Bab 2

8.4K 363 2
                                    


Dua hari lamanya Rina absen dari sekolah. Namun dia tahu, mau tak mau, keesokan harinya dia harus masuk sekolah. Apapun yang terjadi, dia harus siap menghadapi si iblis itu besok.

Sebenarnya dia juga takut menghadapi apa yang akan dilakukan Adit besok padanya. Tapi nggak ada gunanya juga bersembunyi terus dari si iblis itu.  Toh... kalau sampai nanti keadaan menjadi tambah parah, dia bisa melaporkan si iblis itu ke wali kelas dan dia yakin setelah itu dia jadi bisa dipindahkan ke kelas lain.

Pada waktu Rina tiba tepat di depan gerbang sekolah, dia menoleh ke sana ke mari dan mencari sosok musuhnya itu. Setelah melihat bahwa keadaan aman, dengan waspada, dia berjalan masuk dan langsung menuju ke dalam kelasnya.

Saat dia masuk, semua mata memandang padanya. Pandangan seakan-akan dia orang teraneh yang pernah mereka lihat.

Rina merasa risih diperlakukan seperti itu. Namun dia sedikit lega juga saat melihat meja Adit yang kosong. Setidaknya dia masih punya waktu untuk menguatkan diri menghadapi anak itu nanti.

Jam pelajaran pun dimulai, namun Adit sama sekali tak terlihat. Rina yakin betul si iblis itu pasti absen seperti yang sering dilakukannya.

Sedikit lega dengan hal itu, Rina memutuskan untuk berkonsentrasi pada pelajarannya dan melupakan soal Adit sejenak. Walaupun dia tahu, musuhnya itu bisa muncul kapan saja.

Jam terakhir pelajaran pun berakhir. Rina berjalan santai menuju gerbang sekolah dan menunggu angkutan umum yang biasanya lewat persis di depan sekolah.

Tiba-tiba saja... bahunya dicengkram dari belakang dan memaksanya untuk berbalik.

Wajah si iblis lah yang dilihatnya berdiri tepat di depannya, memandang lekat ke wajahnya dengan senyuman yang membuatnya bergidik.

Otaknya sontak menyuruhnya segera kabur. Namun cengkraman kedua tangan Adit pada bahunya, membuatnya tak bisa bergerak.

Sebelum dia bisa berteriak meminta tolong ... Adit menangkup wajahnya dan menciumnya dengan kasar.

Bibir musuhnya itu bergerak cepat dengan cara yang tak bisa di prediksi oleh Rina. Otaknya seakan-akan berhenti bekerja. Dia merasa aneh... tidak pernah sebelumnya dia merasakan sensasi aneh seperti ini.

Dia ingin sekali menjerit dan menyuruh Adit untuk berhenti supaya dia bisa menyerap apa yang baru saja melandanya. Sialnya, tanpa ampun bibir pria itu semakin melumat bibirnya dan membuatnya seakan-akan lumpuh dan tak bisa melawan.

Hanya bibir dan rasa pria ini yang ada di pikirannya sekarang. Dia tak menyadari dimana dia sekarang dan siapa saja yang sedang mengawasi mereka. Dia bahkan tak menyadari dimana kini tangannya berada.

Entah sensasi apa atau getaran aneh dari mana yang tanpa ampun menyengatnya sekarang, dari puncak kepala hingga ujung kakinya dan membuatnya kehilangan akal dan diam saja diperlakukan seperti ini.

Namun yang jauh membuatnya kesal adalah tindakan Adit yang tiba-tiba saja melepaskan pelukannya dan memutuskan untuk berhenti menciumnya begitu saja, tanpa ada isyarat atau pemberitahuan lebih dulu.

Terkejut dengan perubahan yang tiba-tiba itu, tubuh Rina tiba-tiba limbung dan terjatuh ke tanah tepat di depan Adit dan murid-murid lain yang tampak luar biasa girang dan sibuk menyoraki mereka.

Suara bising itu sontak membuatnya sadar dan bingung. Rina mendongak ke atas dan memandang Adit yang tertawa geli ke arahnya.

Kata-kata yang terlontar dari bibir Adit lah yang membuatnya mengerti akan apa yang baru saja terjadi padanya.

"Bagaimana rasanya pembalasanku?! Lebih hebat kan dari tendanganmu! Dua sama berarti kita sekarang!"

Setelah melontarkan perkataan dengan nada penghinaan tersebut, dengan santainya dia meninggalkan Rina begitu saja di depan murid lainnya yang semakin girang bertepuk tangan. Seakan-akan mereka juga ikut berkomplot dengan Adit untuk mempermalukannya.

Dengan tangan yang gemetar, Rina merapikan bajunya dan mengangkat dirinya dari lantai sambil mengumpulkan sisa-sisa harga dirinya yang sudah di injak-injak oleh si iblis itu tadi.

Seperti tidak terjadi apa-apa, dia berjalan masuk ke dalam angkutan umum yang kebetulan juga sedang berhenti untuk menunggu penumpang masuk.

Badannya masih saja bergetar. Hatinya luar biasa sakit dan rasa malunya sudah setinggi gunung rasanya.

Tapi sekalipun begitu... dia tidak akan menangis.

Harga dirinya melarangnya melakukan itu!

Adit Harsono... si berandalan kotor tak tahu malu itu tak akan bisa menghancurkannya!

Air matanya terlalu mahal untuk menangisi apa yang sudah diperbuat si iblis itu padanya.

Sesampainya di rumah, Rina langsung menuju kamarnya, meletakkan tasnya di ranjang, membuka bajunya dan membasuh tubuh dan wajahnya berulang-ulang di kamar mandi.

Dia ingin menghapus jejak-jejak Adit dari tubuhnya. Dia tak ingin tertidur dan mencium bau cowok itu di badannya.

Setelah merasa badannya cukup bersih, Rina memakai daster tua favoritnya dan segera merebahkan diri di atas kasur.

Masih jam 3 sore tapi dia benar-benar lelah dan mengantuk. Dia ingin tertidur dan melupakan kejadian buruk yang menimpanya tadi.

Ketukan mamanya berkali-kali di pintu untuk mengajaknya makan pun tak dihiraukannya. Kali ini dia benar-benar tak selera melakukan apapun, termasuk menikmati makan siang favoritnya.

Entah kenapa hari ini dia merasa aneh. Rasanya dia bukan dirinya lagi.

"Jangan-jangan ini gara-gara ciuman si brengsek tadi!" serunya dalam hati.

"Jangan-jangan ada racunnya? Kalau nggak kok aku merasa aneh gini?!" tambahnya lagi sambil berguling-guling gelisah di tempat tidurnya.

Rina memang tak pernah berciuman sebelumnya dan memang tidak pernah berpikir kalau suatu hari dia akan dicium seseorang. Di dalam kepalanya hanyalah ambisi yang tinggi tentang kesuksesan dan percintaan atau ciuman tak termasuk di dalamnya.

Parahnya lagi yang mencium dia bukanlah Pangeran tampan atau paling tidak pria yang terpandai di sekolahnya. Yang terjadi malah si brengsek Adit lah yang alih-alih mencuri ciuman pertamanya.

Mungkin inilah penyebab datangnya perasaan aneh itu. Mungkin karena yang menciumnya adalah si pembuat keonaran jadi dia merasa semuanya jadi serba salah.

Tiba-tiba saja pemikiran itu membuatnya marah. Dia berguling-guling terus dan menepuk-nepuk kasurnya kuat saking kesalnya.

Apalagi dia ingat saat ciuman itu berlangsung, matanya jelas-jelas terpejam dan seingatnya tangannya sudah berada di balik baju Adit dan mendarat di perutnya.

Dia yakin jelas dia bukan tipe perempuan gampangan dan Adit bukanlah tipe cowok yang disukainya... lantas mengapa dia malah bereaksi sebaliknya?!

"Ah... sudahlah! Tambah dipikir... tambah emosi aku! Pokoknya besok tinggal lapor sama wali kelas saja kalau Adit yang memaksanya. Toh wali kelas tau kalau aku anak baik-baik, dia pasti lebih membelaku!"

Rina merancangkan banyak hal di kepalanya untuk mengatasi after effect atas kejadian ciuman tadi. Dia yakin semua akan kembali normal setelah dia melaporkan Adit ke wali kelas.

Seperti rencananya semula, dia akan di pindahkan ke kelas yang lebih layak untuknya dan Adit tidak akan bisa mengganggunya lagi.

Memikirkan dia akan terbebas dari kelas yang dibencinya dan orang-orang menjijikkan di dalamnya besok, membuatnya sedikit tenang.

Tak lama kemudian, dia pun tertidur nyenyak berharap semua berjalan sesuai rencananya.

***

MENIKAH KARNA DENDAM (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang