40

730 35 7
                                    


~♡~♡~♡~♡~

Sehari telah berlalu, sejak kejadian kemarin membuat Mateen menghabiskan seluruh waktunya hanya berdiam di dalam kamarnya.  Saat ini Mateen tengah duduk menatap ke arah barang-barang milik Alona pemberian darinya yang kini sudah tersusun rapih di karpet kamarnya. Ia mengambil satu-persatu barang itu, mulai dari tas, sepatu hingga coat bulu bermerek yang belum tercuci dan masih menyemburkan semerbak aroma tubuh Alona disana.

 Ia mengambil satu-persatu barang itu, mulai dari tas, sepatu hingga coat bulu bermerek yang belum tercuci dan masih menyemburkan semerbak aroma tubuh Alona disana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mateen memeluk coat itu, lalu ia hirup aroma itu dalam-dalam. Mateen sangat bisa merasakannya, ia merasa seakan-akan Alona sedang berada di pelukannya.

Masih jelas diingatan Mateen ketika dulu Alona memakai coat bulu pemberiannya itu. Alona begitu terlihat menggemaskan karena tubuh mungilnya yang seakan-akan tenggelam di dalam coat yang Alona sendiri kenakan. Ah, mengingat itu membuat Mateen tersenyum sendiri dan menjadikannya kenangan termanis yang pernah ia rasakan.

"Saya benar-benar merindukanmu, Alona" Lirih Mateen penuh deraan rasa sakit yang terasa di dadanya.

Matanya terpejam, cukup lama ia memeluk sambil menyiumi coat itu. Hatinya begitu lemah tanpa adanya lagi cinta sejati di hidupnya. Entahlah, apa ia akan sanggup untuk menjalani kehidupannya yang kini terasa hampa.

"Aku tahu kamu pasti sangat merindukannya, Mateen" Ucap Sabira mengagetkan. Entah sejak kapan wanita itu berdiri di hadapan Mateen

"Sedang apa kamu disini?" Tanya Mateen kesal

"Hanya memastikan kalau kamu baik-baik saja dan tidak melakukan hal yang macam-macam karena beberapa hari lagi adalah hari pernikahan kita" Jawab Sabira yang kemudian mengambil langkah untuk duduk di samping Mateen

"Ini hidup saya, Sabira. Apapun bebas saya lakukan untuk hidup saya!" Sahut Mateen marah, "Saya begitu muak denganmu! Saya sedang berduka saat ini dan kamu hanya terus membicarakan tentang hari pernikahan saja! Seharusnya kamu merasa bersalah karena dulu tidak mengungkap kebenaran tentang Alona pada saya dan menyebabkan dia, belahan jiwa saya meninggal!" Bentak Mateen pada Sabira. Emosinya sudah tak bisa ia tahan lagi.

"Mateen, aku tak bermaksud be..."

"Cukup!" Potong Mateen, "Apapun yang kamu ucapkan tak ada gunanya lagi bagi saya, Sabira. Saya sudah kehilangan satu-satunya alasan saya semangat untuk hidup!"

Mateen bangkit dari duduknya dan melangkah menuju lemari besar dikamarnya. Kedua tangannya membuka gagang lemari itu lalu mengambil sebuah koper. Ia memasukkan segala barang-barang Alona ke dalam koper itu. Setelah selesai, Mateen langsung memberdirikan kopernya dan menariknya.

Sejak tadi Sabira hanya menatap heran ke arah Mateen. Namun, ketika Pangeran itu mulai berjalan ke arah pintu kamar sambil membawa koper, sontak membuat Sabira langsung menyadari jika Mateen ingin pergi.

"Kamu ingin pergi kemana?" Tanya Sabira bingung sambil mengejar langkah Mateen

"Ke tempat yang sangat jauh" Jawab Mateen dengan penuh yakin

OUR INCOMPLETE STORYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang