Bab 32

3.3K 166 5
                                    

Sejam berlalu tapi ketukan dari luar pintu rumah Rina tak berhenti juga. Semakin lama malah semakin keras bunyinya. Gara-gara itu, ngapa-ngapain pun Rina nggak bisa. Suara ketukan itu terdengar beruntun dan sangat mengganggu.

"Mbak Rina... ada tamunya lho di luar. Mbak ada di dalam kan?" Terdengar suara salah satu tetangganya ikut-ikutan menggedor rumahnya.

Karena sungkan, Rina akhirnya membuka pintu rumahnya dengan enggan.

"Ya ampun mbak... sampeyan di dalam to?! Kok nggak dibukain to pintunya dari tadi? Ini tamunya... ngetuk-ngetuk terus dari tadi sampai banyak yang keluar dikira ada apaan?!" Komplain tetangganya itu diikuti tatapan sebal dari tetangga yang lain, yang tampaknya juga terganggu dengan suara gedoran pintu yang dilakukan Adit. Maklumlah Rina tinggal di rumah yang terletak di gang kecil dan berdempetan satu sama lain. Jadi suara keras sedikitpun, pasti langsung terdengar sampai ke tetangga.

Melihat banyak yang membelanya, Adit tersenyum  dan dengan percaya dirinya masuk ke rumah Rina padahal belum dipersilahkan. Jas hitam pria itu sudah dibuka karna udara yang panas, kedua lengan kemejanya pun sudah digulung ke atas dan dua kancing teratasnya juga terbuka.

Rina yang tak sengaja melihat itu, membuang mukanya dan berusaha menyembunyikan pipinya yang merona.

"Aku minta air es dong! Panas banget di sini!" perintah Adit seenaknya.

"Saya nggak punya kulkas pak, darimana saya punya air es?!" jawab Rina jengkel.

"Ha? Jaman sekarang... emang ada yang nggak punya kulkas?! Masak kulkas aja nggak punya sih?!"

Perkataan Adit tadi tak ayal membuatnya terhina."Bapak datang ke sini untuk menghina saya?! Kalo memang gitu... bapak pulang aja deh!"

"Bukan gitu! Tapi saya benar-benar haus! Saya terjemur selama sejam tadi luar tau!"

Rina pun keluar dan menuju ke samping rumahnya untuk membeli es jus sirsak buat Adit. Tanpa malu-malu, Adit menghabiskan jus sirsak itu hanya dalam waktu lima menit saja.

"Trus gimana Miss... soal yang saya tawarkan tadi? Gaji dobel lho... masak nggak tertarik?!"

"Bapak ini nggak sadar kalau bapak sendiri yang ngusir saya seminggu yang lalu! Pakai ngatain saya kurang ajar lagi!" semprot Rina coba mengingatkan dosa-dosa Adit.

"Ya... makanya itu saya tawarin gaji dobel to sebagai pengobat kekesalan dan sakit hati sampeyan. Tapi bukan berarti lho saya bisa memaklumi perbuatan sampeyan menyangkut Miss Betty itu! Saya masih nggak suka sikap sampeyan yang itu!"

"Trus ngapain masih nawarin saya kerja di rumah bapak kalau masih nggak suka dengan sikap saya?! Kan bapak masih bisa nyari pengasuh yang lain. Yang sikapnya terpuji dan cocok dengan pandangan bapak." Kemana arah pembicaraan ini masih membuat Rina bingung.

"Moza ngambek selama seminggu ini! Nggak mau makan, nggak mau sekolah, pengasuh yang baru juga sampai nggak kuat dan minta berhenti. Belum lagi gara-gara nggak mau makan, badannya jadi kurus dan sakit-sakitan. Kapan itu aja sampai masuk rumah sakit karena sakit lambung!" jelas Adit dengan ekspresi serius.

"Kok bisa? Sama saya... selalu lahap kok makannya. Bapak itu harusnya mancing dia makan pakai abon. Dia selalu suka abon. Atau kalau masih nggak mau diiming-imingi buku cerita baru, pasti dia akan mau makan. Harusnya telpon saya, kan bisa saya kasih tau! Sampai masuk rumah sakit gitu... kasihan banget! Harus perhatian dikit to pak sama anak! Berapa kali kan bapak pernah liat cara saya bujuk anak bapak kalau sedang rewel!" cerca Rina dengan suara meninggi. Dia kesal saat mendengar Moza sampai harus masuk rumah sakit gara-gara nggak mau makan.

"Makanya... sampeyan aja tuh yang didengerin sama dia. Nggak tau uda dicekokin apa sama sampeyan!" jawab Adit membalas pernyataan mantan pengasuhnya itu.

MENIKAH KARNA DENDAM (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang