Aku melihat dengan seksama pemuda bernama Alan Evander itu dan baru ku sadari kalau junior tersebut termasuk pemuda tiang. Aku pikir dia pendek. Namun, dugaan ku itu adalah kesalahan besar. Ika yang berdiri menundukkan kepala, aku bisa melihat secara jelas kalau Ika berusaha untuk menyembunyikan pipi meronanya.
"Ika! Di sana ada doi tuh! Samperin gih!" goda Salsa, sontak saja, Ika melotot ke arah Salsa yang seenaknya ngomong seperti itu.
Aku hanya tertawa kecil mendengar mereka berdua sesekali melirik ke Alan, tengah mencuri pandang ke arah kami bertiga. Membuatku menaruh curiga dengan gerak-gerik Alan. Tidak lama kemudian bus berhenti di depan halte, Ika dan Salsa pamit padaku karena rumah mereka berdua bisa dibilang dekat hanya berbeda blok saja.
Sedangkan aku, rumahku masih agak jauh harus melewati dua halte lagi. Arah pandangku beralih keluar jendela bus melihat kendaraan berlalu lalang serta bangunan sekaligus warung di pinggir jalan. Tengah asik memerhatikan jalanan, ada seseorang menghampiriku dan meminta izin, "aku boleh duduk disini?" tanyanya sopan sekali.
Tanpa menoleh ke lawan bicara, aku mengangguk mengiyakan dan kembali fokus melihat jalanan. Menunggu halte selanjutnya datang.
"Aku minta maaf, mbak. Tadi tidak sengaja menabrak mbak." ucapnya membuatku menoleh ke arah pemuda yang duduk di sampingku. Mata ini terbelalak lebar saat sadar kalau yang duduk adalah Alan.
"Alan!" pekikku.
Ia malah tersenyum simpul. Lalu pemuda itu angkat bicara, "nama mbak siapa?" tanyanya membuatku merasa ilfeel gitu aja. Tiba-tiba adik kelas bertanya soal nama.
Sebenarnya sih, nggak apa-apa nanya nama tapi mendadak seperti ini kan bikin pikiranku kemana-mana. Apalagi Alan ini sudah ditaksir oleh salah satu sahabatku, Ika. Aku takut, kalau Alan ini datang di kehidupanku, jalan cerita dan hidupku yang jomblo ini bakal dramatis.
'Singkirkan pikiran negatif, jauh-jauh Sheira!'--batinku mengusir pikiran negatif.
Aku berusaha untuk tenang menghadapi Alan dan tidak bakal jatuh hati maupun terkesima dengan Alan. Adik kelas ini auranya begitu memikat seperti vampir, jika ia vampir maka aku jadi pemilik darah suci.
"Namaku Sheira Fatmawati. Panggil saja, Sheira yang cantik seperti Putri Aurora." ucapku memperkenalkan diri ke Alan. Pemuda itu mengangguk mengiyakan.
"Senang bertemu denganmu, Putri tidur." ucapnya membuat mataku mendelik dan tangan ini memukul bahu Alan perasaan kesal.
"Kok Putri tidur?" tanyaku.
"Kan bener, Putri Aurora kan putri tidur. Masa aku salah sih, mbak." balas Alan sembari mengelus bahunya bekas aku pukul tadi.
'Nggak salah sih, memang benar. Kan cowok seharusnya serba salah, nggak serba bener.' batinku menatap Alan datar.
"Memang ya, cowok itu serba salah," sindirku kesal lalu memalingkan wajah menatap luar jendela bus, tangan di lipat di dada. Aku mendengar gumam Alan secara jelas.
"Salahku apa?" keluhnya. Seulas senyum tipis terukir jelas di bibirku, senyuman kemenangan.
Bus yang ku tumpangi akhirnya sampai ke halte tempat rumahku. Tidak ku sangka kalau Alan juga turun di halte ini. Aku mencoba mengabaikan saja dan masuk ke Desa Demon Water, nama desaku itu unik sekali. Berasa seperti nama film-film gitu. Aku berjalan santai sembari melihat sekitar begitu banyak orang berlalu lalang dan ada juga yang menyiram bunga.
Botol plastik yang ada di depan, ku buat bermain bola sesekali menghilangkan rasa kebosanan berjalan. Tengah asik bermain sepak botol plastik, botol itu tidak sengaja ku tendang dan mengenai kepala orang.

KAMU SEDANG MEMBACA
Sekolah Sihir [S1-End]
FantasyDi Update: 11-08-2021] The End: [06-02-2022] {Season 1: Sekolah Sihir Season 2: - } Aku tidak sengaja menemukan ruangan misterius yang berada di dalam ruangan perpustakaan. Salsa tidak percaya kalau ada ruangan misterius di dalam perpustakaan. Ka...