28

510 23 0
                                    


~♡~♡~♡~♡~

"Kita harus bicara
D"

Alona mengernyitkan dahinya, "Orang yang mengirimi pesan ini memakai inisial D. Apa ini dari Paman Doni?" Tanyanya dalam hati

-------

Dengan cepat Alona langsung berlari ke dalam kamarnya meninggalkan Mateen yang sudah tertidur pulas di sofa ruang tengah. Namun sebelum memasuki kamarnya, Alona memastikan bahwa tidak akan ada orang yang akan mendengarkan obrolannya dengan Paman Doni. Setelah yakin merasa aman, selanjutnya Alona masuk ke dalam kamarnya lalu tak lupa ia juga mengunci pintunya.

Alona mulai duduk di atas ranjangnya dan dengan ditemani degup jantung yang berdebar ia langsung menekan nomor telepon yang tadi mengirimi pesan padanya.

"Halo?" Sapa Alona saat panggilan teleponnya diterima

"Kamu tahu bahwa ini saya kan, Nona?" Ucap seorang pria dari seberang telepon

"Paman Doni?" Tanya Alona memastikan dengan suara gugupnya

"Benar sekali!" Jawab Paman Doni, "Saya mendengar bahwa beberapa hari ini kamu jatuh sakit, Nona? Uh, malangnya dirimu. Tetapi saya akui kalau kamu cukup pintar karena mengulur waktu agar bisa lebih lama menghabiskan sisa waktumu bersama Mateen. Oh ya, saya juga sangat salut padamu karena kamu sangat patuh memainkan permainan ini, Nona. Kamu begitu sanggup tidak memberitahukan ini pada Mateen, ya?" Ujar Paman Doni dengan sinis

"Bukankah ini seperti apa yang Paman minta? Ini semua saya lakukan demi keselamatan keluarga saya. Tetapi saya sangat berharap bahwa Paman ataupun Sultan bisa merubah pikiran dan merestui hubungan kami. Saya sangat tersiksa menjalani kehidupan seperti ini, rasanya tak sanggup kalau harus dipaksa meninggalkan Mateen yang amat sangat saya cintai" Dengan suara tangisnya yang terisak-isak Alona mencoba kembali memohon kepada Paman Doni. Berharap akan ada keajaiban yang datang padanya.

Mendengar ucapan Alona membuat Paman Doni seketika tertawa, "Hahahaha apapun permintaan ataupun permohonanmu tidak akan pernah kami kabulkan, Nona. Nikmati saja karena semua ini adalah balasan untukmu"

"Balasan Paman bilang? Apakah saya salah dan berdosa bila mencintai Mateen sehingga saya harus mendapatkan balasannya?! Ini sungguh tidak adil. Saya menerima dengan lapang dada saat kalian menghina dan mengolok-olok saya. Namun sekarang kalian begitu menindas saya seakan-seakan saya sudah melakukan dosa yang begitu besar"

"Ya, tentu saja kamu salah karena kamu telah mencintai seorang Pangeran yang pastinya tidak sepadan denganmu! Itulah kesalahanmu, Nona. Lihatlah Sabira, dialah yang pantas untuk Mateen. Dengan hatinya yang tulus dia menunggu Mateen. Saya sungguh tak tega padanya, sesegera mungkin Mateen dan Sabira harus kembali ke Kerajaan untuk menikah. Maka dari itu, inilah saatnya, inilah waktu yang tepat" Desis Paman Doni

Pikiran Alona semakin tak karuan dan perasaannya juga semakin tak enak. Warna kulit yang pucat kembali mewarnai wajahnya. Ia merapatkan rahangnya kuat-kuat, tidak kuat menahan rasa sakit yang menyeruak keluar. Air matanya tak henti-henti berderai hingga rasanya seperti tak ada air mata yang menetes lagi.

"Sekarang saya ingin memberitahumu sesuatu. Dengarkan ini baik-baik" Ucap Paman Doni kemudian

"Besok pagi-pagi sekali sebelum Mateen, Sabira ataupun Roy bangun. Kamu harus pergi ke Hyde Park dengan mengenakan pakaian olahraga. Jangan lupa meninggalkan pesan kepada Mateen dengan alasan kalau kamu sedang pergi berolahraga ke taman dan minta padanya untuk jangan mencarimu. Saya akan menunggumu disana, di taman itu" Perintah Paman Doni yang langsung memutus panggilan telepon Alona.

Alona langsung menjatuhkan tubuhnya dari yang sebelumnya ia terduduk. Air matanya tak henti-henti menetes menangisi kenyataan pahit. Mau tidak mau ia harus menuruti perintah dari Paman Doni agar nyawa keluarganya tidak terancam. Namun tetap saja, di sisi lain hatinya tidak mampu jika harus meninggalkan Mateen.

OUR INCOMPLETE STORYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang