Bab 21

4.4K 186 4
                                    


Sebenarnya Adit juga terkejut akan apa yang baru dilakukannya tadi. Tubuhnya seakan bergerak sendiri tanpa alasan yang jelas dan mulai melakukan tindakan yang memalukan itu. Kemungkinan besar, menurutnya, hal itu terjadi karna dia masih dalam keadaan mengantuk, jadi tak sadar dengan apa yang sedang dilakukannya.

Adit sedikit lega karena pas kejadian itu terjadi, pengasuhnya masih dalam keadaan tidur. Karena kalau tidak, wanita itu pasti sudah mencak-mencak dan menuduhnya ingin melecehkannya. Apalagi… kalau sampai dia melaporkan ke polisi, reputasi dan karirnya pasti hancur seketika.

Akan sangat berbahaya,  jika wanita itu memegang kelemahannya. Mengingat keberaniannya mendebat bosnya dengan lidah tajamnya, Adit yakin wanita itu tak akan sungkan-sungkan merendahkannya dengan semua kosa kata buruk yang dimiliki wanita itu. Oleh karena itu, Adit berniat lebih berhati-hati ke depannya saat berada di sekitar pengasuhnya itu.

Dengan tergesa-gesa, dia pun keluar dari kamar pengasuhnya dan meninggalkan Rina yang sebenarnya sudah terbangun dari tadi dengan perasaan nggak karuan. Padahal, Rina sudah meminum semua obat yang disarankan dokter dan seharusnya setelah menkonsumsinya, dia bisa tertidur lelap. Namun yang terjadi malah sebaliknya… kejadian tadi jadi membuatnya tak bisa tidur. Semua sel-sel di tubuhnya terbangun dan terjaga seketika.

Entah apa bosnya itu melakukannya dengan sadar atau mungkin saja bosnya itu salah masuk kamar dan sebenarnya Moza lah yang dikiranya sedang dikecupnya.

“Tapi jika benar kecupan itu ditujukan pada anaknya, kenapa gerakannya terasa begitu nakal!!!” gumam Rina heran.

Sejam lamanya, dia seakan diombang-ambingkan oleh analisanya sendiri mengenai kecupan bosnya itu. Sampai akhirnya, karena lelah berpikir, akhirnya dia pun jatuh tertidur.

Rina terbangun pagi harinya, saat mendengar suara mobil bosnya sedang dipanasin. Dia membuka matanya dan melihat ke arah jam dinding. Melihat waktu sudah menunjukkan pukul setengah tujuh, Rina tersentak dan segera melompat dari tempat tidurnya, tanpa sadar akan kakinya yang sedang diperban.

Alhasil, serangan rasa sakit yang hebat seketika berdenyut di kakinya, akibat lompatan tadi. Rina mengangkat kakinya yang sakit tiba-tiba. Hal itu langsung membuatnya limbung lalu ambruk begitu saja di kaki ranjang.

Terdengar decakan lidah dan gumaman seseorang dari depan pintu kamarnya. Belum sempat Rina menoleh, si empunya suara tadi, dengan gerakan cepat, mengangkat badannya ke atas. Orang yang membantunya berdiri itu tak lain adalah Adit, bosnya. Tanpa bicara sepatah katapun, bosnya melingkarkan lengan Rina di pundaknya dan menuntunnya turun ke lantai bawah.

Rina menoleh ke samping dan menatap wajah bosnya yang sedang menuntunnya. Pagi ini bosnya itu, entah kenapa, terlihat begitu tampan dan enak dilihat. Mata coklat yang besar, rahang yang kokoh dan hidung yang mancung, terlihat menghiasi wajah yang berwarna sawo matang itu. Tak ada dari semua yang sudah dilihatnya itu, yang tak disukainya. Hanya satu saja sih yang rasanya kurang tepat menghiasi wajah tampan bosnya itu, pikir wanita itu. Bibir bosnya yang menekuk cemberut terus dan tak sekalipun tersenyum melihatnya, tak ayal membuatnya gusar. Rina takut jangan-jangan hal itu ada hubungannya dengan kejadian tadi malam yang juga telah mengganggu tidurnya. Jauh di lubuk hatinya… Rina khawatir pria itu menyesali apa yang dilakukannya dan mulai bersikap dingin lagi.

Setelah mendudukkan Rina di ruang makan, Adit berkata, “Hari ini biar saya yang mengantarkan Moza dan menjemputnya ke sekolah. Kaki Miss nggak boleh banyak digerakkan dulu… jadi untuk hari ini Missnya istirahat saja. Trus kalau mau jalan, Miss pakai tongkat kruk ini dulu aja… jangan main lompat sana-sini dulu! Saya nggak mau direpotkan lagi ngantar ke rumah sakit, kalau lukanya tambah parah!”

MENIKAH KARNA DENDAM (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang