Kami berempat kembali ke tempat asal dimana tidak ada kekuatan sihir apalagi makhluk-makhluk fantasi. Salsa melirik ke Alan dan menagih pertanyaan tadi. Namun, adik kelas itu sama sekali tidak ingin membagi cerita, bagaimana bisa ia masuk ke alam para penyihir? Ika menyuruh Salsa tenang dan simpan pertanyaan itu.
"Lagipula pertanyaan kita tadi juga belum terjawab. Apakah sekolah itu sama seperti disini kejuruannya?" ucap Ika yang tumben ada benarnya.
"Kalau gitu, mbak. Aku pamit dulu." ucapnya tersenyum manis membuat Ika ingin ambruk melihat kemanisan Alan. Itu sudut pandang Ika, kalau aku jauh dari kata pangeran lebih tepatnya menyebalkan dan menjengkelkan.
Salsa memegang lengan Ika sebagai penyangga agar gadis itu tidak pingsan dengan ulah terpesonanya Alan Evander. Aku menoleh ke Salsa dan Ika.
"Kejadian tadi kita anggap beneran dan rahasia. Jadi intinya tadi kita di panggil di sekolah tiruan SMK Dirga Jaya." simpul-ku tersenyum miring. Masih tidak percaya kalau aku dan dua sahabatku ini menjadi murid baru serta penyihir yang akan belajar meramalkan sihir di sekolah.
Hahaha, apa ini yang dinamakan film Harry Potter begitu nyata?—batinku.
"Sekolah SMK Dirga Jaya yang itu seratus persen seperti sekolah yang sekarang kita pijak. Dan semuanya sudah kembali normal, aku jadi penasaran sama luar sekolah." kata Salsa ku balas anggukan setuju banget.
"Nah! Setuju-setuju banget. Bagaimana kalau besok kita ke perpustakaan lagi dan ke sana? Buat memastikan saja! Apakah dugaan kita beneran atau semuanya hanya tipuan mata yang real." kataku mengajak mereka berdua besok masuk ke pintu misteri yang menghubungkan dua perpustakaan sama, namun, kehidupan berbeda.
"Ide Bagus! Sebenarnya aku masih kepikiran sama malam kemarin. Eh? Nggak tahunya kita ke sekolah penyihir." kata Salsa lagi.
Kami bertiga menuju ke kelas masing-masing dan sesekali menyapa guru yang berjalan sepanjang koridor. Aku merasakan getaran jantung yang memompa terlalu cepat, gugup sekali. Karena aku sudah melewati jam akuntansi sekitar 3 jam lalu dan tersisa 1 jam.
Duh, mampus diriku, aku bakal dimarahi sama Bu Aina, batinku.
Langkahku berhenti di sebelah pintu kelas, memegang dada yang terus berdetak kencang gugup seperti aku ingin bertemu dengan orang yang aku cintai. Menelan saliva kasar dan mengambil nafas sebanyak-banyaknya mencoba untuk tenang. Ketika aku ingin masuk mengucapkan salam, aku hampir menabrak Rena dan Farah.
"Darimana saja?" tanya Farah nada jengkel akibat perbuatanku tadi pas izin keluar.
"Ada panggilan pergi ke Konoha untuk melerai Boruto dan Kawaki biar nggak menghancurkan Desa Konoha yang udah porak poranda." jawabku dan Farah menghela nafas kasar mendengar lelucon yang garing.
Aku memang nggak ada niat untuk bercanda—batinku.
"Ren? Apa tadi ada Bu Aina masuk? Pas aku pergi?" tanyaku Rena tersenyum senang.
Rena menggeleng pelan,"tidak! Bu Aina lagi izin pulang ada urusan tapi diberi tugas buat minggu depan membuat jurnal, buku besar, laporan keuangan dan sampai selesai." papar Rena membuatku tercengang mendengarnya.
"APA? SEBANYAK ITU! Yang benar saja!" pekikku mengacak-ngacak rambut frustasi. Lalu aku mengucapkan terima kasih ke Rena dan segera ke tempat duduk dengan muka lesu banget.
Mau tidak mau aku harus mengeluarkan buku folio berukuran besar dari kolom meja dan soal berada di chat grup. Tulisan di papan tulis serta tugas yang disampaikan itu, bikin nyawa ingin melayang detik ini juga. Aku sama sekali tidak menyukai kejuruanku sendiri yaitu Akuntansi bukan karena alasan tertentu: karena aku memang tidak suka dan paling fatal adalah tidak teliti dalam menghitung.

KAMU SEDANG MEMBACA
Sekolah Sihir [S1-End]
FantasyDi Update: 11-08-2021] The End: [06-02-2022] {Season 1: Sekolah Sihir Season 2: - } Aku tidak sengaja menemukan ruangan misterius yang berada di dalam ruangan perpustakaan. Salsa tidak percaya kalau ada ruangan misterius di dalam perpustakaan. Ka...