Ini tentang rasa,
Rasanya jadi anak pertama yang selalu dituntut untuk menjadi sempurna, diberi tau kerasnya dunia sejak masih usia belia oleh orang yang dianggap sebagai keluarga.bahkan mereka tidak pernah bertanya
apakah kamu lelah atau terluka, mereka tidak perduli karena enggan untuk mengkasihani tapi selalu bersikeras untuk menyakiti.
-αlright?-
"
Saya tidak perduli, itu bukan urusan saya."
Ucapan dari mulut Bomin dengan santainya membuat darah dan amarah Yeonjun mendidih dengan sangat cepat. Memejamkan matanya dan berusaha untuk terlihat tenang didepan ayahnya itu lalu mencoba untuk berbicara lagi semampu dirinya.
"Jelas-jelas ini urusan anda, karena anda adalah ayah saya dan juga Soobin, begitu juga dengan Beomgyu."
Bomin terkekeh pelan, matanya menatap ke arah Yeonjun dengan remeh lalu terkekeh.
Yeonjun tahu dirinya jika dibiarkan disini akan membuat keributan lebih parah, membunuh ayahnya sendiri mungkin (?)
"Kalian? Anak saya?"
"Jangan harap, anak saya cuma Daniel saja." Lanjut Bomin kemudian duduk lagi di sofa depan Yeonjun pas yang tengah berdiri itu.
Tangan Yeonjun terkepal dua-duanya, rasa marahnya telah menumpuk selama bertahun-tahun dan juga ia ingin sekali menanyakan sesuatu yang sejak dulu ia pendam.
"Kemana bunda saya?"
Satu kalimat yang berhasil membuat atensi Bomin menoleh ke arahnya, "Itu bukan urusanmu, bundamu sudah terbunuh karena anak sialan itu."
Bundanya meninggal?
Anak sialan?
"Apa maksud anda?"
Bomin tertawa hambar, matanya menatap datar ke arah depan yang terbalut tembok putih dengan ornamen modern tergantung bebas disana. Tangannya itu secara alamiah menarik tangan satunya untuk disatukannya di depan dadanya sendiri.
"Bundamu itu meninggal karena lebih memilih mati daripada membunuh adikmu," jelas Bomin membuat Yeonjun terdiam dan tidak habis fikir dengan ayahnya itu.
"Hahaha, anak sialan itu sudah membunuh istriku, Yeonjun. Dia membunuh bundamu!?" Teriak Bomin tepat di hadapan Yeonjun yang terdiam itu.
Lalu dengan santainya satu orang masuk dengan langkah pelannya membuat keduanya bersitatap ke arah sana, terlihat jelas bahwa Soobin berdiri disana dengan senyuman sinisnya menatap tajam ke arah Bomin.
"Halo ... Papa?"
Bomin mengepalkan tangannya dan menunjuk Soobin dengan satu tangannya, "Jangan panggil saya dengan panggilan menjijikkan seperti saudara sialan mu itu!"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Darkness of The Light [END]
Teen FictionTuhan tahu itu, semua rasa yang terbalut asa yang tak utuh. Bahkan sejumlah angin meresap nyaman melewati celah kalbu yang ada dan selalu membantu dalam setiap nyawanya. Katanya, senja itu sempurna. Katanya, mereka itu bahagia. Katanya, semua kes...