27. Gagal Belajar Sihir

38 8 11
                                    

"Kok belum bisa-bisa sih! Rasanya aku jadi badut jalanan kalau gini." Keluhku mencoba mengalirkan mana sihir dalam tubuhku saja nggak bisa apalagi harus mengangkat barang menggunakan sihir. Aku ini sudah mencoba sudah 400 kali eh ralat hampir 1000 kali, tapi semua yang aku lakukan hanyalah sia-sia saja.

Sampai-sampai Leo hanya bisa tersenyum tipis mencoba menggunakan sihir, tidak ada satu pun yang berhasil bahkan buku About Magic. Bagaikan sampah di mataku.

"Ah sial! Aku tidak berbakat dalam sihir. Kalau gini aku pulang aja lah." Keluhku sudah putus asa. Leo segera menghampiriku dan berkata,"jangan gitu, Sheira. Pasti kau bakal bisa menggunakan sihir." Bujuknya padaku.

Menghela nafas panjang menoleh ke pemuda yang tampan nan cantik. "Percuma, percuma aku melakukan itu. Katamu kan, harus menggunakan mana sihir dalam diri tubuhku tapi nyatanya..." ucapku menggantung melihat kedua tanganku lamat-lamat, menggenggam erat penuh rasa kecewa,"...aku sama sekali tidak bisa mengendalikan sihir, mana pun tidak ada dalam diriku. Apa aku pantas buat menjadi penyihir?!"

Seulas senyum miring dan tertawa kecil yang begitu hambar tercipta, membuang muka ke arah lain. "Payah sekali aku! Pertama kalinya aku kek gini, biasanya bar-bar." ucapku nada kecewa berusaha untuk tersenyum walau sebenarnya hati mau menjerit.

Aku teringat kata Bu Rara bahwa beliau menitipkan padaku jika bersekolah di sekolah sihir, SMK Dirga Jaya. Kalau aku bisa menjadi penyihir hebat dan dibantu oleh kedua temanku serta Alan, sialan itu. Namun, nyatanya di hari pertamaku sekarang begitu pahit. Dan juga seolah aku ini bukan diriku yang sebenarnya melainkan orang lain.

Leo menghela nafas kasar berusaha untuk menyakinkan ku kalau aku bisa membangkitkan sihir dari tubuhku. "Aku yakin, Sheira. Kau pasti bisa membangkitkan sihirmu. Semua anak baru yang bersekolah disini, tidak ada seorang pun yang tidak memiliki sihir. Semua punya sihir, baik besar maupun kecil. Hanya saja membutuhkan sebuah proses yang sedikit lama."

Leo begitu serius mengatakan itu dan setiap kalimatnya penuh dengan keyakinan bahwa semuanya bisa terjadi. "Apa kau yakin itu? Leo?" Tanyaku memastikan.

Dia mengangguk paham dan tersenyum lalu ia berjalan ke depan, mengeluarkan tongkat sihir dari balik jubahnya itu. "Aku akan menunjukkan beberapa teknik sihir padamu baik yang sederhana sampai sihir tingkat." Katanya dan aku membalasnya dengan mendengus sebal.

Kedua tangan ku lipat. "Aku nggak mau jadi penonton! Ini bukan pertunjukkan. Aku ingin belajar, Leo. Kau ini niat jadi guruku atau tidak sih!" Kesal ku pada Leo.

Beberapa helaian rambut panjang sebahu Leo bergoyang mengikuti angin. Cuaca hari ini begitu cerah, angin berhembus sedikit kencang. Beberapa burung terbang bebas melintasi langit biru dengan kapas putih membuat kesan langit yang begitu indah.

"Hahaha, jangan coba bar-bar padaku. Aku sudah tau kalau kau bar-bar di perpustakaan tadi jadi...aku anggap sikap bar-bar mu itu adalah kau setuju dengan pembelajaran nonton ini." Kata Leo, membuatku menganga tidak percaya kalau Leo seenak jidatnya mengatakan itu. Ia memanfaatkan sifat bar-bar ku untuk kesenangannya.

'Aku pikir, Leo penuh keseriusan dan tidak menyebalkan. Ternyata semua laki-laki itu sama, sama-sama menyebalkan'-batinku.

"Iya dah, up to you. Aku duduk di rumput halus ini aja menonton." Kataku duduk bersila sembari menyangga dagu, mendengus.

Ketika Leo ingin menunjukkan sihirnya ada sinar berwarna merah menyala dari salah satu ruangan gedung sekolah. Aku dan Leo segera menoleh ke belakang melihat sinar merah, menyala begitu terang.

"Apa itu?!" Tanyaku penasaran.

"Kekuatan sihir yang dahsyat. Berasal dari kelas Element Unknown. Aku pertama kalinya melihat kekuatan sebesar itu." Ucapnya membuatku mengerutkan kening heran menoleh ke Leo.

Sekolah Sihir [S1-End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang