Waktu sudah hampir menujukkan tengah malam.
Namun seseorang masih terjaga sambil sesekali melirik pintu keluar. Berharap orang yang sore tadi izin padanya untuk menjemput seseorang segara memunculkan batang hidungnya.
Setidaknya ada kekhawatiran yang berujung emosi yang harus ia salurkan pada orang yang telah membuatnya cemas selama berjam-jam.
Jennie.
Gadis pemilik pipi mandu itu sedari tadi menunggu gadis pemilik poni anti badai dengan harap-harap cemas.
Lupakan tentang makan malam dengan ramen. Bahkan dirinya tidak sanggup untuk menghabiskan satu buah roti yang tergeletak di meja kopi dekat TV yang ada di sebelah ranjang dimana Rosie tidur.
Entah milik siapa roti itu. Jennie hanya sanggup makan satu gigit dan tidak bisa menyelesaikan lagi.
Dia terlalu khawatir dengan Lalisa yang tidak muncul hingga tengah malam begini.
Apakah gadis itu tertidur?
Apakah dia mengalami masalah di jalan?
Atau dia malah lupa karena asik bercengkrama dengan teman laki-lakinya hingga melupakan bahwa Jennie sedang menunggunya.
Mengabaikan semua kecemasannya. Jennie sudah berulang kali melirik Rosie.
Berharap gadis berambut unggu itu bangun dari tidurnya.
Namun nihil, sepertinya Rosie membutuhkan tidur yang lebih banyak setelah terjaga sehari penuh tanpa ada jedah untuk istirahat.
Gadis itu pasti amat kelelahan setelah semua hal yang terjadi kemarin.
Dan Jennie tentu tidak tega untuk membangunkan Rosie untuk mencari tahu kemana bocah nakal yang satu itu menghilang hingga larut malam begini.
Mengabaikan hal yang tidak amat mendukungnya. Jennie sedikit bersyukur bahwa baby boy tidaklah rewel sama sekali.
Pria kecil itu bertingkah normal, dia sempat bangun dan dapat makan dengan baik walaupun sedikit. Dia juga minum susu dengan baik walaupun jatahnya harus di kurangi sedikit karena beberapa kali dia harus muntah mungkin karena perutnya masih belum terasa nyaman.
Jennie memaklumi itu. Dia tidak merasa jijik sama sekali.
Dia amat tertolong karena baby boy bukan tipe anak yang rewel saat badannya tidak terasa nyaman. Pria kecil itu bertingkah lebih dewasa dari umurnya.
Benar-benar memaklumi Jennie yang masih amatir mengurus bayi.
Setelah menyusu baby boy tidur dengan lelap di ranjangnya dengan posisi miring memantati Jennie.
Jennie sendiri sekarang paham, baby boy tipe bayi yang suka di 'puk-puk' pantatnya saat tengah tertidur, pria kecil itu malah tidak nyaman jika dirinya harus di peluk.
Memastikan sekali lagi bahwa baby boy nyaman, Jennie pun beralih ke sofa.
Menyalahkan TV dengan volume kecil, saat acara TV kali ini membahas berita tengah malam.
Tidak terlalu tertarik namun Jennie membutuhkan suara bising agar ruangan itu tidak terlalu sunyi. Lagi pula dia terlalu malas untuk menganti saluran TV lain. Jadi dia membiarkan saat presenter berita itu mulai mengoceh membacakan berita yang sedang panas saat ini.
Pikiran Jennie mengawan. Dia melirik handphone Rosie yang ada di meja kopi.
Sedari tadi tangannya sudah gantal ingin memutar nomor Lalisa.
Namun gengsinya yang tinggi membuatnya mengurungkan niatnya untuk bertanya tentang keadaan gadis itu.
Sekarang salahkan lah Jennie yang terlalu gensi hingga rungsing sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
We Are Her Mother
Humor18+ Bagaimana ceritanya saat empat orang gadis yang terkenal dingin, konyol, tomboy dan tidak perduli harus mengurus seorang bayi. Bagaimana kehidupan mereka yang tenang, tidak suka di atur, bebas. Tiba-tiba harus berubah karena kehadirannya bayi m...