Would you know my name, if I saw you in heaven?
Would it be the same, if I saw you in heaven?
Beyond the door, there's peace I'm sure.
Cause I know there'll be no more
Tears in heaven..
.
.
"Kita pulang, sayang... Kita sudah di rumah. Kau senang sekarang?"
"Victory, bangun. Dengarkan Mama, tidurlah di kamarmu!"
"Adik.., mimpimu tercapai. Semua orang bisa mendengar melodi ciptaanmu lewat lagu itu."
*
"Belum rela meninggalkan dunia lama?"
Kepala yang sedari tadi tertunduk untuk mengawasi sosok-sosok familiar di bawah sana kini menoleh ke sumber suara. Pemuda tampan bersurai legam tebal yang tampak berkilau tersepuh cahaya emas dan perak surgawi itu mendapati seorang pria bertubuh lebih besar darinya dengan wajah menawan dan rambut kecokelatan bergelombang. Bibirnya menyungging senyum tak terartikan.
"Tidak.., di sini lebih baik," jawab Victory tenang sambil kembali menurunkan pandangan pada objek yang sedari tadi ia perhatikan. "Hanya saja... Aku tidak enak hati melihat mereka bersedih seperti itu." Tangannya iseng menggaruk cuping bawah telinga, menunjukkan rasa gusar.
"Tidak enak hati melihat mereka bersedih, eh?" ulang pria berpakaian serba putih -sama sepertinya- disusul kekehan kecil yang terdengar seperti ejekan di telinga Victory. Pria asing tersebut menunjuk objek yang ditatap oleh Victory dengan dagu. "Manusia memang konyol. Mereka menangisi jasad kerabatnya dengan alasan memberi penghormatan terakhir tanpa tahu bahwa perbuatan mereka memberatkan langkah kita di sini."
Secara refleks pemuda itu memperhatikan lawan bicaranya, pun membenarkan apa yang ia dengar.
"Hah... Untung saja dulu hanya sedikit yang menangisiku. Sayangnya, yang merindukankupun hanya sedikit sekarang."
"Itu sebabnya pakaianmu jadi..."
"Ya, tidak lengkap."
Si pria tak dikenal tertawa hambar seolah menertawakan diri sendiri, sementara Victory hanya bisa memandang prihatin tanpa tahu harus berucap apa. Dulu semasa hidup, Neneknya sering mengatakan bahwa konon jiwa orang meninggal akan berkurang pakaiannya jika jarang mendapat do'a. Ternyata itu benar. Ia berpikir, dengan baju berlengan pendek dan celana kain longgar yang dapat dengan mudah bergerak-gerak saat tertiup angin di tempat ini mungkin akan membuat orang itu kedinginan.
Sejurus kemudian pemuda itu mengernyit heran. Bahkan dia belum bertemu neneknya, tapi justru didatangi oleh sosok asing ini. "Kau... siapa?"
Victory yakin, ia tak pernah melihat pria ini di manapun semasa hidup. Tapi sesuatu dalam dirinya berdesir aneh, seolah ia telah mengenal pria tersebut, dekat sekali.
Si pemilik suara dalam dan berat lagi-lagi menyungging senyum yang tak terartikan. "Oh... Aku lupa. Tentu saja kau tidak mengenalku. Aku hanya sering melihatmu dari jauh dulu. Tapi kau lihat? Mata kita sama."
Victory sontak mencermati lekat-lekat wajah orang di sampingnya. "Tunggu. apa kau..."
Mengerti bahwa pemuda itu tak mampu melanjutkan perkataannya dan malah terlihat ragu, yang lebih tuapun tersenyum hangat sembari mengangguk lalu berucap, "Ini sedikit menyedihkan. Tapi.. Aku tidak menyangka bisa bertemu kau secepat ini, Nak."

KAMU SEDANG MEMBACA
Ritardando - KTH
Fanfiction(Revisi) Pada akhirnya, yang diinginkan Victory bukan lagi tampil di panggung megah, sorak sorai penonton untuknya, atau kemenangan dalam kompetisi, melainkan kebahagiaan orang-orang yang ia sayangi. Untuk mendukung imajinasi, cerita ini dilengkap...