Nakala -27-

8.1K 1.1K 76
                                    

Hari ini Naka pulang ke rumah Papa setelah dua Minggu tinggal dengan Mama. Iya seharusnya sih satu Minggu tapi ayah tidak mengizinkan Naka pulang ke rumah Papa. Alasannya tentu saja karena kejadian kambuhnya tempo hari yang lumayan mengkhawatirkan.

Baru saja masuk dia sudah di sambut bunda dengan pertanyaan 'sudah sehat dek ?? Maaf bunda tidak pernah menjenguk'. Naka hanya bisa menyengir dan mengangguk saja untuk menjawabnya.

Padahalkan dia sakit sudah lebih dari seminggu yang lalu tapi tau sendiri keluarganya itu semua berlebihan jadi yah Naka hanya bisa maklum saja. Terlalu terbiasa.

Memasuki kamarnya dia menghela nafas menghirup aroma kamarnya yang terasa berbeda. Mungkin karena sudah dua Minggu dibiarkan tanpa penghuni.

Dia masuk dan langsung tengkurap di atas kasur besarnya, tangannya meraup bed cover coklat itu dan memeluknya. Entahlah rasanya rindu sekali dengan kamar ini.

Kamar ini menyimpan terlalu banyak kenangan. Selama tujuh belas tahun hidupnya ini adalah tempatnya menghabiskan sebagian besar malamnya.

Iya hanya sebagian besar, karena sebagian yang lain dia habiskan di rumah mama atau di rumah sakit. Malamnya dulu selalu menyeramkan memang.

Dia diam menggesekkan wajahnya pada bantalnya yang empuk luar biasa. Nyaris tertidur pulas jika seseorang tak mengusap punggungnya.

Naka mengerjap pelan dan berbalik mendapati Papa yang tersenyum ke arahnya. Naka turut tersenyum membuka lengannya meminta sebuah pelukan.

Papa tentu mengerti karena setelahnya Naka dibawa masuk dalam dekapan lengan besar Papa. Punggungnya diusap pelan membuatnya memejamkan matanya, menikmati.

"Papa tidak bekerja ??"

"Sabtu, sayang"

Naka berdecih, padahal biasanya saat Sabtu juga Papanya ini akan tetap mendekam di ruang kerjanya.

"Tumben"

Papa tertawa masih memeluk Naka juga tangannya yang kini malah menepuk-nepuk punggung Naka dengan tempo teratur.

"Naka sudah lebih baik ??"

Naka mengangguk semakin mencari kenyamanan dalam dekap Papa.

"Maaf ya ?? Maaf untuk semua rasa sakit Naka"

Naka merenggut melepas begitu saja pelukan mereka. Matanya memicing tidak suka.

"Kan sudah aku bilang bukan salah Papa!" katanya dengan nada merajuk membuat Papa terkekeh. Mengacak rambut Naka juga mencubit pipinya.

Papa melirik jam dinding yang menunjukkan pukul sebelas siang. Masih ada dua jam lagi sebelum makan siang.

Merebah di kasur Naka, Papa menarik Naka untuk turut melakukan hal yang sama. Berbantalkan lengan Papa, Naka menguap lebar.

Papa terkekeh geli, memeluk Naka dan menepuk-nepuk punggungnya dengan teratur.

"Kenapa putra Papa cepat sekali ya besarnya ??"

Naka menggeleng pipinya bergesekan dengan lengan Papa.

"Perasaan dulu Naka masih setinggi paha Papa, berlari kesana-kemari lalu dikejar Mbak Riri"

Naka tertawa balas memeluk Papa dia mendongak dan menatap Papa.

"Iya, terus kakak juga ikutan ngejar soalnya aku hampir jatuh ke kolam ikan"

Papa tersenyum tipis. Mengusap kening Naka lembut.

"Hm Naka nakal sekali dulu"

Naka tersenyum lebar. Semakin mendekat ke arah Papa dan menyembunyikan wajahnya.

Nakala ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang