(Revisi)
Pada akhirnya, yang diinginkan Victory bukan lagi tampil di panggung megah, sorak sorai penonton untuknya, atau kemenangan dalam kompetisi, melainkan kebahagiaan orang-orang yang ia sayangi.
Untuk mendukung imajinasi, cerita ini dilengkap...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
.
.
.
Selama ini yang ia rasakan hanya suka. Munculnya emosi baik tanpa sebab yang jelas ketika bersama gadis itu. Di pagi hari, Victory paling bersemangat datang ke kampus setiap tiba jadwal latihan dengan Adity. Ia suka melihat rambut ikal sang dara, suka dengan cara makannya yang seperti marmut mengunyah wortel. Victory juga sangat menyukai penampilannya yang sederhana dan terkesan maskulin. Dia bahkan suka Adity yang tingkahnya sering kali berantakan, tapi hatiya begitu baik dan tulus tanpa dibuat-buat, lengkap dengan cara bicaranya yang lugas dan kadang terkesan kurang filter. Bahkan kesalahan gadis itu dalam menyebut kata bahasa Cekopun terkesan sangat lucu bagi Victory. Bersamanya, pemuda itu seolah lupa akan berbagai beban dan rasa sakit.
Namun hari ini, dia menemukan rasa tidak suka. Ketika Adity kembali menangis, terlihat ketakutan, lalu menunduk di hadapan seorang pria berperangai angkuh yang menatapnya dengan pandangan remeh. Victory tidak suka getar gentar dalam suara si gadis. Dia bahkan membenci sorot manipulatif Pandu. Dan rasa benci itu secara drastis berubah murka saat Pandu menyentuh Adity tanpa sopan santun. Maka tanpa berpikir dua kali, Victory menghambur ke arah mereka untuk menyelamatkan orang yang entah sejak kapan menjadi begitu berharga baginya.
Semua terjadi begitu cepat hingga di sinilah dia sekarang, terbaring di lantai dengan rasa nyeri luar biasa pada perut dan bagian belakang tubuhnya setelah menerima serangan yang begitu tiba-tiba. Dalam detik-detik berikutnya tulang belakangnya seolah remuk, lalu pandangannya mengabur. Namun di antara dengung-dengung tak jelas, dia masih bisa mendengar seseorang menyebut namanya, samar sekali.
"VICTORY!!!" Teriakan Jimin menggema ke penjuru ruangan begitu tubuh sahabatnya terlempar dan menghantam lantai begitu keras. Dikuasai rasa frustasi, Jimin maju mendekati Pandu. Ia meraih bahu pria kekar itu, lalu hanya butuh seper sekian detik baginya untuk membuat tubuh Pandu terbanting cukup keras di lantai yang sama. Jimin dengan tangan kanannya menyatukan kedua tangan pria tersebut ke atas kepala. Ia menduduki perut Pandu dan tangan kirinya mengunci leher si Pria kaukasoid.
"Don't ever mess with locals, tourist," desis Jimin penuh amarah sembari mencondongkan wajahnya ke telinga korban. "Look around. So many CCTVs and witnesses here. So think about it. You can either spend your nights in cell, or go back to your country right afterward." (Jangan macam-macam pada warga lokal, turis.) (Lihat sekelilingmu. Ada banyak CCTV dan saksi mata di sini. Jadi pikirkanlah. Kau ingi menghabiskan malammu di penjara, atau segera kembali ke negara asalmu.)
Pandu masih bergeming saking terkejutnya, hingga mengabaikan nafasnya yang sempat tercekat oleh cekikan Jimin, juga tubuh bagian belakangnya yang lumayan nyeri. Ia sama sekali tak menyangka bahwa pria yang berpostur jauh lebih kecil darinya ini mampu menjatuhkannya bagai memindahkan bantal dengan satu tangan, tanpa tahu bahwa Park Jimin, pemuda berwajah cantik yang merupakan warga imigran Korea itu pernah berlatih Kendo selama 8 tahun, seorang pemegang sabuk hitam Taekwondo, serta tengah menekuni olahraga angkat beban akhir-akhir ini.