8. Victory dan Mama

734 97 19
                                    

Sepanjang yang bisa dia ingat sejak dapat menggunakan panca indera, rumah tak pernah sepi. Suara piano hampir terdengar setiap hari, dan ia selalu dapat melihat punggung Mama dan Kakak di depan upright piano yang saat itu masih terletak di ruang keluarga.

Sudut bibir satu-satunya wanita di rumah itu selalu terangkat bersama tatapan hangat setiap kali berhadapan dengan sulungnya.

"Injak sustainnya di not ini, Nak."

"Yang ini nada sel, bukan sol."

Bahkan wanita berstatus ibu dari dua anak itu terlihat begitu bangga kala putra sulungnya dapat memainkan Air milik J.S. Bach, lagu yang cukup sederhana. Ia tak ragu untuk memeluk dan membubuhkan kecupan di kepala putranya.

Tak banyak yang dipikirkan oleh si bungsu yang belum tahu apa-apa tentang dunia. Ia hanya mengagumi kehebatan Kakak, dan senyum hangat Mama. Walau setiap kali mendekati mereka Bellatrix selalu membawanya kembali ke kamar, menyuruhnya bermain dengan Jimin, atau setidaknya mengatakan, "Kakakmu sedang berlatih. Jangan diganggu."

Sering kali Victory merengek agar sang ibu mengizinkannya menyentuh benda besar itu juga, tapi yang ia dapat justru tatapan marah dan bentakan yang membuatnya berkecil hati. Kalau sudah begitu, biasanya Papa yang akan bertindak. Membawa si bungsu bermain di taman kompleks, menemaninya belajar, atau sesekali membawa anak itu ke tempat ibadah.

Setiap kali Victory mengatakan, "Tory ingin pintar main piano seperti Kakak. Mama pasti mau peluk Tory kalau Tory pintar."

Papa juga selalu menjawab, "Tory anak pintar. Mama dan Papa sayang Tory. Sabar ya... Nanti kalau Tory sudah sebesar Kakak, pasti Mama mau mengajarkan cara main piano."

Dan pangeran kecil itu sudah cukup puas untuk kembali tersenyum hanya dengan pelukan sang ayah. Ya, hanya Ayah.

Hingga sampailah Victory pada usia 9 tahun di mana ia benar-benar memutuskan untuk mengikuti jejak Bellatrix dan Aldric untuk bermain piano. Anak itu sering mencuri waktu ketika hanya ada dirinya dan Aldric di rumah untuk mempelajari berbagai cord dengan Kakak yang membantunya secara suka rela. Diapun belajar dengan cepat dan mulai bisa memainkan lagu-lagu sederhana hanya dalam hitungan minggu.

Pada suatu malam, pertengkaran hebat terjadi di rumah itu. Bellatrix dan Hubert berdebat tentang bakat dan impian si bungsu setelah Victory mengutarakan keinginannya untuk serius berlatih piano dan mendapat penolakan mentah-mentah dari sang ibu.

"Memangnya apa yang salah? Kau bisa kan mengajari dia seperti kau mengajari Aldric?"

"Aku tidak mau, Hubert. Aku tidak bisa."

"Kalau begitu biarkan dia mengambil les di luar."

"Hubert, apa kau tidak mengerti? Uang kita tidak akan cukup untuk hal semacam itu."

"Bella... Ayolah... Tidakkah kau melihat bakatnya? Dia sama sepertimu__"

"JANGAN SAMAKAN PEMBAWA SIAL ITU DENGANKU!!"

"Dia putramu. Kau yang mengandung dan melahirkannya. Kau dan Adam juga masih saling mencintai saat mengharapkan kehadirannya di dunia. Berhentilah menyebutnya pembawa sial, Bella! Terlahir dalam situasi itu juga bukan keinginannya!"

"CUKUP, HUBERT! JANGAN SEBUT NAMA PRIA BRENGSEK ITU! AAAAARGHHH!!!"

Victory hanya mampu meringkuk dalam pelukan Aldric kala suara benda-benda yang pecah terdengar dari luar kamarnya. Rasa bersalah menggentayangi benaknya hingga ia merasa harus mengalah untuk menyelesaikan masalah ini.

Ritardando - KTHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang