03. Masuk Ke Pintu Rahasia

112 13 3
                                    

Sebelum bel masuk untuk memulai jam kelima. Aku seperti biasanya mengobrol hal serius tentang kemarin malam. Ika dan Salsa bercerita tentang banyak hal tentang apa yang mereka berdua lihat di luar nalar.

"Kami melihat sapu terbang dan ada orang yang menunggangi sapu terbang itu. Wah, nggak nyangka seriusan. Aku kemarin ingin video secara jelas. Sayangnya ponselku low bat." cerita Ika panjang lebar mendengus sebal karena tidak bisa mengambil video tersebut padaku.

Aku ini memang tidak gampang percaya sama hal begituan dan herannya pikiranku langsung mengarah ke film fantasi yang sering aku tonton tentang sihir. Contohnya Harry Potter dan Fantastic Beasts. Salsa juga begitu dan menyakinkan diriku kalau apa yang mereka lihat itu murni tidak bohong.

"Kau percaya kan? Sheira?" tanya Ika padaku.

"Hmm," gumamku memegang dagu, berpikir tentang kebenaran cerita mereka berdua, ku lihat wajah mereka secara seksama. Tidak ada kebohongan sama sekali dan yakin kalau kejadian dilihatnya semalam memang nyata. Aku juga merasa aneh dan janggal malam kemarin, mengingatkan ku cerita Alan tentang sapu terbang.

"Bagaimana? Kau percaya?" tanya Ika lagi padaku. Mengangguk pelan sebagai jawaban iya.

"Yap, aku percaya. Dan," ucapku berhenti sejenak melihat sekitar kantin, semua orang tidak ada yang memerhatikan kami bertiga,"mendekat lah! Kalian berdua."

Salsa dan Ika mencondongkan kepala ke depan, aku segera membisik kepada mereka berdua. "Kemarin pulang sekolah, Alan bicara tentang sapu terbang padaku." ucapku.

Ika membulatkan mata lebar mendengar ini. "APA!" pekiknya membuat pasang mata seluruh kantin tertuju ke arah kami bertiga.

Aku mengangkat jari telunjuk ke mulut Ika yang asal memekik dan mengundang mata tertuju ke kami ketiga. "Kenapa kau berteriak? Ika?" tanyaku sedikit kesal dengan nada pelan.

"Sorry! Aku cuman kaget...kaget karena kau jalan berdua sama Alan." jawab Ika. Rasanya mataku ini ingin keluar dari tempatnya.

Salsa menutup mulut sejenak dan berkata,"aku pikir, kau terkejut Alan bahas sapu terbang ke Sheira bukan malah—" ucap Salsa memegang kepala yang tiba-tiba terasa pusing melihat Ika yang belakangan ini bertingkah aneh. 

"Kau memang suka sama Alan? Kalau kamu suka? Aku bilangin kalau dia nabrak aku lagi." kataku membuat Salsa menggaruk rambutnya frustasi, ia ingin menangis tapi tidak bisa.

"Ya allah,  ada apa dengan teman-temanku?" gumamnya yang masih bisa aku dan Ika dengar.

"Lupakan saja, tentang sapu-sapu terbang itu. Bentar lagi bel masuk akan berbunyi." kataku melihat jam tangan bergambar jam besar di London.

Salsa dan Ika mengangguk lalu melambaikan tangan padaku. Salsa bilang kalau jam istirahat kedua setelah salat dhuhur menuju ke perpustakaan. Ku balas anggukan mantap. Berhubung kelas kami bertiga berbeda-beda sesuai jurusan. Kedua kaki berjalan santai menelusuri koridor penuh siswa siswi berlalu lalang dan aku menyapa guru yang melintas, tidak lupa salim.

Bentar lagi aku sampai ke kelas tiba-tiba saja ada yang memanggil namaku, tentu saja aku berhenti dan menoleh mendapati pemuda kemarin yang menabrakku.

"Mbak Sheira!" panggilnya.

"Ada apa sih?! Ganggu orang aja!" jawabku sewot melipat kedua tangan di dada.

Alan memberikanku kertas izin padaku di sana ada tulisan namaku, Sheira serta keterangan Izin. Selama ini aku tidak pernah izin tidak ikut pelajaran. Ekor mataku bergerak ke kanan kiri lalu menatap Alan meminta penjelasan secara rinci.

"Kenapa ada surat izin kayak gini ke guru piket? Ngajak aku bolos ya?" tudingku. Karena sebentar lagi aku bakal menjalankan pembelajaran jurusanku sendiri yaitu akuntansi.

Sekolah Sihir [S1-End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang