Day 184

569 87 1
                                    

Bungkuk dan Sapaan Sopan hanya di balas senyuman datar oleh si pemimpin perusahaan. Mingyu berjalan dari pintu utama gedung menuju lift dan sekarang sudah berjalan di lorong menuju ruangannya.

Tiba tiba dari ruang sekretariat Seokmin muncul bersama ipad dan beberapa berkas di tangan.

"Bapak Mau menceraikan Hao?"

Dug!

Yang berjalan di belakang menubruk tubuh kekar Mingyu yang berhenti mendadak, Seokmin mengelus hidung bangirnya yang sekarang terasa sakit.

"Aw!"

"Jaga omongan kamu."

"Ah Sorry."

Seokmin lupa. Mereka sedang berada di lingkungan publik sekarang. Keduanya berjalan masuk ke ruangan, dimana keadaan lebih tertutup. Si sekretaris muda itu menutup pintu rapat, memastikan tak ada siapapun yang menguping dari luar.

"Jadi... Saya denger bapak mau nemuin pengacara?"

"Kamu denger?"

"Sebenernya pengacaranya hubungin saya."

Mingyu mulai membuka satu persatu berkas. Membiarkan Seokmin di hadapan berbicara sendirian.

"Padahal, Nyonya kim baru meninggal satu bulan loh pak."

"Terus?"

"Ya... Saya cuman bilang gitu aja?"

"Apa hubungannya sama Perceraian saya?"

Yang berdiri mendecak. Lalu memisuh kecil.

For you guys Information, Di kantor hanya Seokmin satu satunya insan yang tahu soal pernikahan sang Bos besar. Dan hebatnya Tak ada yang curiga apalagi menyangka, Mingyu sudah 4 bulan punya status Suami orang — terpaksa.

"Saya sama Minghao udah sama sama setuju cerai setelah bunda meninggal. Bukannya itu bagus buat saya maupun Minghao?"

"..."

"Iya kan?"

"Gyu Nyokap lo baru ninggalin bumi satu bulan. Lo gak kasian?"

"Apasih?"

Mingyu mendecak. Kalau sudah mode bahasa santai, Mingyu jadi agak kurang punya wewenang. Seokmin malah jadi membuatnya merasa harus mendengarkan. Jangan heran, Seokmin satu satunya teman yang Mingyu punya baik dulu, maupun sekarang.

"Nyokap lo pasti marah banget di surga kalo lo cerain Hao."

"Ya terus gue kapan bisa cerain dia kalo nunggu Bunda gak marah? Lawak lo."

"Seenggaknya tunggu kek. Setahun?"

"Keburu gue penggal kepala lo—"

"Iya iya! Tapi gue saranin tahan dulu. Sampai waktu berkabung nya hilang."

"..."

"Lo juga masih ngerasa kehilangan kan? Apalagi orang orang rumah, baru kemarin ngurusin pemakaman malah di kasih kabar perceraian."

"Kamu ngapain ngomong santai sama saya di jam kerja?"

Sekretaris itu meraih Ipadnya. Membuang nafas pelan dan berlalu sambil menunjuk Mingyu sebagai peringatan.

Seokmin hanya berusaha bersikap manusiawi dan memperbaiki sikap sewenang wenang Mingyu yang dampaknya akan cukup besar.

Entahlah, namun sejak ada Minghao, Mingyu jadi jarang marah padanya.

Ya karena pelampiasan marah Mingyu pindah dari Seokmin ke Minghao kadang kadang.

Jahat ya.

.
.
.
.

"6 bulan?"

"Saya gak bisa ngurangin waktu nya lagi. Katanya itu yang paling sebentar."

Minghao nampak jijik dengan sebuah kertas cap pengadilan. Ia bahkan baru tahu jika pemerintah bisa membuat sebuah kontrak resmi atas pernikahan. Hukum perdata mana yang bisa membuat sebuah janji tertulis soal kontrak pernikahan? Edan.

Dunia sungguh gila sekarang.

"Ini semua persis sama kayak di tulisan lo beberapa bulan lalu."

"Ya. Emang sama. Cuman sekarang tertulis batas waktunya,"Mingyu menunjuk tanggal di selembar kertas itu, "10 Mei 2017, Kita bercerai."

"Kelamaaaan!"

Seokmin hanya diam. Ia juga baru tahu ada peraturan seperti ini dalam hubungan Minghao dan Mingyu. Aneh, dan sungguh membuatnya pusing. Masa ada pernikahan yang di jadwalkan percerainnya? Ini mereka idol atau apa sampai punya kontrak tertulis segala?

"Kalo kita cerai sebelum Mei gimana?"

"Kamu gak dapet separuh harta saya."

"Yahhhh"

Minghao si mata duitan nampak sangat sangat kecewa. Namun bisa terasa Si manis hanya berpura pura, Jauh dalam lubuk hatinya, Minghao sebenarnya tak terlalu peduli juga soal harta.

"Anyway Gyu. Gue yakin 99% lo kalo bisa mau cerai hari ini juga, kan?" Minghao menatap yang lebih tua di hadapan, namun malah tak mendapat jawaban apapun baik lisan maupun anggukan, ia lantas melanjutkan, "Terus lo kenapa harus bikin kontrak gini segala? Padahal kita bisa cerai tanpa harus bikin ginian."

"Bunda..."

"..."

"Kamu pernah denger cerita bunda soal Ayah yang tetep ada di rumah ini bahkan setelah dia meninggal?"

"Mhm... iya."

"Bunda bilang Arwahnya bakal tinggal di tempat yang paling dia suka selama hidup untuk 6 bulan, atau sampai beliau ingin pergi. Dan anehnya saya percaya."

Minghao mendadak merinding. Ia melihat kanan kiri dimana ia duduk sekarang. Ruang tamu rumah besar ini kan tempat tinggal Bunda juga selama lebih dari 20 tahun. Dan Bunda baru pergi satu bulan yang lalu, artinya mungkin saja bunda ada di sini sek—

"Itu cuman mitos. Belum pasti bener dan mungkin juga gak salah. Cuman saya entah kenapa ngerasa harus ngehargain apa yang bunda mau..."

"..."

"...Kamu."

Mingyu kembali menyodorkan kertas kontrak itu. Tak lupa Seokmin yang menyerahkan boilpoint yang selalu ada di sakunya setiap saat pada Mingyu yang di estapetkan pada si manis Minghao.

6 bulan.

Minghao tak tahu apa ia akan mampu.

6 bulan juga bukan waktu yang sebentar.

Dan 6 bulan tak selamanya akan berjalan lancar.

Ponsel nya menyala tanda ada pesan membuat Minghao mengalihkan perhatian.

Kak Jeonghan :

Hao, kapan kapan ketemuan yuk. Kamu baik baik aja kan disana?

Kalo ada masalah cerita aja sama kakak.


Tidak. Minghao tak akan pernah memperlihatkan masalahnya pada siapapun.

Si manis langsung menandatangini berkas itu detik ini juga.

Ayolah, Akan ada apa memangnya 6 bulan kedepan jika Minghao tetap jadi Istri Mingyu Kim? Toh, Dunia tak akan kiamat.

Cukup bertahan 6 bulan lagi Dan Minghao akan sepenuhnya bebas!

.





Tbc

Five Years Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang