28. Mengobrol santai

34 6 8
                                    

Kami berdua tertawa terbahak-bahak membicarakan sebuah lelucon kecil. Aku tidak menyangka kalau pangeran sihir bisa melemparkan lelucon yang lucu banget. Selama ini juga, aku tidak pernah tertawa dengan orang yang baru pertama kali, aku temui. Mungkin, Leo memiliki kharisma sendiri atau cara untuk mudah akrab pada orang lain. Aku sendiri tidak tau.

Para peri mengantarkan beberapa makanan di meja kami berdua. Aku melihat beberapa jenis makanan yang bisa dibilang menjijikan, namun, rasanya tidak bisa berbohong. Enak banget. Leo mengambil mie ulat serta baso bom lava.

"Baso itu merah menyala kayak gunung berapi? Apa kau kuat memakannya?" Tanyaku penuh keraguan menatap Leo, lamat-lamat.

Ia hanya tersenyum dan mengambil satu mangkok baso bom lava lalu mengambilnya dengan garpu, menatapku sejenak dan berkata,"ini memang merah menyala tapi tidak pedas."

"Kau yakin?" Jawabku masih tidak percaya mengangkat sebelah alis melihat Leo memakan baso berukuran kecil merah menyala masuk ke dalam mulutnya.

Baso tersebut masuk ke dalam mulut Leo dan mengunyahnya, matanya terpejam lalu terbuka kembali. Mulut itu terbuka huruf O lalu keluar api kecil berbentuk huruf O melayang ke udara dan meledak di udara membuatku terpejam sejenak. Ledakannya seperti petasan kecil tanpa suara.

"Unik." Komentarku melihat baso bom lava barusan.

"Hahaha. Makanan baso ini disukai murid-murid disini."

"Benarkah? Aku sama sekali tidak tahu. Aku pikir cuma baso lava doang. Ternyata yang bom ada juga ya. Unik." Kataku masih memainkan mie ulat yang ada di hadapanku ini.

"Tapi mereka rata-rata tidak memainkan makanan seperti yang ku lakukan barusan. Makanan disini ada sihirnya sedikit jadi bisa seperti tadi." Jelas singkat Leo memakan mie ulatnya begitu lahap. Aku hanya mengangguk mengiyakan.

   Kantin hari ini masih sepi dan hanya aku sama Leo saja di kantin. Dalam hatiku terus menerus berharap Salsa dan Ika keluar dari kelas. Aku sangat tidak sabar bisa membagikan cerita tentang mana sihir yang ada di dalam tubuhku ini. Ya, meski masih belum bisa digunakan, namun, rasa senang itu membuatku bertambah semangat 45.

Menyeruput es lumpur hijau begitu nikmat hingga setengah, perutku sudah kenyang banget. Aku tersenyum ke Leo dan bilang terima kasih atas traktirannya hari ini. Jadi selama kedua temanku berada di kelas pembelajaran sihir di sana. Aku yang sendirian disini, ditemani oleh Leo. Tidak menyangka saja kalau ia tadi ada di perpustakaan seorang diri dan membantuku mengambil buku About Magic.

"Sebentar lagi pulang sekolah. Jadi nanti kamu dan kedua temanmu langsung pulang?" Tanya Leo membuatku terdiam sejenak. Mengingat jam pulang, aku sangat bingung untuk memilih pulang atau menetap disini satu malam saja.

Namun, aku tidak bisa meninggalkan Mas Dicky diam di rumah seharian di sana serta pembelajaran akuntansi ku. Sebentar lagi akan ujian jadi aku tidak bisa berdiam diri terus di sini. Lagipula Pak James menyuruh kami bertiga bisa mendapatkan dua ilmu.

In real life and the magic kingdom.

"Ah, aku belum memikirkan soal itu. Kalau aku sih," ucapku menggantung menatap Leo yang menatapku dengan wajah santainya,"terserah teman-temanku, di sini dulu atau langsung pulang."

Leo mengangguk mengerti dan memberikan senyuman manis itu padaku. Tolong, jangan menunjukkan senyuman itu tepat di depanku, aku tidak kuat, batinku menggerutu kesal karena senyuman Leo itu manis gila! Mengalahkan gula.

"Kalau aku permisi dulu. Aku tidak bisa lama-lama disini." Katanya ingin pamit dan segera aku cegah terlebih dahulu. Salsa dan Ika masih belum menunjukkan batang hidungnya ke kantin.

Sekolah Sihir [S1-End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang