29. Pulang ke rumah

30 5 6
                                    

"Di-dimana aku?" Tanya Ika yang sudah tersadar dari pingsannya. Aku dan Salsa segera menghampiri Ika dengan senyuman menerka.

"Kau di UKS." Jawabku singkat.

"Tadi kau pingsan gara-gara Alan di kantin. Astaga! Kau pertama kalinya pingsan karena salah tingkah, Ika." Kata Salsa berkacak pinggang melihat Ika yang tiba-tiba pingsan. Selama Ika pingsan, kami berdua sempat mengobrol banyak hal dan tentu saja, aku memberitahu Salsa kalau Ika itu suka banget sama adik kelas menyebalkan bernama Alan Evander.

Ika mencoba untuk berganti posisi terbaring menjadi duduk sesekali memegang kepalanya. Yang mungkin sedikit rada pusing. Ia menatap kami berdua bergantian, muka memelas.

"Maafkan aku. Yang terlalu membawa perasaan berlebihan ke Alan. Tapi mau gimana lagi, a-aku suka padanya." Kata Ika terang-terangan dan kedua pipinya merah padam. Seulas senyum terukir jelas di bibir Ika.

Selama ini aku tidak pernah melihat senyuman Ika yang seperti itu. Senyuman bahagia dan bisa dikatakan jauh bahagia. Ia seperti melihat separuh jiwanya ke Alan. Aku sama sekali tidak mengerti dengan kalimat "melihat separuh jiwa" yang ku katakan dalam hati barusan. Namun, kedengarannya kalimat itu terlalu berlebihan.

"Tenang kan dirimu, Ika. Kau tidak boleh melakukan ini selama sekolah. Maksudku melibatkan perasaan sukamu ke Alan yang berlebihan, cukup sedang aja." Kataku ke Ika dan ini untuk kebaikan dirinya juga. Setelah aku mengatakan hal itu, melirik ke Salsa.

Gadis itu menatapku penuh heran dan kedua tangan terlipat di dada. Mulutnya terbuka dan berkata,"tumben kalimat bicaramu benar semua. Biasanya penuh emosi dan juga bar-bar." Komentarnya dingin.

"Jelaslah benar. Kan aku memang orang benar." Jawabku ke Salsa.

Lalu tidak lama kemudian datang Yoga dan Alan memasuki UKS, melihat Ika sudah siuman. Yoga memberikan minuman sehat untuk Ika agar kesehatan tubuhnya terjaga selalu. Ika berterima kasih ke Yoga telah memberikan minuman sehat dan juga enak. Aku juga berterima kasih ke Yoga begitu banyak karena selama aku terluka karena efek sihir Pangeran Sihir, Leo dan Tony: Yoga menjagaku disini dan merawat ku sampai sembuh begitu pun dengan kedua temanku.

"Sama-sama. Lain kali kalau sakit datang ke UKS ya. Aku siap untuk jadi palang merah sihir kalian bertiga, hahaha." Kata Yoga sembari bercanda membuat kami bertiga tertawa menganggapi leluconnya.

"Ayo mbak! Katanya mau pulang." Kata Alan mengingatkanku tujuan setelah mendapatkan pembelajaran sihir. Kami harus cepat-cepat pulang. Walau pada akhirnya melenceng banget tujuan masuk ke Mirror SMK Dirga Jaya yaitu ingin melihat luar sekolah.

Apakah semuanya mirror? Atau hanya sekolah SMK Dirga Jaya yang mirror?

'Lupakan itu Sheira, sekarang lebih baik pulang ke rumah daripada disini', batinku.

Kami berempat pamit ke Yoga lalu segera menuju ke perpustakaan. Selama perjalanan di koridor kami berempat sama sekali tidak ada yang membuka topik pembicaraan. Aku sendiri ogah banget tanya-tanya atau membahas lainnya. Karena disini aku selalu kena apes atau nasib kurang keberuntunganku membuat hati kecil ini. Sangat mudah sekali putus asa.

Perpustakaan seperti biasanya. Suasana yang sangat sepi begitu jarang para murid sihir datang ke perpustakaan walau hanya sekadar membaca atau melihat beberapa buku di rak-rak yang sudah tersusun rapih dan tinggal memilah saja.

"Lan, kenapa Perpustakaan ini selalu sepi dan tidak ada sama sekali pustakawan yang jaga disini?" Tanyaku sudah tidak bisa di tahan. Apa saja pertanyaan yang sudah menumpuk di kepalaku.

Pemuda itu menoleh ke arahku lalu menatap ke depan menuju ke salah satu rak yang aku yakini dibalik rak tersebut adalah pintu teleportasi. Sama seperti rak yang membawa kami bertiga kesini dan diangkat sebagai murid sekolah sihir.

Sekolah Sihir [S1-End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang