya dibawa ke dalam mobil.

"Aku sudah terlalu pasrah dengan hidup ini. Saking pasrahnya hingga belahan jiwaku pun aku relakan. Namun, bukan seperti ini. Bukan seperti ini jalan yang kumau. Kenapa orang yang sangat kucintai yang jadi korbannya? Kenapa bukan aku saja?!" Alona berucap dalam hati. Tak henti-hentinya Alona juga mengumpatkan kalimat hinaan pada dirinya sendiri karena Alona merasa bahwa semua ini terjadi karenanya.

-------

Sesampainya di rumah sakit, mereka langsung membawa Mateen masuk ke dalam Instalasi Gawat Darurat untuk mendapatkan pertolongan pertamanya. Alona mencoba untuk tetap di samping Mateen namun dokter & perawat mencegahnya dan menyuruhnya untuk menunggu diluar.

"Mateen, maafkan aku. Aku benar-benar minta maaf, ini semua karena aku. Aku benar-benar bodoh sudah melakukan ini!" Alona meracau sambil memandangi wajah Mateen dari kaca luar ruangan tempat Mateen sedang diobati.

Tangan dan baju Alona yang masih berlumuran darah Mateen pun membuat dirinya semakin merasa bersalah. Malah rasanya Alona membenci dirinya sendiri dan tidak bisa memaafkan kejadian itu sampai kapanpun.

Tepat di samping Alona, terdapat Sabira yang sejak tadi juga menangis karena merasa khawatir akan pria yang dia cintai tak berdaya di atas ranjang rumah sakit.

OUR INCOMPLETE STORYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang