Long episode. Sabar ya...
.
.
.
Intensitas pertemuan yang cukup rutin perlahan mengubah kadar hubungan mereka. Yang awalnya hanya sebatas 'senior membantu junior', kini lebih tampak seperti 'teman yang saling membantu'. Tak hanya Adity dan Victory, Jimin dan Luisapun mulai berkurang rasa tak nyamannya bila harus bertemu dalam satu tempat, tentunya ketika sedang berempat.
Seperti Minggu sore ini ketika Victory benar-benar membawa Adity ke Pasar Besar Praha. Jimin, tanpa protes sedikitpun dengan suka rela menjadi sopir pribadi sekaligus penyedia kendaraan. Tak ketinggalan Luisa yang akan sangat tertarik bila itu tentang pemuda manis yang menjadi menjadi incarannya.
"Senior, kami berdua tidak tahu apapun soal ini," gumam Adity takut-takut sembari menggandeng tangan sahabatnya.
Meski tertutup masker, dapat terlihat dari matanya yang menyipit bahwa Victory menyungging lengkung di bibir penuh percaya diri. "Serahkan saja padaku dan Jimin. Kami ini ahlinya membeli barang bagus yang murah. Iya kan, Jim?"
Pemuda manis bermata sipit itu turut tersenyum antusias sembari mengangkat jempolnya. Kemudian mereka mulai memasuki area grocery pasar. Jimin dan Victory memimpin langkah diikuti dua gadis yang celingukan seperti anak itik mengekori induknya. Maklum saja, Adity sudah pasti warga asing, dan terlalu pemalas untuk menyusuri keramaian demi membeli bahan-bahan makanan yang ia sendiri tak tahu cara mengolahnya. Sedangkan Luisa, walau lahir dan tumbuh di Praha, terakhir kali ia menginjakkan kaki di pasar adalah saat dirinya masih gadis sepuluh tahun yang kerap merengek pada bibi asisten rumah tangga untuk ikut berbelanja dan minta dibelikan jajanan ini itu.
"Adity, perhatikan ya. Kalau ingin membeli sayur, buah, dan lauk mentah yang belum dibungkus seperti itu, kau harus menawar harganya. Tapi kalau yang seperti itu.." Setelah menunjuk satu toko yang terlihat tradisional, Victory menunjuk toko lain yang lebih besar dengan dagangan yang ditata membentuk sekat-sekat. "Kau tinggal ambil saja," lanjutnya.
"Kalau ingin yang murah kau bisa ke pedagang tradisional, tapi harus pintar memilih bahannya. Kalau tidak mau repot, kau bisa ke toko yang seperti itu. Semuanya pasti bagus, tapi harganya sedikit berbeda."
Pemilik rambut ikal legam itu mengangguk serius, lalu memperhatikan setiap ucapan dan gerak gerik seniornya seolah ia tengah mengikuti kelas penting.
"Sore, Bibi Geil," sapa Victory pada seorang penjual bahan makanan bertudung hijau pucat yang tengah sibuk menata stok baru menggantikan dagangannya yang sudah laku.
"Hai, anak-anak. Kemarilah!" Senyum ceria melumuri wajah rupawan pedagang berusia senja itu ketika menyambut pelanggan setianya, membuat mata aquamarinenya menyipit.
"Bibi, apa kau sudah punya pesananku?" tanya Jimin begitu tiba tepat di depan stand Bibi Geil.
"Tentu saja. Sebentar ya." Wanita itu beranjak dari tempatnya menuju ke bagian belakang toko yang cukup luas. Ia tampak sedikit kebingungan mencari apa yang dimaksud Jimin. Maklum saja, walau masih berjualan dengan cara konvensional yang memungkinkan pembeli menawar harga, Bibi Geil merupakan salah satu pemasok terbesar sayur dan buah di kota.
"Ini, kan? Mau berapa?"
"Wah... Ini masih segar?" Jimin menganga melihat buah bit seukuran jantung di genggaman tangan keriput si pedagang. "Beri aku satu kilo, Bi. Lalu semangka itu juga." Tangannya menunjuk buah semangka yang cukup besar.
"Baiklah. Sini. Pilih sendiri yang kau mau." Saking terbiasanya dengan dua pemuda itu, pemilik toko bertubuh sintal kerap kali mempersilakan mereka memilih sendiri buah dari stok di bagian dalam kios.

KAMU SEDANG MEMBACA
Ritardando - KTH
Fanfiction(Revisi) Pada akhirnya, yang diinginkan Victory bukan lagi tampil di panggung megah, sorak sorai penonton untuknya, atau kemenangan dalam kompetisi, melainkan kebahagiaan orang-orang yang ia sayangi. Untuk mendukung imajinasi, cerita ini dilengkap...