~♡~♡~♡~♡~2 jam telah berlalu, suara ketukan pintu kamar membuyarkan Alona dari lamunannya. Dengan cepat Alona berjalan menuju ke arah pintu untuk membukanya dan ketika di buka terlihat ada Mateen yang berdiri disana.
"Hai, bagaimana keadaanmu?" Sapa Mateen, "Apa kamu masih terus menangis sejak tadi? Lihat, matamu sungguh sembab" Sambungnya sambil mengusap lembut pipi Alona
"No, I'm okay" Jawab Alona datar
"Dimana Sabira?" Tanya Alona kemudian
"Dia berada di kamar tamu untuk istirahat" Jawab Mateen sambil merangkul Alona, lalu mereka berjalan bersama menuju balkon utama unit ini.
Mereka duduk di sebuah ayunan panjang tepat menghadap ke pemandangan Kota London di siang hari. Alona menyandarkan kepalanya di dada Mateen karena sejak tadi gadis itu sudah begitu merindukan kekasihnya.
"Kamu menyukai hadiah dari saya tadi?" Tanya Mateen membuka pembicaraan
"Ya, tapi kenapa kamu malah membelikanku barang-barang itu? Bukankah kamu dan Sabira seharusnya bertemu Paman Doni?"
"Ya Alona, tetapi saat kami kesana dia tidak ada di apartemen, katanya sedang ada urusan. Lalu akhirnya Sabira mengajak saya untuk menemaninya berbelanja di Bond Street dan saya pikir sekalian saja membelikannya untukmu. Lalu tiba-tiba Paman Doni menelepon dan mengatakan kalau dia sudah berada di apartemen, jadi saya memutuskan untuk menyuruh Roy yang mengantarkan barang-barang itu untukmu karena sangking tidak sabarnya saya untuk bisa segera memberikannya padamu" Jelas Mateen
"Okay, terima kasih atas barang pemberianmu itu. Lalu bagaimana? Apa yang dikatakan Paman Doni saat kalian kesana?" Tanya Alona dengan serius karena sejak tadi ia sungguh menanti-nanti jawaban atas pertanyaannya itu.
Mateen menggeleng, tampak dari wajahnya ada hal yang tak membuatnya puas, "Ketika saya dan Sabira bertemu Paman Doni, dia seakan-seakan menghindar dari permasalahan ini dan tetap bersikeras menyuruh saya pulang ke Istana. Saya benar-benar kesal menghadapinya, Alona. Tetapi saya tidak ingin berlarut-larut dalam amarah dan sampai melewati batas hingga memukulnya karena saya tahu kalau kamu tidak menyukai itu. Maka dari itu saya memutuskan untuk pulang saja"
Alona tak menjawab, dia hanya diam. Ungkapan Mateen membuatnya menjadi lebih merasa bad mood karena nampaknya tak ada titik terang pada permasalahan tentang hubungannya ini.
Melihat Alona tak merespon membuat Mateen mencoba menanyakannya pada kekasihnya itu.
"Hei, are you okay?" Tanya Mateen yang langsung di jawab anggukan oleh Alona
"Apa kamu sakit?" Tanya Mateen lagi yang kemudian di jawab gelengan kepala oleh Alona
"Alona, ada apa denganmu?" Tanya Mateen untuk ketiga kalinya
Alona mendengakkan kepalanya dan menatap mata Mateen dengan tajam, "Coba kamu pikirkan apa kesalahanmu" Hardiknya
Mateen mengernyitkan dahinya, "Apa? Saya tidak tahu. Coba beritahukan pada saya" Mateen mulai merasa panik
"Kamu memberikan banyak garam pada masakan kita!" Ucap Alona sinis
Mendengar itu membuat Mateen langsung tertawa sekencang-kencangnya, "Benarkah begitu? Ya ampun Alona, saya minta maaf, saya tidak tahu" Sambar Mateen di sela-sela tawanya
"Tapi akhirnya aku tambahkan sedikit air agar rasanya pas, kemudian setelah itu aku kembali makan" Ujar Alona memberitahu, "Oh ya, kamu belum makan bukan? Ingin kutemani makan? Masakan yang tadi kamu masak masih tersisa banyak" Tambah Alona
Mateen menggeleng, "Tidak Alona, saya sudah kenyang. Tadi saya sudah makan bersama Sabira sebelum saya dan dia berbelanja"
"Oh okay" Alona mengangguk sambil memberikan senyum sedikit di ujung bibirnya. Tatapannya ia arahkan kembali ke pemandangan langit Kota London. Ya, ia merasa cemburu dengan hadirnya Sabira yang seakan-seakan mengisi tempatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
OUR INCOMPLETE STORY
Novela JuvenilFAN FICTION OF PRINCE MATEEN (SUDAH TAMAT) Bagaimana rasanya saat pergi berlibur ke tempat impian dan tiba-tiba bertemu dengan seseorang yang bisa juga disebut "impian"? Berawal dari sebuah kejadian tak terduga bahkan bisa dikatakan tak menyenangkan...