52. Cerita Peri

33 7 4
                                    

  Cahaya-cahaya lampu bersinar terang membuat gunung yang berada jauh di arah barat terlihat jelas saking besarnya penerangan lampu di sini. Kata Alan memang cahaya lampu di sini sangatlah terang daripada cahaya lampu di bumi. Karena beberapa penyihir memiliki sihir cahaya dan apabila mana sihir dalam tubuh penyihir tersebut berukuran besar maka sihirnya juga besar.

"Apa semua penyihir memiliki mana besar? Alan?" tanyaku penuh tanda penasaran di balas gelengan pelan oleh Alan.

"Hanya orang yang bekerja keras untuk menambah mana sihir dalam tubuh mereka saja yang bisa mengeluarkan sihir berkekuatan over power daripada penyihir biasa. Karena penyihir biasa rata-rata memiliki sifat angkuh walau tidak semuanya begitu." sahut Sean yang memakan makanannya begitu lahap sesekali sisa makanannya ia lempar ke burung merpati milikinya.

"Oh begitu," ucapku memakan sate tusuk ke dalam mulut mengunyah dagingnya hingga hancur dan lembut. Ku amati daging sate yang ku makan ini lamat-lamat,"daging sapinya enak." ucapku dan rasanya di dalam perut ada sesuatu menggelitik.

"Enakan ini! Makan belalang, rasanya kriuk-kriuk nikmat." kata Alan memakan belalang masuk ke dalam mulutnya.

Ika yang berada disamping Alan menatap jijik. "Kau memakan belalang? Masa enak makan gitu." Alan malah menyodorkan belalang itu ke Ika.

"Kau mau?"

"Singkirkan itu dariku!"

"Aku aja Alan yang memakannya." kata Drak burung merpati hitam yang bisa berbicara. Alan melemparkan belakang itu dan Drak memakan serangga tersebut penuh nikmat.

"Rasa belalang yang belum dimasak sama yang sudah di masak memang enak makan keduanya." kata Drak sangat menikmati makanannya.

"Kamu kan hewan. Ya, enak aja kalau makan yang mentah sama yang matang." sahut Arya mengusap sisa makanan di sudut bibirnya dengan sapu tangan.

Salsa tertawa kecil melihat merpati hitam yang ada-ada saja yang di bahas. Aku curiga kalau burung merpati ini adalah burung siluman yang dikutuk menjadi burung merpati hitam. Bisa saja bukan? Atau hanya beberapa penyihir yang bisa mengerti bahasa burung, aku hanya menebak-nebak.

"Sean! Kau menemukan burung menyebalkan ini darimana?" tanyaku ke pemilik burung merpati tersebut. Drak yang mendengar ucapanku kurang sopan memprotes.

"Hei! Aku tidak menyebalkan tahu." ucapnya ketus tapi aku tidak peduli.

"Aku menemukannya di hutan. Kakinya terlilit oleh benang sepertinya ada beberapa anak-anak yang main kesana." kata Sean membuatku terheran-heran buat apa main ke hutan lagipula kan enakkan main di sekitar sini dan juga tidak berbahaya.

"Main ke hutan? Seperti tidak ada tempat buat bermain." kataku nada menyepelekan.

"Mereka main ke hutan punya tujuan? Yaitu mau melihat suku peri cantik." kata Leo tersenyum sumringah setelah mengucapkan peri cantik.

"Loh, bukannya peri itu seperti yang ada di kantin. Mukanya jelek, telinganya sedikit panjang, pokoknya serem deh. Katanya juga tidak ada peri cantik." kata Salsa ku balas anggukan dan Ika juga mengatakan hal serupa.

Leo memegang dagu, susah buat menjelaskan seperti apa. Lalu Alan menyahut dan menjelaskan bahwa ada dua suku peri yaitu: Ugly Avery dan Pretty Avery. Ugly Avery sama sekali tidak memiliki ratu dan mereka itu adalah peri biasa yang kalau bahasa kasar, budak. Mereka suka membantu para penyihir serta menunjukkan kekuatan bangsa peri.

Berbeda dengan Pretty Avery yang memiliki ratu di bangsanya serta keberadaan mereka itu di dalam hutan, tersembunyi. Alan membuat cerita tentang para peri seperti dongeng, kami semua menjadi hanyut dalam cerita tersebut dan memerhatikan mulut Alan yang buka tutup.

Sekolah Sihir [S1-End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang