32

615 27 4
                                        


~♡~♡~♡~♡

Sementara itu di peternakan terlihat Mateen, Sabira serta Paman Doni tengah menikmati sarapan di bawah teduhnya pohon yang menghadap tepat ke luasnya lapangan polo. Mereka sangat asik menyatap masakan yang di bawa oleh Sabira. Namun, walaupun menikmati hidangan yang dibuat oleh Sabira, tetap saja pikiran Mateen tetap tertuju pada Alona. Ia terus berpikir bagaimana caranya untuk memperbaiki hubungannya dengan kekasihnya itu.

"Sabira, apa tadi kamu sudah mengajak Alona?" Tanya Mateen

"Ya, sudah. Tetapi dia menolak. Alona berkata kalau dia merasa tidak enak badan" Jawab Sabira

"Mengapa dia malah tidak enak badan setelah mendengar kabar baik tentang hubungan kalian? Aneh sekali" Sambar Paman Doni

"Paman, sebenarnya belakangan ini hubungan saya dengan Alona tidaklah baik. Dia tidak berbicara pada saya dan bahkan dia bersikap acuh pada saya. Tetapi di sisi lain, saya tidak merasa kalau saya melakukan kesalahan padanya" Ujar Mateen pada Paman Doni

"Mateen, kamu yakin dia tidak macam-macam, kan? Maksud saya, dia tidak mempunyai niat yang buruk dalam hubungan kalian, kan?" Kata Paman Doni mencoba memanas-manasi Mateen

"Tidak, Paman. Alona bukanlah gadis seperti itu!" Jawab Mateen tegas

"Ya siapa yang mengetahui apa isi hati Alona yang sebenarnya. Tetapi..."

"Cukup, Paman!" Potong Mateen, "Bukankah kalian sudah merestui hubungan kami? Lalu kenapa Paman masih mencurigai Alona?!" Hardik Mateen

"Maksud saya bukan seperti itu, Mateen. Tetapi pasti ada alasannya kenapa Alona tiba-tiba berubah. Namun, saat ini kita pun belum mengetahui jawabannya. Saya yakin kalau saat ini kamu pasti juga mencurigai Alona" Ujar Paman Doni disusul dengan senyum liciknya

Mateen mengendus kesal. Sebenarnya ia juga merasa curiga pada Alona. Tetapi ia masih belum bisa menemukan jawaban atas apa yang terjadi pada Alona.

"Sabira, apa tadi kamu melihat Alona secara langsung saat kamu mengajaknya untuk kesini?" Tanya Mateen

Sabira hanya mengangguk, wanita itu tidak bisa menjawab karena mulutnya masih penuh oleh makanan.

"Lalu, kamu melihat Alona seperti apa? Apa dia benar-benar terlihat lemas? pucat? atau bagaimana?" Tanya Mateen lagi

"Entahlah, Mateen. Dia terlihat seperti biasa. Hanya saja, wajahnya selalu mengekspresikan kesedihan dan juga matanya selalu sembab" Jawab Sabira setelah selesai menelan makanannya

"Saya rasa tidak begitu. Wajah Alona memang tipe wajah yang sayu, jadi seakan-akan dia selalu terlihat sedih" Sambar Paman Doni

Mateen tidak melanjutkan obrolan ini. Ia memilih untuk menyantap makanannya kembali sembari melamun. Ia mulai terpacu oleh isi pikiran di kepalanya.

"ROY!" Tiba-tiba Mateen memanggil asistennya

"Ya, Pangeran. Ada yang bisa saya bantu?" Tanya Roy dengan sopan

"Jemput Alona, bujuk dia agar dia mau kesini. Katakan padanya, saya dan dia harus bicara" Suruh Mateen

"Baik, Pangeran. Saya akan langsung ke villa" Jawab Roy yang langsung bergegas ke parkiran untuk mengendarai mobil

Diam-diam Paman Doni tersenyum kecut, "Malangnya dirimu, Mateen. Karena wanita yang kamu maksud sudah tidak ada lagi disana. Tunggu saja setelah Roy sampai di villa, kabar mengejutkan akan terdengar di telingamu" Batin Paman Doni dengan senangnya

-------

Suara deru mesin mobil terdengar saat mobil yang dikendarai Roy memasuki gerbang villa. Setelah ia memarkirkan mobil, selanjutnya asisten Mateen itu langsung bergegas menuju unit villa yang mereka tinggali.

OUR INCOMPLETE STORYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang