Kemarin Minghao malu habis habisan.
Mingyu membawanya ke mall. Menurunkannya bak Minghao penumpang taksi. Hanya memberi sebuah kartu hitam, berkata beberapa hal lalu mobilnya melaju tanpa ucapan selamat tinggal.
Sebelumnya mereka bertengkar hebat. Dan membuat niatan pergi kerumah sakit malam malam batal. Tak akan ku tulis karena pasti akan membutuhkan 8 Chapter lebih menjelaskan perihal apa yang mereka debatkan.
Intinya Minghao marah, Mingyu juga marah.
Makanya sebagai tanda kemarahannya Mingyu pergi dan meninggalkan Minghao di mall sendiri. Mall yang tak pernah Minghao kunjungi, di kota yang baru pertama kali ia datangi.
Sedangkan Minghao menunjukannya dengan cara lain.
Lelaki itu berbelanja seolah besok hari kiamat.
Tebak apa yang ia beli?
Barang barang tak berguna.
Tak seperti niatnya yang hanya membeli beberapa potong pakaian karena akan bertemu dengan Bunda — ibu Mingyu— Minghao malah mampir ke setiap toko di mall dan membeli apapun bahkan hal yang tak penting sekalipun.
Semuanya bermerk.
Begitu begitu, Minghao tau mana barang kualitas bagus dan merk mahal, Makanya saat semua orang menatapnya karena tangan penuh dengan tas belanja berlogo merk merk atas Minghao berusaha tenang malah terkesan bangga.
Namun saat sampai di rumah bergerbang besar, Bangunan utama bak istana kenegaraan, Dan beberapa orang berpakaian seolah pelayan kerajaan, Minghao ingin sekali pulang.
Tatapan orang orang di rumah Mingyu menusuk semua bagian tubuh Minghao kala pria berseragam SMA itu turun dari taksi dengan berbagai belanjaan mahal.
Bisikan bisikan para wanita berseragam pelayan terlihat jelas menjugde Minghao tajam. Minghao semakin malu kala beberapa orang dari mereka membawa semua barang beliannya, mengantarnya ke ruang tengah dimana Mingyu dan Seokmin—Sekretaris pribadi Mingyu— sedang duduk dan berbincang.
Minghao ingat kala mata Mingyu menangkap semua jinjingan yang para pelayan bawa, tatapan tak heran. Seolah ia biasa dengan pemborosan uang. Namun tidak dengan para pelayan juga Seokmin yang meringis seolah dompetnya yang di kikis dan di garuk sampai habis.
Itu kejadian kemarin malam.
Pagi ini Minghao dengan pakaian baru –nan mahal— sedang bercermin merapihkan diri. Ia mendapatkan kamarnya sendiri. Lebih besar dari kamar yang ia tempati di rumah kontrakannya maupun rumah Mama. Mingyu benar benar mempersiapkan segalanya, bahkan menyuruh Pelayan pelayan mebereskan barang barang yang Minghao beli semalam.
Ketukan halus di pintu mengejutkan Minghao. Ia tak terbiasa, karena biasanya orang orang di rumah menerobos masuk sambil berteriak.
Aneh, harusnya ia tak kaget dengan sebuah ketukan sopan.
"Iya?"
"Mas Minghao," Suara lelaki muda itu tertahan, "Raden Minghao mau sarapan?"
Seungkwan bergidik. Pintu tiba tiba terbuka, ia tergugup kala Minghao menatapnya.
"Sarapan sama Mingyu?"
"M-mas Mingyu?"
"Iya Si Mingyu itu."
Seungkwan agak ngeri, sungguh. Sepertinya gossip yang ia lakukan dengan para pelayan lain di kamar semalam benar. Soal Minghao yang punya sikap kasar dan tak tahu malu. Makanya dia sekarang agak takut, karena biasanya orang berprilaku jelek seperti bayangannya selalu membuat hidup orang resah dan tak tenang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Five Years
RomantikMinghao dijual bibinya pada seorang pria kaya untuk dijadikan suami palsu. Kontrak yang rencananya berlangsung hanya sampai sang bunda meninggal dunia mundur hingga 6 bulan lamanya. Namun sampai ratusan hari berlalu, Minghao masih berada di rumah me...