"Padahal kesabaran dan keikhlasan itu lebih indah dari pada menolak kenyataan. Bukankah ujian itu ada untuk menguji kita, apa kita sabar atau marah akan takdir Nya?"
Khariza
Karya @storyhusni_🍂🍂🍂🍂
Arisha banyak tidak fokus saat membersihkan rumah. Seperti saat ini saja contohnya, sedang masak ia banyak melamun. Pikirannya terus tertarik akan ucapan Rifqi yang menggelayut di pikirannya. Kemarahan Rifqi, hingga suara tinggi yang terngiang terus di pikirannya.
Sakit ya. Rasanya sangat tidak nyaman, mendapat luka ke dua kalinya setelah baru saja sembuh. Kadang ia tidak mengerti apa takdir sekejam itu, membuatnya yang baru merasa bahagia lantas dikembalikan pada luka. Ingin cerita, tapi tidak tahu kepada siapa. Sesak menahan ini sendiri, perlu membagi tapi tidak bisa. Kila yang menjadi satu-satunya Ibu untuknya di Bandung telah membuatnya kecewa. Sandarannya memang tidak ada kecuali hanya Allah satu-satunya.
Arisha menghapus kasar air matanya seiring selesai masak. Tinggal menyajikannya ke piring dan memasukannya ke lemari makanan. Bel rumah terdengar berbunyi seiring ia yang selesai membersihkan dapur. Arisha melepas celemek yang melekat di tubuhnya, lantas mengambil khimar hingga akhirnya membuka pintu rumah.
"Iya sebentar."
Bel rumah berbunyi lagi. Begitu membuka pintu ia terdiam karena kedatangan Kila dan Yuna. Arisha tidak tahu harus tersenyum atau bagaimana, tapi yang jelas bibirnya sangat sulit sekali bisa memaksakan senyum. Pelukan yang diberikan secara tiba-tiba membuat air matanya jatuh. Yuna memeluknyasambil menangis.
"Kakak minta maaf, Sha."
Dipeluk dengan rasa iba membuat hatinya ngilu. Seolah kebohongan yang didapatkan kembali membayanginya. Arisha menggigit bibirnya menahan isakan yang hampir pecah
"Aku nggak apa-apa." Arisha melepaskan pelukan Yuna, tersenyum kecil walau sulit. "Kak Yuna sama Ibu silakan duduk." Lantas ia meninggalkan Yuna dan Ibu mertuanya menuju dapur. Air mata kembali jatuh membasahi pipi Arisha. Kenapa harus bertemu mereka untuk saat ini? Ia bukannya enggan, tapi hanya saja hatinya tidak bisa. Apa ada hati yang baik-baik saja setelah dibohongi?
Sebelum membawa minum dan kue ke depan, Arisha menghapus air matanya sambil mengambil napas dalam-dalam lalu membuangnya perlahan, setelah sesak hatinya berkurang, baru Arisha kembali.
"Silakan diminum."
"Kamu pasti kecewa."
Arisha hanya tersenyum tipis sambil duduk. Senyumnya tanpak pilu hingga membuat Yuna bahkan semakin merasa bersalah.
"Kakak nggak bermaksud nutupin ini, Sha."
Arisha memainkan jemarinya sendiri sambil mencoba untuk tidak menangis. Ia menunduk. "Ibu dan aku kenapa nggak cerita ini karena kami tunggu Rifqi yang cerita, Sha. Kami juga nggak bisa paksa Rifqi karena dia baru pulih dengan rasa sakitnya setelah kepergian Felia dan dia baru bahagia sama kamu."
Arisha semakin menunduk dalam. Terlebih dengan Kila yang sudah disampingnya. Air mata perlahan kian menetes apalagi dengan pelukan hangat Kila. Arisha tidak bisa menampung lagi, ia terisak dengan bahu bergetar, menumpahkan segala sakit yang tertahan dan ingatan kemarahan Rifqi kepadanya.
"Sakit, Bu."
Arisha sakit dibohongi, ia sakit dibentak dan ditatap tajam oleh Rifqi. Ia sakit menerima kenyataan pahit yang ia alami, sakit telah dibuat kecewa oleh orang yang disayangi.
"Kenapa tega bohongi aku. Salah aku apa?" Pertanyaan itu membuat Yuna dan Kila ikut menangis seolah merasakan kepedihan dari Arisha.
"Ibu minta maaf, sayang. Ibu minta maaf."
KAMU SEDANG MEMBACA
Khariza (Cinta Yang Terbagi) || TERBIT ✓
Ficción GeneralTerbit di Starlightbooks Publishing || Novel tersedia di Shoppe & Tiktok Shoppe Bagaimana rasanya menjadi Arisha? Ketika dia harus ikhlas melepas impiannya untuk bisa bersatu dengan cinta dalam diamnya. Arisha terpaksa menerima pinangan orang lain...