Bab 43

2.5K 172 1
                                    

Adit memegangi hidungnya yang berdarah gara-gara tinju kuat dari pengasuhnya. Dia tahu Rina tadi sudah memperingatkannya, tapi dia sebenarnya tak menyangka wanita itu akan benar-benar melakukannya.

"Tuh kan pakkk... aduh darahnya jadi kemana-mana! Duduk dulu pak... biar saya ambilkan tisu." Rina menyambar tisu yang ada di meja, menggulungnya kecil dan memasukkannya ke lubang hidung Adit. Darah Adit yang jatuh ke lantai juga dibersihkannya menggunakan tisu.

"Aku nggak ngerti... kenapa sih aku selalu jadi korban pukulanmu? Tidak bisakah kau bereaksi lebih lembut... lebih feminin gitu!" protes Adit sambil mendongakkan kepalanya ke belakang.

"Jangan mendongak pak. Kepalanya tetap lurus aja!" sahut Rina sambil membetulkan kepala Adit. "Lagipula dari awal kan bapak sudah aku peringatkan! Salah bapak sendiri... nggak mendengarkan perkataan saya!"

"Akh... sudahlah... susah ngomong sama kamu. Selalu aja nggak mau ngalah! Tolong ambilin teh dulu. Minum teh mungkin bisa meredakan emosiku."

Rina cepat-cepat ke dapur dan membuatkan teh hijau kesukaan Adit. Namun karna bubuk tehnya habis, dia keluar sebentar ke mini market dan membeli dua kotak besar untuk cadangan di rumah.

Ketika sampai di rumah dan selesai membuat teh, Rina mendapati Adit sudah tertidur di sofa ruang kerjanya.
Rina duduk di sebelah bosnya itu dan dengan perlahan mencabut tisu yang ada di dalam hidungnya. Untunglah darahnya sudah berhenti mengalir.

Melihat kepala bosnya yang tergolek tak nyaman pada sandaran sofa, Rina bermaksud menidurkan kepala bosnya itu ke bawah dan dialasi oleh bantal sofa agar lebih nyaman.

Namun saat Rina mencoba memindahkannya, Adit malah tertidur di pangkuan Rina dan tak bergeming saat hendak dipindahkan. Tak ada cara lain, Rina harus diam ditempat duduknya sambil menunggu bosnya itu bangun. Dia berpikir hanya sejam atau dua jam lagi pasti bosnya itu terbangun.

Karena bosan, dia mengambil ponselnya dari dalam kantong dan membuka-buka halaman sosial medianya. Sejam kemudian, tanpa sadar dia juga tertidur.

.

Adit terbangun tepat jam dua pagi. Dia memincingkan matanya, berusaha beradaptasi dengan terangnya cahaya lampu di ruang kerjanya. Saat dia melihat ke sekeliling, barulah dia sadar dia tak berada di kamarnya. Adit menoleh sedikit dan melihat Rina yang sedang tertidur di sandaran sofa.

Dia kembali meletakkan kepalanya di pangkuan pengasuhnya itu dan memandangi wajahnya. Lama dia memandangi wajah wanita itu. Kebahagiaan yang manis merayap di hatinya. Dia suka berada dekat dengan Rina seperti ini.

Karena gemas, dia membenamkan kepalanya di perut wanita itu dan memeluknya erat. Dia menghirup dalam-dalam keharuman tubuh wanita itu yang tercium seperti gabungan bau mawar dan lavender. Dia tak pernah memeluk seorang wanita seperti itu sebelumnya. Meniduri mereka sering, tapi memeluk dan berlama-lama memandangi seorang wanita, tak pernah dilakukannya.

Kepala Rina terlihat bergerak sedikit dan itu mengagetkan Adit. Dia langsung bangun dan duduk menjauh. Wanita itu punya kebiasaan meninju dan memukulnya setiap kali dia menyentuhnya sedikit. Lebih baik jaga-jaga daripada celaka, pikir Adit.

Untungnya Rina hanya bergerak sedikit dan tak terbangun. Adit menunggu sebentar, takut-takut jika dia menyentuhnya lagi, pengasuhnya itu akan terbangun. Saat melihat Rina tetap lelap dalam tidurnya, diangkatnya wanita itu dan dibawanya naik menuju kamar lama perempuan itu. Menidurkannya di kamar Moza akan beresiko membuat anaknya bangun dan bertanya macam-macam padanya.

Untunglah kamar itu dibersihkan oleh Mbak Saroh setiap hari dan masih dalam keadaan rapi. Diletakkannya wanita itu ke atas ranjang dan dikecupnya sekilas. Sayang sekali dia harus keluar dari kamar ini dan tak bisa menemani wanita itu tidur di sampingnya, pikirnya.

"Suatu hari nanti... aku akan membuatmu tidur di sampingku. Nggak hanya sekali... tapi kau harus melakukannya setiap hari dan selamanya," bisiknya lembut dan mengecup Rina lagi di bibir wanita itu.

Dengan enggan dia turun dari ranjang Rina dan berjalan pelan sambil bolak-balik menoleh ke arah Rina tidur. Sampai akhirnya wanita itu tak terlihat, Adit pun berbalik dan berjalan sedih ke kamarnya.

.

Tidaklah mudah memikat wanita yang pemarah, pikir Adit. Semuanya serba salah jika itu menyangkut wanita yang bernama Rina. Dibaikin dibilang bos hidung belang. Dijahatin dibilang bos tak berperasaan. Dilema memang! Tapi itu takkan membuat Adit gentar.

Siang harinya, Adit sengaja membatalkan semua janji meeting dengan klien sepanjang hari itu. Dia menghubungi Pak Slamet untuk mengantarkan Moza dan Rina ke kantornya sepulang menjemput Moza di sekolah.

Adit ingin mengajak pengasuhnya dan Moza untuk makan siang di Mall sambil berbelanja bulanan seperti biasa. Dia sebenarnya ingin mengajak Rina ke tempat lain. Tapi karena dia hanya ingin pergi bersama Moza, jadi ya ke Mall lah tempat yang paling tepat.

Namun sebenarnya percuma saja keputusannya itu. Karna bukannya mereka bisa jadi lebih dekat karena pergi bersama-sama, yang ada malah Adit harus terus saja sendirian sepanjang jalan-jalan itu.

Rina dan Moza asyik sendiri. Kemana Moza pergi, di situ Rina sudah siap mengekor di belakangnya. Wanita itu bahkan menolak saat digandeng oleh Adit. Alhasil, Adit jadi obat nyamuk saja seharian. Dia bahkan harus siap menenteng semua belanjaan Rina dan anaknya.

Sepulang dari Mall pun mereka masih sibuk mengobrol dan cekikikan berdua, kayak dunia ini milik mereka berdua saja. Adit terus saja melihat tingkah Moza dan Rina dengan cemberut. Dia mengambil air minum dari dalam lemari pendingin dan meminumnya cepat-cepat karena kesal. Sayangnya, hal itu malah membuatnya tersedak dan terbatuk-batuk.

Herannya, tak ada satupun dari anaknya dan pengasuhnya yang bereaksi sedikitpun. Mereka bahkan tidak menoleh untuk melihat keadaan Adit. Kesal melihat itu, dia menaruh gelasnya kuat-kuat dan berlari ke atas untuk menjauh dari anaknya dan si pengasuh sementara waktu.

.

"Miss... tadi ini ada yang ngirimi bunga buat Miss!" seru Pak Slamet saat Rina dan Moza sibuk mengeluarkan barang belanjaan mereka.

"Dari siapa pak?" terdengar suara Adit yang barusan turun dengan handuk yang masih bertengger di rambutnya yang basah.

"Nggak ada namanya... cuma bilang untuk Miss Rina katanya," jawab Pak Slamet.

Rina mengambil bunga itu dari tangan Pak Slamet dan mengamatinya. Bunga mawar yang dirangkai indah itu berjumblah 20 buah. Ditariknya kartu ucapan di dalam karangan bunga itu dan membacanya, "20 juni 2011. Hari pertama kali kita bertemu. Masih ingatkah kau denganku?! Tertanda... PENGAGUM RAHASIA."

Rina tersenyum membacanya. Dia tau betul siapa yang mengirimkan ini. Tapi karena jelas-jelas tertulis 'rahasia', dia pun pura-pura tak tahu.

"Kalau nggak tau siapa yang mengirimkan, lebih baik dibuang saja Miss!" sahut Adit dengan nada tak suka. Dia merasakan bau-bau bahaya datang dari bunga misterius itu.

Rina langsung menggelengkan kepalanya kuat. Dia justru membuka ikatan rangkaian bunga tersebut dan memasukkannya ke dalam pot berisi air bersih.

"Jangan keras kepala! Kita nggak tau bunga itu berbahaya atau tidak. Bisa aja kan bunga itu berbahaya... atau dimasuki bom di dalamnya!" tambahnya memarahi pengasuhnya itu berlebihan.

"Jangan kuatir pak... saya tau kok siapa yang mengirim ini. Jadi nggak mungkin bunganya beracun dan dikasih bom kan!" jawab Rina sambil tersenyum malu.

"Oya... siapa emang yang ngirim?!" tanya Adit serius.

"Rahasia! Kan uda tertulis di sini... DARI PENGAGUM RAHASIA. Jadi ya harus dirahasiakan!" seru Rina ringan sambil membawa pot bunga tersebut ke kamarnya di atas.

Adit menendang anak tangga paling bawah saking kesalnya melihat tingkah pengasuhnya.

***

Author's note:

Bagi readers yang sudah baca, komen, memberi vote, saya ucapkan terimakasih.




































MENIKAH KARNA DENDAM (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang