7. Bohong

671 103 44
                                    

"Bagaimana kau bisa menghadapi gadis itu tiga kali dalam seminggu, Vi? Dia sangat menyebalkan." Raut Jimin jelas terlihat bersungut-sungut walau atensinya masih tertuju pada jalanan di depan. Masih tersisa kekesalan setelah Adity mengerjainya dengan mengatakan bahwa Victory sedang bermain hujan hingga membuatnya kelimpungan mencari anak itu keliling kampus. Dan akhirnya Jimin mendapati Victory yang masih duduk dengan tenang di teras studio.

"Adity maksudmu?" Yang sedari tadi mengamati Sungai Vltava dari balik jendela mobil itu kini menoleh.

"Ya. Gadis itu. Dia selalu berbicara seenaknya, sama seperti temannya," gerutu Jimin dengan tangan yang sudah meremat gemas kemudi mobil.

"Benarkah? Selama denganku dia tidak begitu." Victory memberikan perhatian sepenuhnya pada orang yang duduk di sampingnya.

Jimin mencibir. "Apa dia berkepribadian ganda? Setiap bertemu denganku, omongannya selalu menyebalkan. Belum lagi temannya yang bernama Luisa itu. Wah... Dia benar-benar gadis yang aneh. Dia bilang aku sexy dan menyentuh-nyentuh tubuhku seenaknya," gerutu pemuda dari Korea Selatan sambil geleng-geleng kepala.

Awalnya Victory mendelik. Namun, segera keterkejutannya berganti ledakan tawa. "Jadi kau mendapat penggemar baru dan kau merasa risih? Itu sebabnya kau marah-marah pada Adity dan temannya?"

"Mau bagaimana lagi? Mereka berdua itu sama. Cantik, tapi sama-sama aneh. Yang satu apatis sampai tidak mengenal orang paling terkenal di kampus, yang satu sangat mesum. Hiiii... Menakutkan." celoteh Jimin dengan nada meledak-ledak diikuti gerakan pundak naik turun di akhir kalimat.

Victory tertawa kecil. "Menurutku, yang dikatakan teman Adity itu tidak salah, sih..."

Kernyitan terlihat jelas di kening Jimin seiring dengan lirikan tajamnya pada pemuda bermata perak.

"Aku yang pria saja iri dengan tubuhmu. Kau bisa berolah raga sampai kekar begitu. Wajar kalau wanita menyukaimu. Dan.. tidak semua gadis sama seperti teman SMA-mu dulu."

Terdengar helaan napas panjang dari Jimin setelah kembali melirik Victory. Ada pujian, juga kalimat yang kembali mengingatkannya pada kenangan buruk. Itu membuatnya enggan berkata lagi.

"Ayo lah... Kau keren, dude. Selera Luisa memang bagus." Tinjuan kecil Victory layangkan pada bahu sahabatnya, lengkap dengan cengiran yang khas.

"Cih... Kalau yang menyukaiku gadis seperti mereka berdua, aku keberatan," sanggah Jimin.

"Hei... Jangan begitu. Nanti kau termakan kata-katamu sendiri."

"Tidak mungkin. Ini kata-kata, mana bisa memakanku?"

"Hmm... Yaaa yaaa anaknya Hyung Sik."

"Hei! Jangan panggil Ayahku seenak mulutmu!"

Perjalanan di tengah hujan yang turun tak begitu deras itu kembali dipenuhi pembicaraan receh dan tidak penting dari kedua pria dewasa muda yang sama-sama bertujuan untuk pulang.

*

Setelah menggantikan tugas mengajar Profesor Ludwig, presentasi Teori Musik di jam ke-tiga, menyiapkan materi praktek, mengentri nilai, lalu berlatih dengan Adity, barulah senja ini Victory merasa lelah. Sangat lelah hingga dia ingin segera membersihkan diri dan tidur sejenak sebelum latihan untuk persiapan resitalnya bersama Bellatrix. Tapi kemacetan akibat pohon tumbang barusan menghambat perjalanannya hingga satu jam. Hasilnya, Victory harus merelakan sedikit waktu senggang dan tiba di rumah sebelum waktu makan malam.

Saking inginnya bersatu dengan kasur, ia sudah mengenakan piyama berlapis jaket setelah membersihkan diri. Walau memang, rutinitasnya harus tetap dijalankan. Sang ibu sekaligus guru piano pribadinya telah menetapkan waktu khusus untuknya setiap menjelang hari kompetisi.

Ritardando - KTHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang