9. Birthday Party

166 15 0
                                    

Keadaan empat gadis di meja makan terasa amat canggung. Setelah insiden mengerihkan yang terjadi di kamar tidur tadi. Tidak ada siapapun yang berani membuat suara. Bahkan jangkrik atau serangga pun tahu diri dan tidak berani membuat ulah.

Keadaan terlalu mencekam hanya untuk membuat suara gaduh, bahkan di antara mereka harus menahan laju nafasnya agar tidak terlalu berisik.

Rosie, gadis itu hanya bisa melirik si gadis berbibir hati, hanya untuk mencari solusi agar suasana yang tidak mengenakan ini segara pergi.

Ayolah ini hari ulang tahunnya, ia tidak berniat menghabiskan hari spesialnya dengan perang dingin seperti ini.

Tidak mungkin kan mereka hanya berdiam diri di meja makan seharian tanpa melakukan apapun. Bahkan ia tidak berani mengangkat gelasnya untuk minum. Jujur saja tengorokannya terasa kering karena sedari tadi hawa mencekam itu serasa membunuhnya secara perlahan.

Dan Rosie tidak berniat mati di hari ia di lahirkan!

Dia belum ingin mati!

Lagi dia terlalu cantik untuk mati sekarang, masih banyak daftar kegiatan yang ingin ia lakukan sebelum dia mati!

Dan perang dingin ini tidak akan menghentikannya.

Maka dari itu sedari tadi matanya tidak henti-hentinya melakukan kontak dengan si bibir hati agar mencari jalan keluar.

Sedangkan yang di kontak hanya bisa menahan diri agar tidak mengumpat.

Si rambut unggu ini tidak sadar jika si bibir hati pun sedang berpikir hingga ia rasa kepala akan botak.

Mengabaikan Rosie dia pun berdehem. Membuat semua orang meliriknya. Dan seketika dia pun tersedak saat mata setan itu menatapnya dan seakan ingin menelannya hidup-hidup.

Hampir depresi gadis berbibir hati itu pun menundukan kepalanya hampir menyentuh makanan yang ada di piringnya. Hingga sebuah kaki tiba-tiba menyenggolnya. Membuat kepalanya terangkat.

Ingin tahu manusia mana yang berani menyenggol kakinya. Mata gadis itu pun langsung di sambut dengan manik mata yang sedari tadi ia abaikan.

"Dasar bodoh!" Begitulah yang ia artikan dari tatapan mata itu. Mengabaikannya gadis itu ia pun menyadarkan punggungnya ke kursi. Namun kaki milik orang itu sepertinya tidak ingin membuatnya tenang dan terus menendangnya membuat gadis berbibir hati itu kesal.

Dia bertanya-tanya bagaimana kaki itu bisa sampai menyentuh kakinya yang di sebarang meja, sepanjang apa kaki orang itu.

Karena terlalu kesal di ganggu ia pun menatap orang itu.

"Bisakah kau singkirkan kakimu ini?!" Jelasnya dengan tatapan mata. Membuat seseorang di ujung sana pun mendelik.

"Kau bodoh lakukan sesuatu, kau ingin seperti ini hingga besok, yang benar saja! Pantatku sudah kram, dan aku tidak bisa menahannya lagi!" Jelasnya dengan tatapan mata membuat gadis berbibir hati itu menghela nafas pelan.

Terlalu ajaib atau memang bakat dari lahir ia benar-benar berkomunikasi dengan seseorang hanya menggunakan mata.

"Ini bukan ranaku, dia terlalu mengerihkan. Aku bisa di gantung jika menyelanya dengan mood-nya seperti ini, cari orang lain untuk tumbal, aku belum mau mati di usia muda." Jelasnya. Membuat gadis di ujung sana mendengus.

Ia pun memutar matanya. "Lalu kau menyuruhku yang melakukannya? Yang benar saja aku tidak mau." Jelasnya menekan matanya hingga manik itu membola.

"Memangnya aku menyuruhmu." Jelas gadis itu melirik sebelahnya.

"Lalisa?"

"Hmm—"Gadis itu berkedip pelan.

We Are Her MotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang