Malu.
Deg-degan.
Kesal.
Arin total tidak tahu ada apa dengan perasaannya saat ini, bagaimana ekspresi menyebalkan seorang Soobin tadi ketika memanggil kata sakral didepan wajahnya begitu saja. Pipinya bahkan telah memerah sempurna mengingat ucapan Soobin tadi.
Saat ini dirinya berhenti di depan mesin minuman yang terletak di koridor yang lumayan sepi, karena barusaja pasien yang ada di ruangan sini pindah ke ruangan yang lebih baik sesuai dengan kondisinya.
Arin memasukkan uangnya dan memencet tombol minuman yang akan ia minum, tangannya yang hendak mengambil minuman itupun tersentak kaget karena ada tangan lain dari belakang tubuhnya sedang mengambil minumannya.
"Itu minuman punya gu-Soobin!?"
Mata Arin bahkan telah membola kaget karena yang ada dibelakangnya itu adalah Soobin, dengan santainya malah membuka minuman miliknya dan menyodorkan ke depannya pas.
"Nih, diminum dulu." Arin menerimanya, dirinya hendak meminum minumannya dengan tenang tapi,
"Katanya Taehyun kamu salting, minum dulu aja pelan-pelan biar ga salting."
Byuurr
Arin langsung menyemburkan minumannya tadi hingga mengenai jas putih dokter milik Soobin didepannya.
Lagian kata-kata yang diucapkan Soobin barusan membuat dirinya total kaget dan langsung saja menyemburkan minumannya tepat di jas Soobin.
Arin kelabakan dengan tangn yang langsung menggapai lengan Soobin untuk dibawa ke tempat duduk terdekat dan membuang minumannya itu. Tangannya dengan cekatan mengambil tisu di sakunya namun tidak ada, hanya ada sapu tangan disana.
Soobin memperhatikan Arin yang sedang kelabakan serta khawatir akan jas nya itu, senyuman kecil terbit di wajahnya dan hampir saja tertawa. Soobin merasakan hal lain yang selalu ia rasakan hanya didekat Arin.
"G-gue nggak ada tisu, pake sapu tangan aja ya," ujar Arin lalu mengelap perlahan jas Soobin dan sampai dimana letak basah akan minuman itu tepat di perpotongan leher Soobin. Arin berhenti dengan nafas yang mencekat karena lagi-lagi Soobin menggapai pinggangnya.
"B-bin ini masih koridor, l-lepasin gue."
Jangan ditanya lagi bagaimana keadaan Arin selain rasa campur aduk antara menyingkirkan perasaannya dan semakin bertambahnya.
"Berarti kalau di ruangan, boleh?"
Arin menoleh tepat bersitatap dengan Soobin, sorot mata Soobin yang begitu sangat nyaman dipandang dan juga perlakuan lembutnya, selalu saja menjadi hal candu yang Arin sukai.
"EKHEM, ES TEH! ES TEH! CANGCIMEN, KACANG KUACI PERMEN."
Arin langsung saja menoleh ke belakang dan juga Soobin yang melemparkan sapu tangan Arin ke wajah seseorang tadi yang berteriak.
"Anjir muka ganteng gue, keterlaluan lo, Bin. Kita putus!"
Arin malu, wajahnya sangat merah sekarang. Ia berusaha lepas dari rengkuhan Soobin dan berdiri di depan kedua laki-laki itu dengan gugup.
Soobin menatap jengah ke sahabatnya itu dan menyentil perlahan dahinya.
Ctak
"Saya tidak ada hubungan dengan kamu, Min. Mau saya geplak kepala kamu sekarang?"
Minhyuk menatap kesal ke arah Soobin lalu memicing geli, "Rin, dia tetep aja bicaranya kayak gini? Kayak ketua ke pihak sekolah gini?"
Arin diam saja dan baru paham akan apa yang dibicarakan, kemudian ia menganggukkan kepalanya pelan lalu tertawa kecil.
"Gapapa, lucu kok kalo pakai logat formal. Khas Soobin banget," jawab Arin dibalas dengusan oleh Minhyuk.
"Sama yang bucin mah beda, udah kalo gitu gue ke Poli Anak dulu. See you," pamit Minhyuk menepuk pelan bahu Soobin dan membisikkan sesuatu kesana.
"Jangan buat Arin kecewa, Bin."
Selepas itu, Soobin bingung dengan apa yang dibicarakan sahabatnya barusan.
"Seharusnya saya yang mengucapkan itu, Min. Saya tidak akan membiarkan keluargamu kenapa-napa karena ulah nyonya Choi sialan itu," gumam Soobin.
Soobin tersentak begitu Arin langsung menggoyangkan lengannya dan memanggil namanya berkali-kali.
"Kenapa? Ada apa?"
"Kak Yeonjun, Kak Yeonjun sadar. Ayo kesana, aku barusan dikasih tau sama Taehyun."
"Daniel, bersiaplah."
Tbc.
waw saya kalap update setelah kmrin ga update.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Darkness of The Light [END]
Teen FictionTuhan tahu itu, semua rasa yang terbalut asa yang tak utuh. Bahkan sejumlah angin meresap nyaman melewati celah kalbu yang ada dan selalu membantu dalam setiap nyawanya. Katanya, senja itu sempurna. Katanya, mereka itu bahagia. Katanya, semua kes...