41. Serem banget

28 7 1
                                    

  Lagi-lagi aku kalah telak melakukan adu tongkat bersama Leo dan juga berkali-kali jatuh. Aku meraih tingkat di sisiku dan kembali bangkit menatap wajah Leo begitu serius. Angin berhembus kencang ke arah kami membuat beberapa dedaunan mengarah ke arah kami dan juga helaian rambutku bergoyang cantik. Pemuda di hadapanku ini segera menyerangku menggunakan tongkat dan aku berusaha menangkisnya serta menahannya.

Ia ingin menjatuhkan ku untuk keempat kalinya, namun, kini aku berusaha untuk menjatuhkannya. Tatapanku melihat mata cokelat tajam milik Leo, ia terlihat sangat serius untuk mengajariku bagaimana cara membangkitkan "mana sihir". Kedua kakiku ku dorong ke depan dan mengangkat tongkat itu agar Leo bisa menjauh dariku.

Kemudian aku menggerakkan tongkat ke kanan kiri tanpa melangkah mundur. Leo terus menerus melangkah mundur dan melompat ke belakang, menjauh dariku.

"Kali ini aku akan dijatuhkan sama Sheira. Jadi aku harus berhati-hati." Katanya tersenyum ke arahku dan aku berdecih.

"Cih. Setidaknya kau sedikit mengalah ke gadis sepertiku. Masa aku dari tadi berkali-kali jatuh, curang!" tuduh ku ke Leo membuat ia tertawa terbahak-bahak mendengar tuduhan ku, ngambek.

"Tidak ada kecurangan dalam pertarungan, Sheira. Adanya itu cuman taktik bertarung dan mencari kelemahan musuh agar ia tunduk." Kata Leo kembali menyerang ke arahku.

Seketika aku memiringkan tongkat sedikit ke kanan, mengahalau. Kemudian mendorongnya dan terus beradu tongkat menimbulkan suara ketukan seperti penjualan sate keliling. Leo mulai lengah dan aku segera menjatuhkan pemuda tersebut dengan menyerang bertubi-tubi tanpa henti. Tongkatku ku ayunkan ke belakang dan menganggap tongkat yang di pegang oleh Leo adalah bola bisbol.

"Hiyaa!" seruku memukul tongkat yang di genggam oleh Leo sehingga tongkat tersebut melayang ke udara begitu jauh.

Matanya membulat sempurna dan aku segera mendorong tubuh Leo hingga jatuh, mengangkat tongkat ke atas dan menancapkan di sebelah kepala Leo. Mata pemuda itu terbelalak melihatku berhasil menjatuhkannya meskipun aku harus mendorongnya dan duduk di atas perutnya, menancapkan tongkat tepat di samping kepala Leo agar ia tahu bahwa muridnya ini adalah gadis yang tidak bisa dianggap lemah.

Meskipun aku merasa diriku ini sampah beneran. Tidak selalu berada di atas setidaknya tidak salah, sedikit menyombongkan diri, batinku.

"Pangeran sihir kalah telak di hadapan gadis bar-bar sepertiku." Leo menyunggingkan senyuman miring dan berkata,"kau menang, Sheira. Adu tongkat dan pemanasan telah berakhir."

Tongkat yang ada di samping Leo menghilang dan aku segera bangkit berdiri lalu mengulurkan tanganku ke Leo, tersenyum. "Terima kasih, guru Leo." ucapku berterima kasih padanya.

"Ah, sama-sama."

"Lalu apakah latihan tongkat tadi menghasilkan mana sihir?" tanyaku sedikit malu. Ralat, sebenarnya belum waktunya aku menanyakan ini ke Leo. Namun, rasa ke kepo-anku jauh lebih besar daripada bertanya dalam diam.

"Tidak ada." jawabnya singkat padat dan jelas.

"What? Tidak ada?!" pekik-ku tidak percaya.

"Kan ini cuman pemanasan, Sheira."

"Tapi... pangeran sihir—" ucapku terhenti karena jari telunjuk Leo menyuruhku untuk diam dan Leo menjelaskan secara detail padaku kalau ingin membangkitkan 'mana sihir' harus melakukan pelatihan keras.

"Dan nanti kita bakal ada pelatihan khusus jadi itu adalah kesempatan mu yang besar untuk membangkitkan sihir. Pemanasan adu  tongkat tadi buat kamu menghadapi Aqila." Jelas Leo padaku membuatku terdiam karena tadi di ruangan kepala sekolah. Aqila memang ingin membantuku untuk cara bertarung mengingat ia adalah penyihir pilihan yang setara dengan pangeran sihir, Leo.

Sekolah Sihir [S1-End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang