Bab 10

6.2K 215 0
                                    

Adit membawa Rina ke tempat bibinya, yang tinggal di Batu, Malang. Dia tahu benar mereka akan diterima baik di situ. Bibinya sejak dulu sangat menyayangi dia dan kakaknya. Seringkali beliau berani melawan kakaknya demi membela kedua keponakannya.

Bibi kesayangan Adit ini hidup sendiri di rumahnya, yang telah ditempatinya dari mulai dia menikah dulu. Sayangnya, bibinya ini tak pernah mempunyai keturunan dan suaminya meninggal karna kecelakaan sepuluh tahun setelah pernikahan mereka. Semua keluarga mendesak beliau menikah kembali supaya tidak kesepian, tapi beliau begitu setia dengan almarhum suaminya yang sangat dicintainya itu. Itulah yang membuat Adit dan kakaknya sering mengunjungi dan menginap di rumah bibinya. Dengan cara itu, mereka berharap bibinya bisa menghilangkan rasa kesepiannya, walau sedikit saja.

Mereka sampai di sana pas jam enam sore dan seperti dugaannya, bibinya itu terlihat girang saat membukakan pintu pagar untuk Adit. Beliau memandang bingung pada Rina sekilas, namun setelah itu memeluk pacar keponakannya itu dengan bersemangat.

Yang lupa diceritakan Adit pada Rina tentang bibinya adalah bahwa adik papanya itu sangat ceriwis dan selalu suka memasak bermacam-macam hidangan untuk mengenyangkan perut tamu-tamunya. Alhasil, Rina gelagapan saat bibi Adit mulai bertanya ini itu, dari mulai A sampai Z, hingga membuatnya kewalahan mau menjawab yang mana duluan.

Namun yang sangat disukai Adit adalah Rina selalu meladeni pertanyaan-pertanyaan bibinya itu dengan sopan dan memakan lahap berbagai hidangan yang disodorkan padanya. Dia bahkan tertawa pada lelucon-lelucon bibinya yang seringkali terdengar garing dan vulgar itu. Wajah pacarnya itu pun tak terlihat semuram tadi dan mulai banyak tersenyum.

Saat mulai tengah malam, Adit mengajak Rina pulang. Adit melakukan itu lebih karena dia tak mau Rina dapat masalah dari ortunya gara-gara hal ini. Namun, Rina berkali-kali menolak dan meminta Bibi Adit supaya memperbolehkannya menginap di sana. Bibinya pun menyetujui permintaan Rina karena beliau khawatir melihat keponakannya yang harus menyetir tengah malam selama berjam-jam dari Batu, Malang ke Surabaya. Kemungkinan kecelakaan terjadi karena mengantuk sangatlah besar dan itu membuat sang bibi semakin memaksa Adit untuk menginap saja di rumahnya.

Bibinya meminjamkan baju ganti pada Rina dan Adit supaya mereka bisa mandi dan setelah itu tidur dengan lebih nyaman. Untungnya, besok hari Sabtu, jadi mereka tak perlu bangun subuh-subuh supaya tidak telat sampai di sekolah. Rina tidur dengan bibinya dan Adit tidur di ruang tamu sambil menonton TV sebentar malam itu.

.

Sebelum pulang ke Surabaya keesokan harinya, Adit mengajak Rina mengunjungi sungai kecil yang terletak cukup dekat dengan rumah bibinya. Sungai itu walaupun kecil, tapi cukup indah karena dikelilingi taman yang sengaja dirawat dan dijaga keindahan dan kebersihannya oleh warga sekitar situ.

Rina langsung mencelupkan kakinya ke dinginnya air sungai saat sampai ke tempat itu. Adit melihat binar-binar keceriaan anak kecil di mata pacarnya itu. Dengan antusias, Adit pun ikut duduk di sebelahnya dan mencelupkan kakinya disana.

"Kamu harus janji sering mengajakku berlibur kesini ya. Aku sering ke luar negri tapi nggak ada yang seindah ini."

"Kamu sih liburannya ke luar negri melulu. Di Indonesia banyak tempat kayak gini, yang lebih bagus pun banyak. Lain kali deh kalau aku ada duit, aku ajak kamu ke sana."

Jawaban Adit itu membuat Rina semakin girang hingga membuatnya berseru, "Sekarang, sekarang aja, dit! Aku ada uang kok. Mumpung libur kan? Ayolahhhh... dit."

"Janganlah... kita harus pulang abis ini. Aku nggak mau belum-belum papa dan mamamu membenciku gara-gara hal ini. Kapan-kapan yah... aku janji," bujuk Adit meyakinkan pacarnya.

Kesal mendengar jawaban Adit, Rina pun menghentak-hentakkan kakinya ke air sungai dan membuat ciptaan air itu mengenai Adit berkali-kali sampai bajunya basah. Adit membalas Rina dengan melompat ke dalam air dan menarik Rina bersamanya. Berkali-kali dia mencipratkan air sungai itu ke arah Rina hingga membuat cewek itu berjalan menjauh untuk menghindari cipratan air itu.

Melihat itu, Adit makin girang mengejarnya dan menangkap cewek itu dari belakang. Rina berteriak terkejut dan berusaha menghindar sambil masih tertawa cekikikan, namun kakinya tiba-tiba menginjak batu yang licin dan membuatnya jatuh ke dalam air, bersama Adit yang masih memeluknya dari belakang.

Kini mereka berdua benar-benar basah kuyup dari atas sampai bawah. Rina berusaha bangkit dan berdiri tapi pelukan Adit menariknya kembali dan membuatnya berhenti bergerak.

Dia bisa merasakan detak jantung cowok itu di punggungnya. Otot-otot tangan Adit mempersempit jarak di antara mereka dan membuat punggung Rina menempel lekat pada dada Adit yang bidang.

"Gawat, Rin! Aku kayaknya dalam masalah besar!" bisik Adit lirih ke telinga pacarnya.

"Masalah apa?" Kata-kata Adit itu tiba-tiba membuatnya khawatir.

"Aku kayaknya... sudah terjatuh terlalu dalam. Kayaknya... aku terlalu suka sama kamu."

Rina diam saja dan membeku. Wanita itu tak berkata apa-apa dan hanya menundukkan kepalanya.

"Yang aku takutkan adalah... perasaanku jadi terlalu dalam dan berubah menjadi cinta, padahal kamu sama sekali belum pernah mengatakan perasaanmu padaku. Rin, kau s-suka juga padaku, kan?" lanjut Adit dengan nada tak percaya diri.

"Sorry... aku nggak bisa menjawab itu sekarang! Aku sendiri nggak tau perasaanku bagaimana."

Adit membalikkan tubuh Rina menghadapnya dan dengan bingung bertanya, "Maksudmu apa?"

"Dit, aku memang merasa nyaman sama kamu. Pulang sekolah bareng dan menghabiskan waktu berdua juga sudah menjadi rutinitasku yang membuatku tak bisa melewatkannya begitu saja. Tapi untuk merangkum apa yang aku rasakan itu dengan kata 'suka', aku benar nggak bisa. Maaf!"

Adit seketika melepaskan pegangannya. "Jadi selama ini usahaku sia-sia dong. Apa aku sebegitu nggak menariknya, Rin? Aku nggak mengerti apa kurangnya aku selama ini?!"

"Bukan begitu. Kamu sama sekali nggak mengerti! Persoalan ini rumit dan tidak segampang itu bagiku. Aku tak pernah mencintai seseorang sebelumnya, bahkan pada orang tuaku sekalipun. Kehidupan kami tidaklah seperti sebuah keluarga dan mereka tak pernah mengajariku apa cinta dan kasih sayang itu sebenarnya. Kalau aku saja tak begitu yakin akan perasaanku pada orang tuaku, bagaimana aku bisa tahu perasaanku padamu sebenarnya?"

"Kalau begitu biarkan aku mengajarimu bagaimana cara mengenalinya."

Rina mendongak bingung dan ingin bertanya apa maksud perkataan Adit itu. Namun tanpa diduganya, Adit menurunkankan wajahnya ke arah Rina dan menempelkan bibirnya disana tanpa bergerak sedikitpun. Dia berusaha menyerap rasa wanita itu dengan bibir dan hatinya.

Betapa tak adil rasanya buat Adit saat mendapati bahwa kecupan ringan seperti ini pun membuatnya bergetar begitu hebatnya. Tangannya meraih wajah wanita itu dan semakin memperdalam ciumannya. Sungguh ironis, pikirnya. Perkataan dari wanita itu begitu pahit, kejam dan menyakitinya, namun rasa manis dari bibir kekasihnya itu seakan menaburkan madu diatas luka-lukanya yang meradang tadi.

Adit ingin sekali memiliki hati wanita yang dipujanya ini, tapi sialnya dia tak bisa berbuat banyak. Betapa saat ini dia ingin sekali bisa melihat hati wanita ini dan memeriksanya sendiri, apa benar benar tak ada sedikitpun perasaan wanita itu padanya.

Namun, tanpa disadarinya... wanita itu tiba-tiba menciumnya balik.

Bahkan dengan posesif, tangan wanita itu mencengkram lengannya dan dengan nafas memburu berusaha menjelajahi mulut Adit. Merasa mendapatkan lampu hijau, Adit meraih pinggul Rina dan mendekatkannya ke tubuhnya. Bibir mereka bertautan dengan liarnya dan tubuh mereka semakin melekat satu sama lain dan begitu terbakar oleh gairah. 

Kedua pasangan ini terlalu larut oleh emosi dan gairah dan tak memperdulikan apa yang terjadi di sekitarnya. Namun apakah perasaan mereka cukup kuat untuk menahan hal-hal yang buruk yang sedang menanti mereka di masa depan?

***

MENIKAH KARNA DENDAM (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang