Adit menekan lengan Miss Betty agar lepas dari lehernya dan setelah itu mendorong wanita itu menjauh darinya.
"Apa-apaan ini Miss?!" hardik Adit dan serta merta mengelap bekas bibir si wali kelas dari bibirnya.
"Oh... bukannya... a-aku kira kamu punya perasaan yang sama denganku." Wanita itu memandangnya dengan raut wajah bingung bercampur kecewa.
"Bukan begitu... ini kita kan baru kenal... jujur saya belum ada perasaan kayak gitu sama sampeyan!" Adit juga sebenarnya bingung pada dirinya sendiri. Bagaimana bisa kecupan bibir wanita secantik dan sesempurna Miss Betty tak menimbulkan perasaan apa-apa di hatinya. Dia bahkan tak tertarik untuk sekedar bersentuhan dengan wanita itu.
"Kalau nggak... trus kenapa kamu mau aja... bantuin aku terus? Bahkan semalaman kau sabar aja menemani dan mengurus aku di sini. Kalau itu bukan karena rasa suka, lantas buat apa kau sampai mau bersusah payah begini!" Kedua pasang mata coklat wanita itu memandang lurus ke arah Adit dan menuntut jawaban darinya.
"Miss... nggak semua cowok itu mau nolong cewek karna ada maunya. Saya tulus bantuin sampeyan karna saya pikir sampeyan memang lagi butuh banget bantuan saya. Manalagi sampeyan bilang nggak ada saudara dekat yang bisa dihubungi... ya saya pikir nggak ada salahnya membantu teman yang lagi membutuhkan!" jelas Adit panjang lebar. Namun sebenarnya dia nggak enak hati juga harus menolak Miss Betty terang-terangan seperti ini. Hanya saja... dia memang tipe orang yang nggak suka berbelit-belit kalau soal perasaan. Takutnya kalau dia nggak jujur, Miss Betty akan lebih sakit lagi nanti.
"Teman?! Hanya teman rupanya!" bisiknya lirih dengan nada sedih.
"Sorry Miss!" seru Adit dengan penuh penyesalan. Dia sungguh tak suka melihat ekspresi wanita itu yang tampak terluka karenanya.
Percakapan mereka seakan tiba-tiba saja berada di jalan buntu. Tak ada satupun yang bicara. Mereka berdua terdiam dan sibuk mengalihkan perhatian dengan ponsel di tangan mereka. Untungnya, sepuluh menit kemudian, adik Miss Betty datang dan Adit pun akhirnya berpamitan pulang.
Betapa hari yang membingungkan, pikir Adit. Dia baru saja melukai hati seorang wanita hari ini. Dengan kejamnya dia melakukan itu padahal dia tahu rasanya ditolak itu sangatlah tak menyenangkan. Adit pernah mencicipi itu sepuluh tahun tang lalu. Dibayar berapapun, dia takkan mau kembali di momen-momen menyakitkan itu.
***
"Miss kita mampir dulu yuk ke toko coklat. Aku mau beli kue coklat di sana!" seru Moza pada pengasuhnya. Dia melihat temannya, Gina, memamerkan foto kue coklat buatan maminya ke seluruh teman sekelas. Melihat itu dia tiba-tiba saja merasa iri. Dia nggak punya mama yang mau buatin kue coklat untuknya. Tapi Moza bukanlah orang yang terlalu ribet dan suka terbenam dengan mengasihani dirinya sendiri. Maka... jika tak ada yang mau membuatkan untuknya... dia memutuskan untuk membelinya. Siapa tau aja rasanya akan jauh lebih enak dari kue coklat buatan maminya Gina.
"Miss... kok diem? Miss denger kan apa tadi yang Moza bilang?!" tegur Moza saat melihat sedari tadi pengasuhnya itu diam saja. Bahkan pandangannya terus-terusan mengarah ke luar jendela mobil. Sejak dia menjeput Moza siang tadi pun, wajah pengasuhnya itu terlihat sembab dan tak sedikitpun tersenyum.
Rina yang akhirnya menoleh, tersenyum pada anak asuhnya itu dan menjawab, "Nggak usah beli. Miss jago kok buat kue coklat terenak sepanjang sejarah. Ntar kita beli bahannya aja... trus kita bikin sendiri di rumah... oke!"
Moza memeluk lengan pengasuhnya itu manja dan meremas lengannya gemas. "Buatin yang kayak buatannya maminya Gina ya! Yang banyak layer coklatnya!"
Rina mengangguk dan menepuk-nepuk ringan tangan anak asuhnya yang sedang memeluknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MENIKAH KARNA DENDAM (COMPLETED)
RomanceApa yang akan terjadi jika cinta dan benci dari masa lalu menyapa kembali setelah sepuluh tahun berlalu? Rina Wibowo sungguh tak menyangka dia akan kembali bertemu dengan Aditya Harsono, pria yang pernah menjadi mantan pacarnya sekaligus mimpi buruk...